Nawaitu Redaksi
Fakta Ironi Tewasnya Bintang Film Korea Selatan

para pelaku KKN sedang beraksi (R-2)
Jakarta, law-justice.co - Survei Litbang Kompas menunjukkan bahwa 80,9 persen rakyat puas terhadap kinerja pemerintahan Prabowo Subianto di 100 hari pertamanya. Capaian Prabowo ini mengalahkan kinerja Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang cuma mampu meraih 65 persen dalam 100 hari pertama kerjanya. “Kepuasan terhadap kinerja Prabowo-Gibran itu tinggi banget ya, 80,9 persen. Sementara tingkat keyakinan ke depan juga tinggi, 89,4 persen,” kata Manajer Riset Litbang Kompas Ignatius Kristanto dalam memaparkan survei "Evaluasi 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran" secara virtual, Jumat (17/1/2025).
100 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memang menjadi titik penting dalam perjalanan Indonesia. Dalam periode ini, berbagai langkah strategis telah diambil, terutama dalam dua bidang yang sangat krusial yaitu bidang politik. Dianggap sangat krusial karena bidang politik berhubungan langsung dengan stabilitas nasional, penguatan demokrasi, serta perlindungan hak asasi manusia.
Seperti apa gambaran upaya yang telah dicapai oleh pemerintahan Prabowo dalam 100 hari dibidang politik ?. Seperti apa pula gambaran ironi yang menyertai pemerintahan Prabowo selama 100 hari pertama dibidang politik ?, Ke depan langkah langkah apa yang sebaiknya dilakukan oleh Pemerintahan Prabowo untuk menanganani isu krusial yang muncul di bidang politik ?
100 Hari Bidang Politik
Dalam 100 hari pertama kepemimpinannya, Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen yang kuat untuk mewujudkan stabilitas politik, memperkuat demokrasi, dan mempersatukan bangsa. Langkah-langkah strategis yang diambil di bidang politik menjadi pondasi awal untuk membangun pemerintahan yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.
Beberapa langkah yang dilakukan oleh Pemerintahan Prabowo selama 100 hari pertama dibidang politik diantaranya adalah :
Pertama, Berusaha Membangun Koalisi Nasional yang Solid. Prabowo memulai pemerintahannya dengan fokus pada rekonsiliasi politik. Setelah kontestasi pilpres yang ketat, ia berupaya merangkul semua pihak, termasuk lawan politiknya, demi mengurangi polarisasi di masyarakat. Prabowo menginisiasi dialog nasional dengan berbagai tokoh lintas partai, agama, dan organisasi masyarakat untuk menciptakan suasana politik yang harmonis dan inklusif.
Presiden Prabowo memprioritaskan dialog kebangsaan sebagai upaya merajut persatuan nasional. Dalam berbagai kesempatan, ia mengundang tokoh lintas agama, adat, dan budaya untuk duduk bersama merumuskan langkah-langkah strategis dalam menghadapi tantangan bangsa. Pendekatan ini dinilai berhasil meredakan polarisasi yang sempat memuncak pada masa pemilu.
Pendekatan dialogis menjadi ciri khas kepemimpinan Prabowo. Presiden aktif menggelar pertemuan dengan berbagai kelompok politik, tokoh agama, dan organisasi masyarakat untuk menciptakan suasana politik yang harmonis dan bebas dari konflik kepentingan.
Presiden Prabowo berhasil mengkonsolidasikan dukungan politik di parlemen dengan membangun koalisi yang solid dan inklusif. Pendekatan dialogis diterapkan, melibatkan seluruh partai politik untuk menciptakan kerja sama lintas partai demi tercapainya program pembangunan nasional. Hal ini dilakukan tanpa mengesampingkan prinsip check and balance sebagai elemen penting dalam demokrasi.
Langkah langkah tersebut diikuti dengan reformasi birokrasi yang mengutamakan meritokrasi dan profesionalisme, memastikan posisi strategis diisi oleh individu yang kompeten, bukan berdasarkan afiliasi politik semata.
Kedua, Melakukan Reformasi Birokrasi Politik. Dalam masa kepemimpinan Presiden Prabowo, Indonesia memasuki era baru reformasi birokrasi politik yang menjadi tonggak penting menuju tata kelola pemerintahan yang lebih transparan, efektif, dan akuntabel. Dengan visi untuk membawa Indonesia menjadi negara yang maju dan berdaya saing global, pemerintahan Prabowo secara konsisten melakukan perubahan mendasar pada sistem birokrasi politik yang selama ini dianggap lamban dan kurang responsif.
Di bidang politik, Presiden Prabowo memperkenalkan mekanisme baru yang menjamin keterbukaan dan partisipasi publik dalam proses legislasi. Dengan platform digital yang terintegrasi, masyarakat dapat langsung memberikan masukan terhadap rancangan undang-undang, menciptakan proses legislasi yang lebih inklusif. Selain itu, pemerintahan Prabowo juga memastikan adanya akuntabilitas tinggi dengan memperkuat peran lembaga pengawasan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman.
Salah satu terobosan terbesar dalam reformasi ini adalah pemberlakuan sistem digitalisasi pemerintahan yang masif. Melalui program "Indonesia Digital Governance," semua proses administrasi publik, termasuk pelayanan masyarakat, perizinan, dan pengelolaan anggaran, dilakukan secara daring. Langkah ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga mengurangi potensi korupsi yang sering kali muncul akibat interaksi langsung antara pejabat dan masyarakat.
Di tingkat politik, pemerintahan Prabowo juga mempromosikan budaya meritokrasi. Penempatan pejabat publik kini dilakukan berdasarkan kemampuan dan rekam jejak, bukan sekadar hubungan politik. Hal ini terbukti menciptakan birokrasi yang lebih profesional dan berorientasi pada pelayanan publik.
Ketiga, Penguatan Politik Luar Negeri. Di arena internasional, pemerintahan Prabowo mengambil langkah proaktif dengan menegaskan posisi Indonesia sebagai negara yang berdaulat, nonblok, dan berpengaruh di tingkat global.
Dalam 100 hari ini, Presiden Prabowo berhasil mempererat hubungan dengan negara-negara mitra strategis melalui diplomasi yang tegas namun bersahabat. Indonesia juga mengusulkan inisiatif regional untuk menyelesaikan konflik di kawasan Asia Tenggara, memperkuat posisi sebagai pemimpin di ASEAN.
Beberapa kunjungan kenegaraan dan pertemuan bilateral dilakukan untuk memperkuat aliansi strategis, khususnya dengan negara-negara ASEAN, Timur Tengah, dan mitra global lainnya.Presiden Prabowo menegaskan pentingnya politik luar negeri yang bebas aktif, memastikan bahwa kepentingan nasional selalu menjadi prioritas dalam setiap kerja sama internasional.
Dalam upaya meningkatkan peran Indonesia di kancah internasional, Presiden Prabowo juga telah memutuskan untuk bergabung dengan BRICS, aliansi ekonomi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Keputusan ini mencerminkan pengejawantahan politik bebas aktif Indonesia, meskipun menuai kritik terkait potensi pengorbanan independensi ekonomi dan geopolitik tanpa manfaat ekonomi yang jelas.
Ke empat, Penguatan Hubungan Antar-Lembaga.Presiden Prabowo juga menunjukkan pendekatan kolaboratif dalam bekerja dengan lembaga legislatif dan yudikatif. Pemerintahannya aktif membangun komunikasi dengan DPR dan DPD untuk mempercepat pembahasan sejumlah undang-undang prioritas, termasuk undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah dan penanganan korupsi.
Sebagai bentuk komitmen terhadap transparansi, ia mendorong pembentukan badan independen yang bertugas memantau pelaksanaan kebijakan pemerintah, sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
Presiden Prabowo memprioritaskan konsolidasi institusi-institusi negara, khususnya parlemen dan lembaga penegak hukum, agar bekerja lebih sinergis dan produktif. Program peningkatan kapasitas bagi para pejabat publik diinisiasi untuk menciptakan birokrasi yang profesional, netral, dan berorientasi pada pelayanan masyarakat.
Kelima,Berusaha Mendekatkan Pemerintah dengan Rakyat. Di tengah dinamika politik yang terus berkembang, Prabowo Subianto tampil sebagai sosok yang tak hanya membawa visi besar untuk kemajuan bangsa, tetapi juga berkomitmen menghadirkan pemerintahan yang lebih dekat dengan rakyat. Baginya, pemerintah bukan sekadar institusi yang berwenang, melainkan mitra yang hadir untuk mendengarkan, melayani, dan memahami kebutuhan rakyat.
Sebagai salah satu contohnya adalah respons Prabowo ketika mendengar adanya masalah pagar laut di Tangerang yang menyulitkan nelayan ketika mencari nafkah. Meskipun pagar laut disinyalir milik taipan kenamaan, namun Prabowo tidak gentar untuk segera membongkarnya.
