Dakwaan KPK: Hasto Suruh Harun Masiku Rendam HP-Suap Wahyu Setiawan

Jum'at, 14/03/2025 11:00 WIB
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (20/2/2025), setelah menjalani pemeriksaan selama delapan jam. Hasto akan ditahan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK. Robinsar Nainggolan

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (20/2/2025), setelah menjalani pemeriksaan selama delapan jam. Hasto akan ditahan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mendakwa Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (Sekjen PDIP), Hasto Kristiyanto menyuap Wahyu Setiawan Rp600 juta untuk kepentingan penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

Tindak pidana itu dilakukan Hasto bersama-sama dengan tersangka sekaligus advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun pada Juni 2019 hingga Januari 2020 di sejumlah tempat.

"Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," kata Jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Jumat (14/3).

Jaksa menjelaskan dalam kasus ini, tindakan Hasto dkk. Turut dibantu oleh Eks Kader PDIP sekaligus Eks Komisioner Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang memiliki kedekatan dengan Wahyu.

Lebih lanjut, Jaksa menyebut Saeful Bahri yang meminta Tio menghubungi Wahyu untuk mengurus PAW Harun yang disebut melanggar hukum. Adapun Saeful Bahri dan Tio adalah mantan terpidana kasus suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.

"Atas permintaan Saeful Bahri tersebut, Agustiani Tio Fridelina menghubungi Wahyu Setiawan untuk pengurusan penggantian Caleg Terpilih Dapil Sumsel-1 dari Riezki Aprilia kepada Harun Masiku," jelas Jaksa.

Jaksa menjelaskan pemberian uang suap itu tidak dilakukan sekaligus melainkan secara berkala beriringan dengan upaya Wahyu mengurus permohonan PAW tersebut.

"Bahwa Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57,350.00 atau setara Rp600.000.000,00 kepada Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI periode 2017-2022," jelasnya.

"Bersama-sama Agustiani Tio Fridelina dengan maksud supaya Wahyu Setiawan bersama-sama Agustiani Tio Fridelina mengupayakan KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel-1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," sambungnya.

Imbas perbuatannya, Hasto terancam pidana dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hasto Minta Harun Masiku Rendam HP, `Standby` di DPP PDIP

Selain itu, Hasto disebut memerintahkan mantan calon legislatif PDIP Harun Masiku (buron) melalui anak buahnya Nurhasan untuk merendam telepon genggam. Hal itu dilakukan supaya posisi Harun Masiku tidak terlacak oleh tim KPK.

Demikian termuat dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (14/3).

Hasto didakwa menghalang-halangi proses penyidikan yang tengah dilakukan KPK pada Januari 2020 lalu.

"Menyuruh Harun Masiku melalui Nurhasan untuk merendam telepon genggam," ujar jaksa KPK.

Kasus ini bermula saat tanggal 26 November 2019, pimpinan KPK menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sprin.Lidik-134/01/11/2019 tentang dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara di DPR RI terkait dengan pengurusan dan pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020.

Atas penyelidikan tersebut, tim penyelidik KPK menemukan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara di KPU RI.

Pada 20 Desember 2019 diterbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sprin.Lidik-146/01/12/2019 terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara di KPU RI terkait dengan penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024.

Pada 8 Januari 2020, tim KPK melaksanakan kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menyasar Komisioner KPU saat itu Wahyu Setiawan, mantan Anggota Bawaslu yang sempat menjadi kader PDIP Agustiani Tio Fridelina, kader PDIP Saeful Bahri, Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah dan Harun Masiku.

Petugas KPK berhasil menangkap Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno Hatta. Sekitar pukul 18.19 WIB, Hasto disebut mengetahui penangkapan tersebut.

"Kemudian terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui petugas KPK," ungkap jaksa.

Dalam pelariannya, Harun selalu ditemani oleh Nurhasan. Sejumlah tempat disambangi untuk menghindar dari KPK. Atas sepengetahuan Hasto, keduanya setidaknya meninggalkan jejak di sekitaran Hotel Sofyan Cut Meutia hingga Kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Saat di PTIK, tim KPK melihat kehadiran staf Hasto yang bernama Kusnadi.

"Kemudian petugas KPK mendatangi PTIK namun tidak berhasil menemukan Harun Masiku," tutur jaksa.

Selanjutnya pada 9 Januari 2020, pimpinan KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/07/Dik.00/01/2020 guna melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU RI periode 2017-2022 bersama-sama dengan Agustiani Tio Fridelina terkait penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024 yang dilakukan oleh tersangka Harun Masiku bersama-sama dengan Saeful Bahri.

Atas Sprindik tersebut, pimpinan KPK menerbitkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: Sprin.Kap/01/Dik.01.02/01/01/2020 tanggal 15 Januari 2020 dan untuk melaksanakan penangkapan terhadap tersangka Harun Masiku.

Namun, penangkapan tidak berhasil sehingga pimpinan KPK menyurati Polri untuk melakukan pencarian Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Harun Masiku.

Perintahkan Kusnadi tenggelamkan HP

Selain itu, Hasto juga disebut memerintahkan orang kepercayaannya Kusnadi untuk menenggelamkan handphone miliknya. Perintah itu disampaikan saat Kusnadi hendak diperiksa sebagai saksi oleh penyidik KPK, Juni 2024.

"Atas pemanggilan tersebut, pada tanggal 6 Juni 2024, terdakwa memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK. Menindaklanjuti perintah terdakwa, Kusnadi pun melaksanakannya," ungkap jaksa.

Selanjutnya pada 10 Juni 2024, Hasto bersama Kusnadi menghadiri panggilan pemeriksaan sebagai saksi di KPK. Sebelum Hasto diperiksa, ia menitipkan handphone-nya kepada Kusnadi. Kepada penyidik, Hasto mengaku tidak memiliki handphone.

Namun, berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, diketahui handphone milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik melakukan penyitaan.

"Namun, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku," ucap jaksa.

Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 65 ayat 1 KUHP yang mengatur ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar