UU TNI Disahkan, 2.569 Prajurit Didesak Mundur dari Jabatan Sipil

Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto dan komandan upacara Mayjen TNI Djon Afriandi memeriksa pasukan saat menjadi inspektur upacara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Lapangan Silang Monumen Nasional (Monas), Gambir, Jakarta, Sabtu (5/10/2024). HUT ke-79 TNI tersebut mengangkat tema TNI Modern Bersama Rakyat Siap Mengawal Suksesi Kepemimpinan Nasional Untuk Indonesia Maju. Robinsar Nainggolan
Jakarta, law-justice.co - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) dengan tegas mendesak ribuan prajurit TNI aktif yang kini menduduki jabatan sipil untuk mengundurkan diri usai pengesahan hasil revisi Undang-undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada hari ini.
Hal itu sebagaimana implikasi dari Pasal 47 ayat 2 UU TNI yang telah mengalami perubahan dan berbunyi: "Selain menduduki jabatan pada kementerian/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), prajurit dapat menduduki jabatan sipil lain setelah mengundurkan diri atau pensiun dini dari dinas aktif keprajuritan."
"Implikasinya adalah 2.569 prajurit TNI aktif, data per tahun 2023, itu serentak harus mundur. Kalau perlu besok sebagai bentuk konsistensi terhadap tunduknya TNI kepada UU TNI dan juga supremasi sipil," ujar Sekretaris Jenderal PBHI, Gina Sabrina, Kamis (20/3).
DPR resmi mengesahkan RUU TNI menjadi Undang-undang dalam Rapat Paripurna hari ini. Pengesahan tersebut dilakukan di tengah gelombang penolakan yang disampaikan koalisi masyarakat sipil.
Ketentuan mengenai perluasan jabatan sipil bagi prajurit TNI aktif (Pasal 47 ayat 2) dinilai berpotensi mengembalikan dwifungsi yang bertentangan dengan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dan prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi.
Penilaian itu satu di antaranya datang dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Perubahan dalam UU TNI juga mengatur perpanjangan usia pensiun prajurit TNI yang berpotensi mengakibatkan pengelolaan jabatan di lingkungan organisasi TNI menjadi politis dan memperlambat generasi di tubuh TNI (Pasal 53 ayat 2 dan 4).
Selain itu, dalam UU TNI yang baru saja disahkan ini menambah kewenangan TNI untuk membantu dalam upaya menanggulangi ancaman siber, dan membantu dalam melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri (Pasal 7).
Komentar