Dalam berbagai kesempatan, Prabowo kerap menginisiasi dialog terbuka antara pemerintah dan masyarakat. Ia percaya bahwa mendengar langsung suara rakyat adalah kunci untuk memahami permasalahan mendasar yang dihadapi oleh berbagai lapisan masyarakat.
Melalui program blusukan modern yang memanfaatkan teknologi digital, Prabowo berusaha mendengar langsung aspirasi rakyat dari seluruh penjuru negeri. Aplikasi interaktif untuk laporan masyarakat mulai diujicobakan sebagai salah satu alat untuk memastikan kebijakan pemerintah sesuai dengan kebutuhan nyata rakyat.
Komitmen Prabowo dalam mendekatkan pemerintah dengan rakyat adalah bukti dari visinya tentang Indonesia yang bersatu dan berdaulat. Bagi Prabowo, sebuah bangsa yang besar adalah bangsa yang pemimpinnya dekat dengan rakyatnya—siap mendengar, siap bekerja, dan siap melayani.
Demikianlah beberapa kebijakan yang dilakukan oleh Prabowo selama 100 hari pemerintahannya. Dalam waktu yang relatif singkat, pemerintahan Prabowo berhasil menanamkan fondasi penting di bidang politik. Meskipun tantangan masih besar, langkah awal yang diambil mencerminkan visi kepemimpinan yang tegas, inklusif, dan berorientasi pada masa depan Indonesia yang lebih stabil dan sejahtera.
Secara umum 100 hari pemerintahan Prabowo di bidang politik menunjukkan arah yang jelas menuju tata kelola politik yang bersih, inklusif, dan pro-rakyat. Meski perjalanan masih panjang, langkah awal ini memberikan harapan bagi rakyat Indonesia untuk menyaksikan pemerintahan yang kuat, stabil, dan berorientasi pada kepentingan nasional. Tantangan tentu ada, namun visi dan komitmen yang ditunjukkan Presiden Prabowo menjadi modal utama untuk menghadapi dinamika politik ke depan.
Meskipun sudah banyak hal dicapai selama 100 hari pertama pemerintahannya, namun dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo, berbagai kebijakan dan langkah politiknya menunjukkan dinamika yang beragam dengan serangkaian ironi yang mengiringinya
Beberapa ironi mencolok yang terlihat selama 100 hari pemerintahan Prabowo diantaranya :
Pertama. Narasi Persatuan vs Polarisasi Politik.Dalam setiap pidatonya, Prabowo Subianto kerap menyerukan persatuan, sebuah gagasan yang menggema di tengah bangsa yang majemuk. Ia menekankan pentingnya kesatuan nasional di atas perbedaan suku, agama, dan golongan. Narasi ini mencerminkan aspirasi mulia: menjadikan Indonesia rumah bagi semua, tempat di mana keberagaman menjadi kekuatan, bukan pemisah. Namun, di balik retorika yang menyatukan, kebijakan dan langkah politik yang diambil Prabowo kerap memunculkan tanda tanya terkait sejauh mana komitmen itu benar-benar diwujudkan.
Sebagai figur politik yang kini berada di barisan terdepan, Prabowo tidak lepas dari dinamika koalisi dan kompromi. Dalam upayanya untuk merangkul berbagai elemen, seringkali muncul keputusan yang terkesan lebih mengedepankan kalkulasi politik daripada nilai-nilai persatuan yang digaungkan. Misalnya, penunjukan figur-figur tertentu dalam lingkaran kekuasaannya kerap dianggap tidak selaras dengan narasi inklusif yang ia suarakan. Pilihan ini, meskipun dimaksudkan untuk meredam perbedaan, sering memunculkan persepsi bahwa persatuan yang dikedepankan hanyalah kulit luar dari strategi politik untuk memperkokoh posisi.
Selain itu, sikapnya terhadap isu-isu sensitif, seperti rekonsiliasi terhadap perbedaan ideologi atau kebijakan yang menyentuh hak-hak kelompok minoritas, kerap memunculkan ambiguitas. Di satu sisi, ia berbicara tentang perlunya menghargai keberagaman, tetapi di sisi lain, kebijakan atau aliansi yang dibentuknya kadang menunjukkan kecenderungan untuk mengakomodasi kepentingan kelompok mayoritas. Hal ini menciptakan ironi: persatuan yang dimaksud tampak lebih eksklusif daripada universal.
Pada akhirnya, retorika Prabowo tentang persatuan memang memikat, tetapi kebijakan politiknya akan selalu menjadi cermin yang memantulkan apakah narasi itu tulus atau hanya sebatas strategi. Di sinilah masyarakat perlu terus mengkritisi, menjaga agar semangat persatuan tidak tereduksi menjadi sekadar slogan politik yang hampa makna.
Kedua,Janji Reformasi Birokrasi vs Sentralisasi Keputusan. Dalam janji kampanye, Prabowo menekankan pentingnya reformasi birokrasi untuk meningkatkan efisiensi pemerintahan.
Namun birokrasi di bawah kepemimpinan Prabowo nampak cenderung lamban dan tumpang tindih. Hal ini menghambat implementasi kebijakan yang seharusnya bisa dilaksanakan lebih cepat dan lebih efektif. Beberapa kementerian bahkan terlibat dalam koordinasi yang berlarut-larut, menyebabkan keterlambatan dalam pengambilan keputusan yang krusial bagi negara.
Ketidakefisienan ini juga terlihat dalam bidang diplomasi dan hubungan internasional. Meskipun Prabowo berupaya mempererat hubungan dengan negara-negara tertentu, langkah-langkahnya sering kali dianggap tidak memiliki strategi yang jelas dan lebih mengedepankan simbolisme daripada hasil nyata.
Selain itu, kebijakan yang diambil oleh Prabowo Subianto kerap menunjukkan pendekatan sentralistik, di mana kontrol utama atas pengambilan keputusan berada di tangan pusat pemerintahan, dengan keterlibatan minimal dari pihak-pihak lokal atau aktor independen. Hal ini terlihat dari berbagai langkahnya dalam mengoordinasikan kebijakan strategis.
Misalnya, ia dikenal mendorong pola kebijakan yang menekankan peran pemerintah pusat sebagai pengendali utama dalam isu-isu kedaulatan, pertahanan, serta ekonomi nasional. Pendekatan ini mencerminkan keyakinannya bahwa sentralisasi kekuasaan akan menciptakan stabilitas dan efisiensi dalam implementasi kebijakan.
Namun, pendekatan sentralistik ini juga menimbulkan kritik. Beberapa pihak berpendapat bahwa pendekatan semacam ini dapat mengurangi ruang bagi pemerintah daerah, organisasi masyarakat, atau kelompok akar rumput untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan. Akibatnya, keputusan yang diambil sering kali kurang mencerminkan kebutuhan lokal atau nuansa kontekstual di lapangan.
Prabowo juga dikenal menganut pendekatan top-down, di mana ia mengarahkan visi besar dari atas, dengan harapan implementasinya dapat berjalan selaras di setiap lini. Hal ini sejalan dengan gaya kepemimpinan militer yang menjadi latar belakangnya, di mana disiplin dan hierarki menjadi kunci utama dalam pengambilan keputusan. Namun, konsekuensinya, fleksibilitas dalam proses pelaksanaan kebijakan bisa menjadi terbatas, terutama jika kebijakan tersebut kurang mengakomodasi keragaman kondisi di tingkat lokal.
Ke tiga, Tekad Mengatasi Konflik Politik vs Kontroversi Internal. Prabowo Subianto, seorang tokoh dengan pengalaman panjang di dunia politik dan militer Indonesia, sering menyuarakan komitmennya untuk menjaga perdamaian dan meredam konflik di Tanah Air. Visi ini, yang tercermin dalam pidato-pidatonya, tampaknya bersandar pada keyakinan bahwa stabilitas adalah fondasi utama kemajuan bangsa. Dengan retorika yang mengedepankan harmoni dan dialog, ia berulang kali menyerukan persatuan di tengah keberagaman yang sering kali rentan terhadap perpecahan.
Namun, dalam praktiknya, kebijakan-kebijakan yang diambilnya kerap menunjukkan kontradiksi yang mencolok. Di satu sisi, Prabowo mengedepankan gagasan rekonsiliasi nasional sebagai upaya mengatasi polarisasi politik. Akan tetapi, di sisi lain, ia mendukung kebijakan-kebijakan yang cenderung sentralistik dan represif, yang justru dapat memicu resistensi dari kelompok-kelompok tertentu. Misalnya, pendekatan keamanan yang keras dalam menangani isu-isu separatisme di wilayah-wilayah sensitif seperti Papua, sering kali menuai kritik karena dianggap lebih memprioritaskan pendekatan militer daripada dialog humanis.
