Roy Suryo Ungkap Peran eks Menkominfo di Kasus PDNS

Minggu, 23/03/2025 20:55 WIB
Pakar Telematika Roy Suryo. (Tempo.co)

Pakar Telematika Roy Suryo. (Tempo.co)

law-justice.co - Penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat saat ini tengah melakukan penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi Proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Proyek yang dilaksanakan di Kementerian Komunikasi dan Infomatika (Kominfo) --- kini menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (KOmdigi) --- ini menelan biaya nyaris Rp 1 triliun. 

Kajari Jakpus Dr. Safrianto Zuriat Putra, S.H., M.H. menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tgl 13/03/25 dan memerintahkan sejumlah Jaksa Penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut. Dari proses penyidikan ini terungkap  dugaan pengkondisian pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta yakni PT Aplikanusa Lintasarta (AL) dengan rincian kontrak pada tahun 2020 Rp. 60.378.450.000,- kemudian tahun 2021 sejumlah Rp 102.671.346.360,- berlanjut di tahun 2021 sejumlah Rp 188.900.000.000,- kemudian tahun 2023 Rp 350.959.942.158,- dan di tahun 2024 sejumlah Rp 256.575.442.952,-

Kejari Jakpus juga sudah menemukan bahwa PT AL bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301 dan tidak melaksanakan saran Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware dari Hacker. Hal mengejutkan terkait kasus ini datang dari pakar telematika Roy Suryo. Melalui pesan tertulis, Roy mengungkap dugaan keterlibatan eks Menteri Kominfo Bud Arie Setiadi. Dia mengungkap sebenarnya sudah semenjak Proyek PDN dilakukan peletakan batu pertamanya oleh Menkominfo saat itu, Johnny Gerald Plate (JGP) pada (09/11/2022) di Cikarang dan direncanakan selesai dua tahun sesudahnya, yakni November 2024.

Belakangan Plate terkena kasus Korupsi Proyek BTS-5G, posisinya sebagai menteri diteruskan oleh Budi Arie Setiadi (BAS). Roy menjelaskan, di periode inilah terjadi sebuah keputusan yang maksudnya mau cari muka kepada Presiden Jokowi yang secara hukum seharusnya lengser (20/10/2024). PDN yang seharusnya berjalan jika sesuai rencana akan ada di 4 (empat) tempat: Cikarang, Batam, IKN dan NTT, kemudian di"shortcut" dibuat PDNS (sementara) di Serpong dan Surabaya untuk mengejar agar bila dilakukan peresmiannya sebelum Jokowi Lengser. “BAS memajukan Peresmian titik pertama PDN yang seharusnya di Cikarang bulan November 2024 menjadi 17/08/24 agar (seolah-olah) bisa "diresmikan" oleh Jokowi sebelum lengser,” ujar Roy.

Menurut Roy, ini adalah sebuah keputusan konyol yang secara teknis sangat berbahaya, karena harusnya PDN sesuai dengan standar ISO dan TIER tertentu, menjadi spec-down dan tidak sesuai standar lagi. “Penjelasan detail dan teknis soal ini pernah saya paparkan dalam Seminar Ilmiah "Pusat Data Nasional Ambyar" yang diselenggarakan oleh APDI (Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia) di Heiyo Kafe Tendean, Selasa (09/07/2024) silam,” ujar mantan Menpora era Presiden SBY.

Roy menambahkan, sebenarnya potensi adanya korupsi waktu itu sudah dibongkar dan prediksikan akan terjadi, karena disamping melakukan penurunan spec dari standar ISO dan TIER yang seharusnya. “BAS juga telah secara serampangan memindahkan rencana detail PDN yang sebelumnya sudah dirancang di 4 lokasi tetap, menjadi hanya 2 yang bersifat sementara dan itupun perangkatnya hanya menyewa alias buang-buang anggaran percuma,” ujarnya.

(Bandot DM\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar