Jadi Penasihat Danantara, Ini Sosok Eks PM Thailand Thaksin Shinawatra

Jadi Penasihat Danantara, Ini Sosok Eks PM Thailand Thaksin Shinawatra. (Istimewa).
Jakarta, law-justice.co - Sebagaimana diketahui, mantan Perdana Menteri (PM) Thailand, Thaksin Shinawatra secara resmi ditunjuk menjadi salah satu dewan penasihat Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Hal tersebut disampaikan oleh CEO Danantara, Rosan Roeslani Kemarin, Senin 24 Maret 2025.
Rosan sebelumnya sempat mengatakan posisi manajemen Danantara akan diisi oleh orang-orang ahli, bersih, dan memiliki rekam jejak baik. Nama-nama itu telah diserahkan ke Presiden Indonesia Prabowo Subianto.
Profil Thaksin Shinawatra
Thaksin merupakan mantan PM Thailand pada tahun 2001 hingga 2006. Dia seorang mantan polisi yang berubah menjadi taipan di bidang telekomunikasi dan kemudian menjadi politisi.
Bisnisnya di bidang telekomunikasi bermula dari sebuah dealer komputer kecil tahun 1987, yang berkembang menjadi Shin Corporation, perusahaan telekomunikasi terbesar di Thailand.
Thaksin pertama kali terjun ke politik pada 1990-an. Pada 1994, ia ditunjuk sebagai menteri luar negeri Thailand hingga 1995. Pada 1995-1997, Thaksin dipilih menjadi wakil perdana menteri Thailand mendampingi Banharn Silpa-archa dan Chavalit Yongchaiyudh.
Ketika pertama maju sebagai PM, Thaksin menggunakan kekayaannya untuk mendanai kampanye dia. Dia menarik dukungan dari wilayah pedesaan dengan serangkaian kebijakan di bidang-bidang seperti perawatan kesehatan dan lapangan pekerjaaan, guna meningkatkan kehidupan dan pendapatan masyarakat.
Namun, setelah terpilih, Thaksin justru mendapat penolakan dari kalangan kelas menengah dan elite karena dinilai sebagai kroni kapitalis.
Para elite juga khawatir akan ada konflik kepentingan antara pemerintahan Thaksin dengan perusahaannya, Shin Corp.
Penolakan semakin menggema ketika Thaksin akhirnya menjual perusahaan yang terdaftar di bursa saham itu seharga nyaris $2 miliar (sekitar Rp33 triliun) kepada perusahaan investasi Singapura Temasek. Banyak yang menuding Thaksin melakukan perdagangan jalur orang dalam.
Di samping kekhawatiran ekonomi, sejumlah pihak juga khawatir dengan potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) buntut konflik di provinsi selatan Thailand yang sebagian besar beragama Muslim. Selain itu, ada dugaan ia juga melakukan pelanggaran HAM buntut operasi narkoba di Thailand.
Saat menjabat PM, perusahaan telekomunikasi Thaksin pun dituding mendapat untung besar dari kontrak dan konsesi (pemberian izin atau hak) pemerintah.
Tuduhan korupsi dan penghinaan monarki ini berujung pada demonstrasi besar yang diinisiasi Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (People Alliance for Democracy/PAD).
Aksi protes ini lah yang membuka jalan bagi militer untuk melancarkan kudeta pada September 2006, saat Thaksin berada di luar negeri.
Pada Oktober 2008, Mahkamah Agung Thailand memutuskan Thaksin bersalah karena melanggar UU konflik kepentingan ketika menjabat PM. Selain itu, kekayaannya pun dibekukan oleh pemerintah.
Hal ini membuatnya memutuskan untuk mengasingkan diri di Dubai dan London sejak saat itu. Dia memilih mengasingkan diri untuk menghindari hukuman penjara, yang menurutnya bermotivasi politik.
Komentar