Ambivalensi ini juga tampak dalam kebijakan pembangunan yang digagasnya. Prabowo mendukung proyek-proyek besar yang berfokus pada pemerataan ekonomi dan infrastruktur di daerah-daerah tertinggal, tetapi sering kali pendekatan tersebut kurang melibatkan partisipasi masyarakat lokal. Ketidaksinkronan ini menimbulkan persepsi bahwa niat baik untuk membangun justru bisa mengalienasi komunitas yang merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
Kebijakan Prabowo mencerminkan dilema klasik seorang pemimpin yang ingin menjaga stabilitas, tetapi menghadapi tantangan besar dalam mengharmoniskan antara visi damai dan realitas kebijakan yang terkesan tidak selalu sejalan dengan komitmen tersebut. Di tengah kompleksitas dinamika sosial-politik Indonesia, langkah-langkahnya menjadi bahan perdebatan yang terus mengemuka: apakah ini sekadar strategi pragmatis, ataukah cerminan ambiguitas dalam memahami akar konflik yang sesungguhnya?
Ke empat, Komitmen terhadap Demokrasi vs Langkah yang Dianggap Otoritarian. Dalam narasi kepemimpinannya, Prabowo Subianto sering kali menegaskan komitmennya terhadap penguatan demokrasi di Indonesia. Ia berulang kali menyuarakan pentingnya penegakan kedaulatan rakyat, penghormatan terhadap prinsip-prinsip demokrasi, serta perlunya menciptakan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Retorika ini sejalan dengan visi besar untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat, berdaulat, dan mandiri, sekaligus tetap menghormati hak-hak rakyatnya
Namun, langkah-langkah kebijakan tertentu di bawah kepemimpinannya terkadang memicu perdebatan publik dan dianggap bertolak belakang dengan prinsip demokrasi itu sendiri. Misalnya, keputusan untuk memperkuat pengawasan terhadap media sosial dengan alasan menjaga stabilitas nasional dan melawan penyebaran disinformasi justru dikritik sebagai potensi pembatasan kebebasan berekspresi. Kebijakan semacam ini memunculkan dilema: di satu sisi, diperlukan untuk menjaga ketertiban dan mencegah polarisasi, tetapi di sisi lain, dapat menimbulkan kekhawatiran tentang penyalahgunaan kekuasaan
Ambivalensi ini mencerminkan kontradiksi yang sering terjadi dalam pemerintahan otoritas yang berniat memperkuat demokrasi tetapi juga menghadapi tekanan untuk menjaga stabilitas. Bagi para pendukungnya, Prabowo dilihat sebagai sosok yang berusaha mengatasi tantangan kompleks dalam mempertahankan keseimbangan antara kebebasan dan keamanan. Namun, bagi para kritikus, kebijakan-kebijakan tersebut menjadi sinyal pergeseran ke arah sentralisasi kekuasaan yang berpotensi mengikis ruang partisipasi masyarakat sipil.
Ke lima, Tantangan Demokrasi dan HAM. Dalam pidato-pidatonya, ia sering menekankan pentingnya kedaulatan rakyat, keberlanjutan pembangunan nasional, serta penguatan negara dalam melindungi kepentingan masyarakat luas.
Namun, di sisi lain, latar belakang Prabowo sebagai seorang mantan perwira tinggi militer yang pernah tersandung isu pelanggaran hak asasi manusia kerap menjadi catatan kelam yang sulit dilepaskan. Meskipun tidak pernah terbukti secara hukum, narasi ini tetap mengemuka dalam diskursus publik, menimbulkan keraguan atas komitmennya terhadap prinsip perlindungan hak asasi manusia.
Dalam berbagai kesempatan, Prabowo juga sering mengungkapkan pandangan yang dianggap "berlawanan arah" dengan nilai-nilai demokrasi. Pernyataannya yang menyinggung perlunya ketegasan negara atau kekuasaan yang terpusat demi stabilitas nasional kadang diinterpretasikan sebagai ancaman terhadap kebebasan sipil.
Sikap politiknya yang mendukung koalisi besar dengan berbagai partai bahkan dengan mantan rival politiknya juga dianggap sebagian pihak sebagai langkah pragmatis yang mengurangi daya kritis dalam demokrasi.
