Ariady Achmad

Gas Melon Raib: Antara Regulasi, Distribusi & Kebutuhan Perut Rakyat

Senin, 03/02/2025 19:00 WIB
Ratusan warga Jalan Płem Raya , Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang mengantri untuk medapakan Gas Elpiji 3 Kg yang dijual dengan harga Rp 19.000 pada Senin (3/1/2025). Mereka mengantri sejak jam 08.00 WIB dan dibatasi hanya mendapatkan 1 tabuna gas untuk 1 KTP. Robbinsar Nainnnggolan

Ratusan warga Jalan Płem Raya , Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang mengantri untuk medapakan Gas Elpiji 3 Kg yang dijual dengan harga Rp 19.000 pada Senin (3/1/2025). Mereka mengantri sejak jam 08.00 WIB dan dibatasi hanya mendapatkan 1 tabuna gas untuk 1 KTP. Robbinsar Nainnnggolan

Jakarta, law-justice.co - Kelangkaan gas elpiji bersubsidi 3 kg atau yang lebih dikenal sebagai "gas melon" kembali menjadi isu nasional. Sejumlah wilayah mengalami kesulitan mendapatkan gas ini, menyebabkan antrean panjang di pangkalan resmi dan lonjakan harga di pengecer. Situasi ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, terutama mereka yang sangat bergantung pada gas melon untuk kebutuhan memasak sehari-hari.

Penyebab Kelangkaan

Beberapa faktor utama yang menyebabkan kelangkaan gas melon dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Pengetatan Regulasi Distribusi

Mulai 1 Februari 2025, pemerintah menerapkan aturan baru terkait distribusi LPG 3 kg. Pengecer tidak lagi bisa menjual gas bersubsidi secara bebas kecuali mereka telah terdaftar sebagai pangkalan atau subpenyalur resmi Pertamina. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk memastikan subsidi tepat sasaran dan harga gas di pangkalan resmi sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

Namun, kebijakan ini juga berdampak pada ketersediaan gas melon di pasar. Banyak pengecer yang tidak terdaftar kehilangan akses untuk menjual gas bersubsidi, sehingga masyarakat kesulitan menemukan titik distribusi yang dapat diakses dengan mudah. Akibatnya, antrean di pangkalan resmi melonjak, sementara harga gas melon di tingkat pengecer naik karena keterbatasan pasokan.

2. Kuota LPG Subsidi yang Dikurangi

Di beberapa daerah, kuota LPG subsidi juga mengalami pengurangan. Misalnya, di Jakarta, kuota tahun 2025 ditetapkan sebesar 407.555 metrik ton, lebih kecil dibandingkan dengan kuota tahun sebelumnya sebesar 414.134 metrik ton. Pengurangan ini, meskipun tidak signifikan, tetap berdampak pada pasokan gas melon di pasaran.

3. Distribusi yang Tidak Tepat Sasaran

Seperti diungkapkan Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, LPG subsidi masih sering digunakan oleh kelompok masyarakat yang sebenarnya tidak berhak. Banyak orang mampu yang membeli LPG 3 kg dalam jumlah besar, mengurangi ketersediaan bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

Selain itu, praktik pengoplosan gas juga memperburuk situasi. Di beberapa daerah ditemukan kasus pengoplosan gas 3 kg menjadi tabung 12 kg atau lebih besar, yang tidak hanya ilegal tetapi juga mengganggu distribusi LPG subsidi yang seharusnya ditujukan bagi rumah tangga miskin dan usaha mikro.

Dampak bagi Masyarakat

Dampak kelangkaan gas melon sangat dirasakan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Puluhan juta keluarga mengandalkan gas melon untuk memasak sehari-hari. Data dari Pertamina menunjukkan bahwa hingga Desember 2024, sebanyak 57 juta pengguna terdaftar dalam sistem subsidi LPG 3 kg. Jika diasumsikan satu pengguna mewakili satu keluarga, maka ada sekitar 57 juta keluarga yang bergantung pada gas melon.

Di beberapa daerah, masyarakat harus antre panjang di pangkalan resmi, sementara mereka yang tidak bisa mendapatkan gas subsidi harus membelinya di pengecer dengan harga lebih mahal. Pedagang kecil seperti penjual nasi goreng, warung makan, dan usaha mikro lainnya juga ikut terdampak karena biaya operasional mereka meningkat akibat mahalnya harga gas melon di pasaran.

Tanggapan Pemerintah dan Pertamina

Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan bahwa kelangkaan ini lebih disebabkan oleh masalah distribusi daripada kekurangan pasokan. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Tutuka Ariadji, menegaskan bahwa perbaikan sistem distribusi harus dilakukan untuk memastikan LPG 3 kg benar-benar sampai kepada mereka yang berhak.

Pertamina sendiri telah menyediakan sistem informasi pangkalan resmi yang dapat diakses melalui situs subsiditepatlpg.mypertamina.id/infolpg3kg. Namun, akses digital ini masih menjadi tantangan bagi sebagian masyarakat yang belum terbiasa dengan sistem online atau tidak memiliki akses internet.

Solusi yang Dapat Diterapkan

Kelangkaan gas melon adalah masalah yang harus segera diatasi karena menyangkut kebutuhan dasar masyarakat. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:

1. Evaluasi dan Penyesuaian Regulasi

Pemerintah perlu memastikan bahwa aturan baru terkait distribusi LPG subsidi tidak malah membuat akses semakin sulit bagi masyarakat. Jika diperlukan, sistem pendaftaran pengecer dan pangkalan resmi dapat diperbaiki agar lebih inklusif dan mudah diakses

2. Penambahan Pangkalan Resmi

Untuk mengurangi antrean dan memastikan distribusi yang merata, Pertamina dapat menambah jumlah pangkalan resmi, terutama di daerah padat penduduk.

3. Penguatan Pengawasan Distribusi

Pemerintah harus lebih ketat dalam mengawasi distribusi LPG 3 kg agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berhak. Salah satu caranya adalah dengan sistem verifikasi berbasis data yang lebih akurat.

4. Peningkatan Produksi LPG Domestik

Indonesia masih bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan LPG nasional. Dengan meningkatkan produksi dalam negeri, risiko kelangkaan dapat ditekan, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pasar global.

Kesimpulan

Gas melon bukan hanya sekadar komoditas energi, tetapi sudah menjadi kebutuhan pokok bagi puluhan juta keluarga di Indonesia. Kebijakan pemerintah yang bertujuan baik dalam menata distribusi dan subsidi harus diimbangi dengan strategi implementasi yang tidak menghambat akses masyarakat terhadap LPG 3 kg. Jika masalah ini tidak segera diatasi, dampaknya bisa lebih luas, termasuk terhadap ekonomi rakyat kecil yang bergantung pada gas melon untuk kelangsungan usaha mereka.

Pemerintah dan Pertamina harus bergerak cepat, baik dengan memperbaiki distribusi, meningkatkan pengawasan, maupun memperbanyak titik penjualan. Jika tidak, kebijakan yang seharusnya menata subsidi LPG 3 kg agar lebih tepat sasaran justru bisa menjadi bumerang yang menyulitkan masyarakat kecil.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar