Modus Sertifikasi Laut Berkedok Pagar Bambu, Penegak Hukum Harus Tindak
Melacak Jejak Para Mafia Di Balik Sertifikasi Pagar Laut

Penampakan pagar laut di sepanjang lepas pantai utara tangerang sebelum dibongkar oleh TNI AL.
law-justice.co - Tahun baru 2025 dibuka dengan hiruk pikuk pagar bambu yang membentang di lepas panti utara Banten. Pagar bambu sepanjang 30 kilometer ini membentuk bidang petak-petak yang kemudian diketahui telah disertifikasi. Pemerintah pun bergegas ambil sikap, ratusan prajurit dikerahkan untuk membongkar pagar bambu. Sementara, sertifikasi laut secara paralel digarap keroyokan oleh aparat penegak hukum. SDiungkapnya nama-nama pemegang SHGB yang didominasi konglomerat diharapkan tak membuat penegakkan hukum menjadi tumpul.
Polemik terkait pagar bambu sepanjang 30 KM di lepas pantai Tangerang terus berkembang. Belakangan menyusul modus serupa di sejumlah kawasan di lepas pantai di sejumlah kota. Di utara Bekasi, ditemukan juga pagar serupa. Selain itu juga ada di kawasan Sidoarjo. Di Bekasi dan Tangerang, pagar-pagar di tengah laut tersebut diketahui telah memiliki sertifikasi, SHGB dan SHM.
Keberadaan pagar bambu di wilayah tangerang ini lantas menyita perhatian banyak pihak, hingga Presiden Prabowo Subianto turun tangan memerintahkan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Muhammad Ali untuk membongkar pagar yang menganggu lalu lintas nelayan tersebut. Diungkap oleh Ali, proses pembongkaran pagar laut di perairan Tangerang, Banten, kini hanya menyisakan sekitar 8 kilometer dari total panjang awal 30,16 kilometer. Pembongkaran yang telah berlangsung ini diperkirakan akan segera selesai dalam waktu hitungan hari.
"Proses pembongkaran pagar laut hampir rampung, hanya tersisa sedikit lagi," ujar Laksamana Ali saat memberikan keterangan pers sebelum menghadiri Rapat Pimpinan TNI AL di Markas Besar TNI AL, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis, 6 Februari 2025, dikutip dari Antara.
TNI Angkatan Laut (AL) bersama nelayan di Tanjung Pasir, Tangerang, Banten, mulai melakukan pembongkaran pagar laut yang dibangun tanpa izin pada Sabtu (18/1/2025). (Robinsar Nainnggolan)
Tak hanya pagar laut, temuan di lapangan lantas menunjukkan ada persoalan baru yang lebih serius. Ternyata di kawasan perairan tersbeut telah terbit sertifikat hak milik dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB). Di Tangerang, kasus pemagaran dan sertifikasi laut ini terkonsentrasi di Desa Kohod Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang. Penerbitan HGB dan sertifikat hak milik di pagar laut Tangerang dilakukan dengan kerja sama antara petugas pengukur dan pejabat Kantor Pertanahan. Mereka mengubah girik menjadi SHM.
Dalam investigasi Law-justice sebelumnya, peranan kepala desa berada di balik penerbitan SHGB milik perusahaan Aguan. Misal di Kohod, Kepala Desa setempat bernama Arsin diduga terlibat. Sedikitnya, terdapat 650 hektare tanah timbul di kawasan muara sungai itu yang dikondisikan Arsin. Dia diduga melakukan penyelewengan jabatannya demi membuat keterangan palsu terkait Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). Melalui SPPT itu, diterbitkan sertifikat hak guna bangunan yang bisa dikomersilkan. Henri, kuasa hukum dari warga yang dipalsukan suratnya bilang belum bisa memastikan peruntukkan ratusan hektare itu.
“Ada salah satu nama warga (yang) baru umur 20 tahun dan di keterangan SPPT-nya itu ada keterangan ahli waris. Padahal ayah dan ibunya masih hidup,” kata Henri yang menyebut warga terdampak mencapai 35 orang lebih.
Selain kepala desa, kata dia, tali temali dalam pengalihan tanah timbul di muara sungai itu melibatkan pejabat di Pemerintahan Provinsi Banten. Salah satu pejabat yang ikut berkompetisi di pemilihan Bupati Kabupaten Tangerang, diduga telah menyiapkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengakomodir kepentingan pembebasan dan pengalihan fungsi lahan. “Simpul masalahnya bahwa adanya oknum yang berkuasa di level eksekutif daerah yang mencoba bermain tanah untuk kepentingan pribadinya,” kata Henri.
Sementara itu, di perairan utara Kabupaten Bekasi, hal serupa juga terjadi. Sertifikasi dan pagar laut terjadi di pesisir laut Desa Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sertifikat tersebut sudah tidak sesuai dengan fakta material saat ini. Adapun SHGB tersebut terdiri dari 346 bidang.
Sengkarut ini pun ditindaklanjuti oleh aparat pemerintah lintas departemen, termasuk penegak hukum. Penyelidikan menunjukkan adanya indikasi penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan SHGB dan SHM di lokasi pagar laut. Bareskrim Polri telah memeriksa tujuh pejabat Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang dan Bekasi terkait dugaan manipulasi dokumen kepemilikan lahan di perairan tersebut. Sejumlah sertifikat tanah yang awalnya diterbitkan untuk lahan darat diduga dipindahkan secara misterius ke area laut yang kemudian dipagari dengan bambu.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan bahwa pemindahan lahan ini mencakup area seluas 581 hektare di Tangerang dan Bekasi serta melibatkan beberapa perusahaan serta individu. Akibatnya, Nusron telah memecat enam pejabat Kantor Pertanahan Tangerang dan Bekasi yang diduga terlibat dalam skandal ini.
Bareskrim Polri termasuk yang bergerak paling cepat, kasus di tangerang telah naik ke tahap penyidikan. Penyidik menduga bahwa dokumen yang digunakan untuk pengajuan SHGB dan SHM tersebut adalah palsu. Dugaan tindak pidana ini berpotensi melanggar Pasal 263, 264, dan 266 KUHP, serta Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kejaksaan Agung (Kejagung) turut menyelidiki kasus ini dengan mengumpulkan bahan keterangan (pulbaket). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan pihaknya proaktif dalam penyelidikan, meski belum berada pada tahap projustitia. Kejagung juga tengah mengkaji dugaan tindak pidana korupsi terkait penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di lokasi pagar laut tersebut. Namun, Harli menekankan bahwa instansi terkait, seperti KKP, tetap menjadi leading sector dalam menangani kasus ini.
KKP juga telah memeriksa Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip, serta 13 nelayan terkait pagar laut tersebut. Pemeriksaan ini merupakan bagian dari penegakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan yang berlaku di bidang kelautan dan perikanan. KKP memastikan bahwa seluruh proses dilakukan secara profesional dan transparan untuk menegakkan ketertiban dalam pengelolaan ruang laut.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid
Namun, hiruk pikuk penangana kasus ini seolah meredup saat pemilik SHGB diungkap ke publik. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkap, sertifikat HGB yang terbit di pagar laut Tangerang, dimiliki oleh dua perusahaan. Jumlah bidangnya tercatat sebanyak 263 yang terdiri dari PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang, serta atas nama perorangan sebanyak 9 bidang. Selain itu, ada 17 bidang yang memiliki Sertifikat Hak Milik atau SHM.
Sementara untuk di wilayah Bekasi, Nusron Wahid mengungkapkan bahwa dua perusahaan tercatat sebagai pemilik Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di perairan Bekasi, Jawa Barat. Keberadaan SHGB ini memicu pertanyaan lantaran mencakup area yang berada di luar garis pantai. Nusron menyebut bahwa dua perusahaan tersebut adalah PT CL dan PT MAN.
Melacak Jejak `Naga` di Laut Jawa
Nama PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa mulai muncul seusai riuh polemik ihwal sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di area pagar laut, di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang. Sedikitnya ada SHGB di area pagar laut Tangerang seluas 300 hektare. Merujuk dokumen akta usaha dari Kementerian Hukum, pemilik mayoritas atau 50 persen saham PT Intan Agung Makmur dimiliki dua korporasi lain. Pertama adalah PT Indah Inti Raya. Adapun sisanya dipegang oleh PT Kusuma Anugrah Abadi. Dua korporasi itu berlokasi di lantai 4 Harco Elektronik Mangga Dua, Jakarta.
Bertengger nama besar dalam korporasi itu. Komisaris PT Intan Agung Makmur adalah mantan Menteri Perhubungan, Freddy Numberi. Dia juga berstatus komisaris di PT Cahaya Inti Sentosa. Sebelum masuk pemerintahan sebagai menteri di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Freddy merupakan perwira tinggi di TNI AL dan juga mantan Gubernur Papua.
Nama berikutnya adalah Nono Sampono. Dia menjabat Direktur Utama PT Cahaya Inti Sentosa. Sama seperti Freddy, Nono pula purnawiran TNI. Dia juga sempat menjabat Kepala Badan SAR Nasional dan masuk lingkaran legislatif sebagai anggota DPD. Meski tidak tercantum sebagai komisaris atau direktur di PT Intan Agung Makmur, Nono sebetulnya adalah Direktur PT Kusuma Anugrah Abadi, yang memiliki saham mayoritas PT Intan.
Adapun pemilik mayoritas PT Cahaya Inti Sentosa dan Intan Agung Makmur adalah PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI). Induk usaha itu merupakan pengembang kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2), yang menggarap pula Proyek Strategis Nasional (PSN) berupa tropical coastland seluas 1.836 hektare di utara Tangerang. Pucuk tertinggi pimpinan PANI adalah Sugianto Kusuma alias Aguan—pemilik Agung Sedayu Group.
Setidaknya, kawasan pagar laut Tangerang terdapat 263 bidang dalam bentuk sertifikat HGB. Rinciannya, atas nama PT Intan Agung Makmur 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa 20 bidang, serta atas nama perorangan 9 bidang.
Beralih ke polemik pagar di Laut Bekasi. Kasus pagar laut di Bekasi ada di dua lokasi, pertama berlokasi di Desa Segara Jaya, Kecamatan Taruma Jaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Di lokasi ini terdapat 89 sertifikat hak milik yang diterbitkan tahun 2021 kepada 67 orang berupa tanah darat (perkampungan) dengan luas total 11,263 hektare. Lalu bulan Juli 2022 terdapat perubahan data pendaftaran tanah yang tidak melalui prosedur kegiatan pendaftaran tanah menjadi 11 orang berupa perairan dengan total luas 72,571 hektare.
Infografis.
Sedangkan kasus kedua berlokasi di pesisir laut Desa Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sertifikat tersebut sudah tidak sesuai dengan fakta material saat ini. Adapun SHGB tersebut terdiri dari 346 bidang. Pemiliknya adalah PT Cikarang Listrindo (CL) dengan luasan 78 bidang sebesar 90,159 hektare. SHGB terbit 2012,2015, 2016, 2017, dan 2018.
Sedangkan, satu perusahaan lainnya adalah PT Mega Agung Nusantara (Inisial MAN) dengan kepemilikan 268 bidang dan luas 419,635 hektare. SHGB terbit 2013, 2014, dan 2015. Belakangan, muncul satu korporasi lagi yang terlibat, yakni PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN), yang tidak memiliki SHGB.
Merujuk akta perusahaan dari Kementerian Hukum, PT Cikrang Listrindo memiliki spesifikasi bisnis untuk penyediaan tenaga listrik. Saham mayoritas korporasi ini dimiliki oleh tiga perusahaan, yakni PT Udinda Wahanatama, PT Pentakencana Pakarperdana dan PT Brasali Industri Pratama. Untuk nama yang terakhir disebut bergerak di bidang properti atau hunian, selain di sektor energi.
Profil bisnis PT Cikarang Listrindo agak memiliki kesamaan dengan PT Mega Agung Nusantara. Menukil AHU, pemilik saham Mega Agung pada awalnya diisi oleh nama-nama pemain tambang batu bara, yang menyuplai pembangkit tenaga listrik. Mulai dari Sim Atony, yang sempat menjadi komisaris di PT Kapuas Prima Coal.
Profil PT Mega Agung Nusantara mengalami perubahan siginifikan menjadi bisnis properti setelah saham diambil alih oleh Modernland Group, korporasi properti yang dimiliki keluarga Honoris sejak 2015. Selain properti, spesifikasi bisnis diubah di sektor bisnis perikanan. Duduk sebagai komisaris utama adalah Williamam Honoris. Dia adalah kakak dari Charles Honoris, anggota DPR RI Fraksi PDIP.
Pengurus dan Pemegang saham PT Mega Agung Nusantara. (Kutipan AHU)
Adapun PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara sejak awal spesifikasi bisnisnya di bidang perikanan dan kelautan. Saham korporasi ini dikuasai oleh keluarga Stanley. Beredar informasi bahwa Yohannes Stanley terafiliasi dengan Agung Sedayu Group. Kepada KKP dan Kementerian ATR/BPN, korporasi ini mengaku tidak memiliki izin untuk aktivitas di laut Bekasi.