Ambivalensi ini menjadikan Prabowo sebagai figur yang memecah opini publik. Bagi pendukungnya, ia adalah sosok pemimpin yang pragmatis, realistis, dan siap mengambil langkah tegas demi kepentingan bangsa. Namun bagi para skeptis, jejak masa lalu dan sebagian retorikanya dianggap mengindikasikan potensi pelemahan terhadap prinsip demokrasi dan perlindungan hak-hak fundamental.
Kritik dari berbagai organisasi, seperti Greenpeace dan Walhi, menyoroti kebijakan pemerintah yang dianggap melanggengkan perusakan lingkungan dan menguntungkan oligarki. Selain itu, ruang kebebasan sipil dinilai menyusut, ditandai dengan represi, impunitas, dan kriminalisasi aktivis, sehingga menimbulkan keraguan atas komitmen pemerintah terhadap demokrasi dan hak asasi manusia.
Ironi ironi tersebut memperlihatkan bagaimana tantangan di lapangan sering kali berbeda dengan janji kampanye. Dalam konteks politik, sering kali terdapat kesenjangan antara harapan masyarakat dan realitas pemerintahan. Namun, perlu juga dicatat bahwa 100 hari pertama hanyalah awal dari perjalanan panjang, sehingga evaluasi lebih menyeluruh akan memerlukan waktu dan hasil nyata dari kebijakan yang diterapkan.
Dengan adanya upaya upaya kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintahan Prabowo dibidang politik dalam 100 hari pertama pemerintahannya , menyusul adanya ironi ironi yang menyertainya, lalu bagaimana kebijakan yang seharusnya diambil ke depannya ?.
Langkah langkah berikut ini barangkali bisa dijadikan upaya perbaikan kebijakan di bidang politik oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka:
Pertama, Penguatan Demokrasi dan Supremasi Hukum.Demokrasi dan supremasi hukum merupakan pilar utama yang menjaga stabilitas, keadilan, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Prabowo sebagai Presiden perlu memperkuat kedua elemen ini bukan hanya menjadi tanggung jawab moral, tetapi juga kebutuhan mendesak untuk memastikan keberlanjutan pembangunan nasional.
Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia memiliki tantangan besar dalam menjaga kualitas demokrasi di tengah dinamika politik global dan domestik. Ketidakstabilan politik, penyalahgunaan kekuasaan, hingga praktik korupsi yang masih sering terjadi adalah ancaman nyata bagi keberlangsungan demokrasi.
Oleh karena itu, pemerintahan Prabowo perlu memberikan prioritas pada penguatan institusi demokrasi, memastikan bahwa kebebasan berekspresi dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan politik tetap terjamin. Demokrasi yang kuat hanya bisa terwujud jika ada ruang yang adil bagi semua elemen masyarakat untuk terlibat, tanpa rasa takut akan intimidasi atau marginalisasi.
Di sisi lain, supremasi hukum merupakan fondasi dari keadilan sosial. Penegakan hukum yang tegas, adil, dan tidak pandang bulu harus menjadi fokus utama. Ketimpangan dalam penerapan hukum, impunitas bagi pelaku kejahatan tertentu, dan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan menjadi tantangan serius.
Pemerintahan Prabowo harus mampu membangun sistem hukum yang transparan dan akuntabel, memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya, dan memastikan bahwa hukum benar-benar menjadi pelindung bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan alat bagi segelintir elit.
Kedua, Reformasi Partai Politik.Partai politik adalah pilar utama demokrasi yang menentukan kualitas pemerintahan dan kebijakan publik. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, partai politik di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan besar, seperti lemahnya kaderisasi, politik uang, maraknya dinasti politik, rendahnya akuntabilitas, serta minimnya transparansi dalam pengelolaan keuangan dan pengambilan keputusan. Jika tantangan ini terus dibiarkan, kepercayaan publik terhadap partai politik akan semakin terkikis, mengancam keberlanjutan demokrasi itu sendiri.
Pemerintahan Prabowo, dengan mandat besar dari rakyat, perlu memanfaatkan peluang untuk memimpin reformasi partai politik demi memperkuat fondasi demokrasi Indonesia. Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk reformasi partai politik antara lain dengan cara : (1).Memperbaiki Kualitas Kaderisasi (2).Mencegah Praktik Politik Transaksional (3).Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas (4).Menjawab Aspirasi Generasi Muda (5).Memulihkan Kepercayaan Publik
Reformasi partai politik bukan hanya soal memperbaiki sistem internal partai, tetapi juga tentang memastikan bahwa partai politik benar-benar menjadi alat perjuangan aspirasi rakyat, bukan sekadar alat kekuasaan. Dengan reformasi ini, pemerintahan Prabowo tidak hanya akan mencatatkan sejarah sebagai pemerintahan yang proaktif dan progresif, tetapi juga meninggalkan warisan besar bagi masa depan demokrasi Indonesia.
