Upaya Hukum Saudara Kandung Serobot Tanah Warisan-Ganti Sertifikat

Harga Bisa Turun 21 Persen Pemerintah Bakal Hapus Pajak Beli Rumah foto:perkim.id
Jakarta, law-justice.co - Sebagaimana diketahui, tanah warisan sering kali menimbulkan konflik, bahkan antar saudara kandung. Salah satu kasus yang sering terjadi adalah adanya salah satu ahli waris yang melakukan balik nama sertifikat tanah secara sepihak tanpa persetujuan ahli waris lainnya.
Jika kasus itu terjadi apa yang harus dilakukan?
Pada dasarnya untuk urus balik nama sertifikat tanah dibutuhkan KTP ahli waris. Contoh, orang tua A baru saja meninggal dan mewariskan beberapa tanah untuk A, B, dan C.
Saat melakukan balik nama sertifikat tanah, diperlukan KTP A, B, dan C. B sudah berbicara pada A dan C bahwa ia yang akan mengurus balik nama sertifikat tanah. Namun ternyata pada sertifikat tanah tersebut hanya ada nama B saja.
Jika seperti itu, terjadi dugaan pelanggaran administratif dalam penerbitan balik nama sertifikat ataupun adanya dugaan perbuatan melawan hukum, baik secara perdata maupun pidana.
Seperti melansir detikNews, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu:
A. Administrasi
Upaya atau langkah administratif, yaitu melakukan atau membuat surat keberatan kepada si B dan Kepala kantor Pertanahan yang menerbitkan Sertifikat atas nama si B saja.
Hal ini sesuai dengan Pasal 32 ayat (2) PP No.24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, di mana pihak yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut dapat mengajukan keberatan secara tertulis atas terbitnya Sertifikat atas nama si B saja, agar Sertifikat tersebut dibatalkan dan diperbaiki, sehingga nama-nama Pemegang Hak dalam Sertifikat adalah A, B, dan C secara bersama-sama.
Berdasarkan Pasal 106 ayat (1) jo. Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999 permohonan pembatalan dapat dilakukan jika diduga terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitan sertifikat. Cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 (1) adalah sebagai berikut.
1. Kesalahan prosedur;
2. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
3. Kesalahan subjek hak;
4. Kesalahan objek hak;
5. Kesalahan jenis hak;
6. Kesalahan perhitungan luas;
7. Terdapat tumpang tindih hak atas tanah;
8. Data yuridis atau data data fisik tidak benar; atau
9. Kesalahan lainnya yang bersifat administratif
B. Gugatan
Jika langkah administratif sudah dilakukan dan tidak ada penyelesaian secara baik, maka langkah selanjutnya dapat mengajukan langkah hukum. Langkah hukum yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Gugatan Pembatalan Sertifikat tersebut pada Pengadilan Tata Usaha Negara
Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan ("UU 30/2014") Keputusan Tata Usaha Negara ("KTUN") adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Sehingga Sertifikat yang dikeluarkan/ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atas nama si B saja, dapat diuji keabsahannya. Jika terbukti ada kesalahan prosedur dalam Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik, maka Pengadilan TUN dapat membatalkan Sertifikat atas nama si B tersebut;
2. Gugatan secara Perdata
Atas Kerugian yang dialami oleh A dan C, atas perbuatan si B, yang mengurus Sertifikat Warisan dari orangtua yang seharusnya dibagi sesuai Hak masing-masing, namun diklaim secara sepihak menjadi warisan atas nama si B sendiri. Hal ini sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), pada Pasal 1365 :
"Tiap Perbuatan Melanggar Hukum (Oonrechtmatige daad), yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut".
3. Laporan Polisi
Lapor polisi bisa dilakukan jika ditemukan bukti permulaan dan adanya saksi-saksi, yang mengetahui adanya penggunaan A dan C, yang dipalsukan dalam mengurus persyaratan balik nama Sertifikat tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 263 s/d 266 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Walau demikian, sebelum mengambil langkah hukum, ada baiknya dilakukan musyawarah keluarga, karena adanya hubungan kekerabatan yang sangat dekat (sesama saudara kandung) antara si B dengan A dan C.
Namun, jika langkah musyawarah telah ditempuh dan masih belum ada penyelesaian yang baik, maka dapat menempuh langkah hukum.
Komentar