Keroyokan Tangani Pelanggaran Hukum
Direktur Eksekutif Rujak Center For Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengatakan bahwa pagar laut di Laut Tangerang merupakan imbas dari ekspansi PSN PIK 2 yang digarap Agung Sedayu Group. Dari catatanya, pagar laut ada seluas 30,16 kilometer yang terdapat di 16 desa di Kabupaten Tangerang. “Cukup jelas premis awalnya kalau ini untuk kepentingan oligarki. Mula-mula ditetapkan jadi proyek strategis nasional, lalu dalam pembebasan lahannya melalui cara melawan hukum dan menyusahkan rakyat,” kata Elisa kepada Law-justice, Kamis (6/2/2025).
Dalam konteks hukum, Elisa menilai telah terjadi pelanggaran Pasal 75 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Merujuk pasal itu bahwa setiap orang yang memanfaatkan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan pulau kecil tanpa izin dapat dipidana.
Lain itu, kata Elisa, tindakan pematokan pagar laut melanggar Pasal 69 Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Terlebih aktivitas pemasangan pagar laut oleh sejumlah korporasi tidak atas legalitas Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). “Seharusnya ini menjadi pidana yang tidak sulit diungkap penegak hukum. Jelas korporasi dan tali-temalinya melanggar hukum,” kata Elisa.
Direktur Eksekutif Rujak Center For Urban Studies Elisa Sutanudjaja. (Kompas)
Keterlibatan nama besar dalam korporasi yang terlibat pemasangan pagar di laut Tangerang pun disoroti Elisa. Menurutnya, korporasi menggunakan kekuatan eks TNI hingga mereka yang pernah di lingkar eksekutif dan legislatif untuk memuluskan proyek. Nama yang dirujuk Elisa mengarah pada peranan Freddy Numberi dan Nono Sampono. “Ada kelindan antara oligarki ekonomi dengan oligarki politik, yang kemudian mereka sama-sama melebur di satu entitas bisnis dengan satu kepentingan ekonomi dan bisa juga politik,” ujar Elisa.
Elisa melihat ada sejumlah kemungkinan pembangunan di laut Bekasi, jika merujuk profil tiga perusahaan yang mematok pagar laut. “Artinya bisa saja dibangun PLTU, pelabuhan hingga kawasan hunian,” kata dia.
Terkait potensi pidana yang menjurus korupsi, Kejaksaan Agung saat ini sedang melakukan pengusutan. Terkini, tim Kejagung masih menunggu kesaksian dari Kepala Desa Kohod, Arsin, soal perubahan girik menjadi SHM di tanah timbul yang ada di laut Tangerang. Surat klarifikasi sudah dilayangkan Kejagung, tapi Arsin tidak memenuhi panggilan.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan, pihaknya masih menunggu proses investigasi dari KKP terkait polemik pematokan pagar di laut Tangerang. Meski masih menunggu bahan dari kementerian, Kejagung juga melakukan pengusutan secara mandiri. “Kami sifatnya simultan ya. KKP kami tunggu hasil investigasinya, tapi kami juga bergerak,” ujar Harli saat dihubungi, Rabu (5/2/2025).
Eks Ketua KPK Abraham Samad bersama Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (31/1/2025), untuk melaporkan dugaan korupsi di penerbitan SHGB pagar laut. (Sinpo)
Sementara itu, KPK masih mempelajari sejumlah laporan terkait dugaan korupsi penerbitan SHM dan SHGB di laut Tangerang. Adapun yang melaporkan adalah dari MAKI dan sejumlah tokoh nasional, seperti mantan pimpinan KPK, Abraham Samad hingga mantan Sekretaris BUMN, Said Didu. Para pelapor menyoroti bagaimana kongkalikong pemangku kepentingan dan pihak perantara perusahaan dalam memuluskan legalitas. “Laporan masih disaring di Dumas, dan dalam waktu dekat akan kami proses terkait bukti-bukti yang disampaikan pelapor. Tunggu saja,” kata Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto kepada Law-justice, Kamis.
DPR Ancam Bentuk Pansus
Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo menilai perintah Prabowo Subianto Presiden kepada TNI untuk mencabut pagar laut milik Agung Sedayu Group di perairan Tangerang, Banten, memiliki pesan khusus. Instruksi itu mengisyaratkan jika Prabowo Presiden marah dengan upaya sekelompok pihak yang ingin mencaplok kekayaan negara.
Di samping itu, Firman mengatakan penyelesaian pagar laut dari sisi hukum bisa dilakukan melalui koordinasi lintas kelembagaan, khususnya kepolisian. Apalagi, kata dia, bukti untuk menaikkan status kasus pagar laut ke penyidikan sudah sangat terpenuhi. Di antaranya, TNI yang bergerak mencabut pagar bambu, termasuk Agung Sedayu Group yang sudah mengakui kepemilikan dari ‘kavling’ laut itu. “Ini lebih daripada cukup alat bukti sebenarnya karena hanya dua ini lebih daripada cukup kalau ilmu penyidikan,” kata dia kepada Law-Justice, Kamis (06/02/2025).
Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo. (Fajar)
Firman mengaku merasa malu jika kasus pagar laut tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara adil. Menurutnya, Legislator sebagai perpanjangan lidah rakyat harus memperjuangkan hak-hak masyarakat bukan pihak yang menggunakan uang untuk kekuasaan. “Kalau ditanya kenapa saya sampaikan itu, karena menunjukkan kejengkelan saya, saya merasa malu sebagai wakil rakyat yang menggunakan lencana yang sangat mentereng tapi ternyata janji kami kepada rakyat setelah kami rapat tidak bisa mendapat jawaban yang memuaskan bagi rakyat yang saya wakili itu kira-kira, demikian terima kasih,” kata dia.
Selain Firman, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Deddy Sitorus menyebutkan perlu Panitia Khusus (Pansus) DPR untuk mengusut pagar laut misterius di perairan Kabupaten Tangerang. Apalagi masalah pagar laut terkhusus adanya SHBG dan SHM di atas laut telah telanjang diperlihatkan. "Jadi memang seharusnya ada pansus. Karena ini kejahatan yang telanjang di depan publik," kata Deddy ketika dikonfirmasi, Rabu (05/02/2025).
Meski demikian, Fraksi PDIP masih harus mengkaji pembentukan pansus ini. Apalagi ada usulan pembentukan pansus juga dari publik. Dan ini juga kenapa diusulkan ada pansus karena ada banyak kementerian terlibat di sana harusnya, ada KKP, Kementerian Investasi, karena dulu tentu ada keterlibatan untuk menetapkan PSN. "Selain itu ada Menko juga ya Jadi ini melibatkan banyak pihak," ujarnya.
Untuk itu, dia meminta agar melihat sikap DPR ke depan. Adapun pembentukan pansus perlu adanya kesepakatan lintas komisi. "Nanti kita lihat, itu harus ada kesepakatan. Apalagi pansus itu artinya lintas komisi ya tentu nanti kita lihat pimpinan DPR seperti apa sikapnya. Kita tunggu saja," ucapnya.
Selain itu, Deddy Sitorus, menegaskan penerbitan sertifikat di wilayah pagar laut merupakan tindakan yang tidak dapat ditoleransi. Deddy menekankan perlunya penegakan hukum terhadap pejabat yang terlibat dalam penerbitan sertifikat tersebut. “Saya kira tidak cukup hanya sanksi berat, harus proses hukum karena ini kejahatan, bukan malpraktek yang hanya konsekuensi sanksi. Ini perlu jadi perhatian termasuk yang di Surabaya dan Bekasi," tegasnya.
Pemagaran dan sertifikasi laut sudah menjadi aib bagi bangsa ini. Di depan wajah pemerintah, hanya sepelemparan batu dari istana, telah terjadi kongkalikong yang demikian jorok. Kasus ini merupakan cobaan bagi Presiden Prabowo Subianto dalam mendisiplinkan aparaturnya agar bisa mengelola republik ini lebih baik. Kasus ini memang warisan dari rezim lama, namun, apakah kasus ini akan mampu dibongkar oleh Prabowo?
Prabowo harus melakukan audit dan pengawasan terhadp kawasan perairan, terutama yang berbatasan dengan negara tetangga. Bukan tidak mungkin, kasus yang terjadi di Banten dan JAwa Barat ini juga terjadi di kawasan lain di republik ini. Toh, sudah ada laporan masyarakat adanya sejumlah kasus serupa di beberapa kasawean pantai. Laut dan tanah adalah simbol mutlak kedaulatan negara. Jika bermodalkan uang dan pengaruh politik, laut dan tanah bisa dengan mudah dikooptasi, maka pertanyaanya adalah seberapa serius pemerintah bertanggungjawab terhadap kedaulatan eilayah NKRI.
Rohman Wibowo
Ghivary Apriman
Komentar