Ketiga, Mendorong Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah.Pemerintahan Prabowo memiliki peluang besar untuk memperkuat dan mereformasi kebijakan desentralisasi demi menciptakan tata kelola pemerintahan yang lebih inklusif, efektif, dan berkeadilan. Beberapa alasan yang membuat langkah ini sangat mendesak untuk dilakukan diantaranya karena melalui kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah bisa mendorong pemerataan pembangunan.
Saat ini ketimpangan pembangunan antara pusat dan daerah masih menjadi masalah utama. Banyak daerah, khususnya di luar Pulau Jawa, belum mendapatkan akses yang adil terhadap infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan. Desentralisasi yang lebih efektif dapat memastikan bahwa setiap daerah memiliki wewenang dan sumber daya untuk mengelola pembangunan sesuai dengan kebutuhan lokal mereka.
Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah juga bisa memperkuat responsivitas Pemerintah Daerah. Karena setiap daerah memiliki karakteristik unik yang membutuhkan pendekatan kebijakan yang spesifik. Dengan otonomi yang lebih kuat, pemerintah daerah dapat lebih responsif dalam menangani kebutuhan masyarakat, seperti penanganan bencana, konflik sosial, atau pengelolaan sumber daya alam.
Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah juga dapat mengoptimalkan potensi ekonomi Lokal. Saat ini banyak daerah di Indonesia memiliki potensi ekonomi yang belum tergarap secara maksimal karena keterbatasan wewenang dan birokrasi yang masih terlalu tersentralisasi. Dengan desentralisasi yang lebih terarah, daerah dapat mengembangkan sektor unggulan mereka, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Selain itu kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah mampu mengurangi beban Pemerintah Pusat. Karena Pemerintah pusat sering kali kewalahan menangani berbagai isu di daerah yang sebenarnya dapat dikelola secara mandiri oleh pemerintah daerah. Dengan memberikan wewenang lebih besar kepada daerah, pemerintah pusat dapat fokus pada kebijakan makro yang bersifat strategis, seperti pertahanan, kebijakan luar negeri, dan stabilitas ekonomi nasional.
Kebijakan desentralisasi yang efektif juga dapat meredam potensi konflik horizontal dan gerakan separatisme dengan memberikan ruang bagi masyarakat untuk merasa diakui dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Hal ini akan memperkuat rasa kebersamaan sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu, dengan otonomi daerah yang diperkuat, pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan di tingkat lokal dapat lebih efektif, karena masyarakat memiliki akses lebih dekat untuk mengawasi kinerja pemerintah daerah. Namun, ini harus diimbangi dengan penguatan sistem akuntabilitas untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
Dengan melaksanakan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang lebih baik, pemerintahan Prabowo tidak hanya akan menciptakan pemerataan pembangunan yang berkeadilan, tetapi juga memperkuat persatuan bangsa dengan memberikan ruang bagi daerah untuk berkembang sesuai potensi dan kebutuhannya. Ini adalah langkah strategis untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai negara maju yang inklusif dan berdaya saing di era global.
Ke empat, Peningkatan Kualitas Pemilu. Pasca pelaksanaan pemilu 2024 yang disinyalir paling brutal dalam sejarah karena diwarnai banyak kecurangan, antara lain dengan adanya isu keterlibatan partai coklat, maka peningkatan kualitas pemilu mendatang menjadi sangat urgen untuk dilakukan.
Dalam kaitan tersebut, Pemerintahan Prabowo memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa demokrasi di Indonesia berjalan dengan adil, transparan, dan berintegritas. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, kualitas pemilu di Indonesia tidak hanya menentukan arah bangsa, tetapi juga mencerminkan kredibilitas kita di mata dunia
Pemilu adalah fondasi demokrasi. Melalui proses inilah, rakyat menentukan pemimpin yang akan membawa mereka menuju masa depan yang lebih baik. Namun, pemilu yang cacat, baik karena kelemahan teknis, kecurangan, maupun kurangnya transparansi, dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga negara. Oleh karena itu, pemerintahan Prabowo harus menjadikan peningkatan kualitas pemilu sebagai prioritas utama.
Meningkatkan kualitas pemilu bukan hanya tentang memperbaiki teknis pelaksanaan, tetapi juga membangun kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi. Pemerintahan Prabowo memiliki peluang emas untuk mencatat sejarah sebagai pemimpin yang berhasil memperkokoh demokrasi Indonesia. Dengan langkah-langkah yang progresif dan berpihak kepada rakyat, Indonesia bisa menjadi contoh demokrasi yang sehat dan berintegritas di kawasan maupun dunia.Karena pada akhirnya, demokrasi yang kuat hanya dapat dibangun di atas fondasi pemilu yang berkualitas.
Ke lima, Menjaga Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional. Di tengah dinamika global yang semakin kompleks dan tantangan domestik yang terus berkembang, peran pemerintahan dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan nasional menjadi sangat krusial. Dalam konteks ini, pemerintahan di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto sudah seharusnya untuk terus menjalankan komitmennya dalam mewujudkan stabilitas yang berkelanjutan demi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Stabilitas politik adalah fondasi utama dari keberlanjutan pembangunan. Dengan terciptanya iklim politik yang kondusif, pemerintah dapat melaksanakan program-program strategis tanpa gangguan.
Di sisi lain, keamanan nasional menjadi prioritas utama dalam menjaga kedaulatan negara. Ancaman terhadap keamanan, baik yang bersifat tradisional seperti konflik perbatasan maupun non-tradisional seperti kejahatan siber dan terorisme, memerlukan respons yang cepat dan tepat. Prabowo, dengan latar belakangnya yang solid di bidang pertahanan, bisa membawa keunggulan dalam memformulasikan strategi keamanan yang adaptif. Maka sudah selayaknya kalau Prabowo memperkuat TNI dan Polri, meningkatkan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista), serta membangun ketahanan nasional berbasis teknologi dan sumber daya manusia.
Lebih jauh lagi, stabilitas politik dan keamanan nasional adalah syarat mutlak untuk menciptakan iklim investasi yang menarik dan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Dengan adanya stabilitas, Indonesia dapat menjadi pusat perhatian dunia, mendorong investasi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dengan memprioritaskan stabilitas politik dan keamanan nasional, Prabowo tidak hanya melindungi kedaulatan bangsa, tetapi juga meletakkan dasar yang kokoh untuk mewujudkan Indonesia sebagai kekuatan global yang dihormati.
Demikian beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh Pemerintahan Prabowo ke depannya khususnya dibidang politik. Langkah lain bisa dilakukan misalnya dengan terus mendorong upaya digitalisasi pemerintahan yaitu dengan mengembangkan e-government yang transparan untuk meningkatkan efisiensi dan keterbukaan dalam administrasi pemerintahan serta menerapkan sistem pengawasan berbasis teknologi untuk memantau kinerja pejabat publik dan mengurangi potensi korupsi.
Selain itu secara politik bisa terus dilakukan upaya peningkatan partisipasi publik yaitu dengan memfasilitasi keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan melalui platform digital dan musyawarah publik yang lebih efektif serta meningkatkan literasi politik masyarakat agar lebih kritis dan aktif dalam proses demokrasi.
Yang jelas dalam 100 hari pertama kepemimpinan Presiden Prabowo, kita sudah bisa menyaksikan langkah-langkah konkret dalam memperkuat fondasi politik nasional. Upaya merajut persatuan dalam keberagaman, memperbaiki tata kelola pemerintahan, serta mengedepankan dialog konstruktif di tingkat nasional maupun internasional menjadi bukti nyata komitmen pemerintah terhadap visi politik yang berdaulat, stabil, dan inklusif.
Meski tantangan masih membentang di depan, semangat kolaborasi lintas sektor, dedikasi terhadap rakyat, dan tekad untuk memperjuangkan kepentingan bangsa menjadi penopang utama dalam setiap langkah. Dalam waktu singkat, pemerintahan ini telah memulai perjalanan penting menuju transformasi politik yang mendukung pembangunan jangka panjang.
Ke depannya, pemerintah berkomitmen untuk terus mengawal reformasi politik yang menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama. Dengan kerja sama seluruh elemen bangsa, kita optimis akan hadirnya Indonesia yang lebih kuat, lebih mandiri, dan lebih berdaulat. Karena masa depan bangsa ada di tangan kita semua. Mari melangkah bersama, menyongsong hari-hari penuh harapan.
Komentar