Nawaitu Redaksi
Pemerintahan Prabowo dan Ironi 100 Hari Kinerja Pemberantasan KKN

Aktivis GMNI ( German Mahasiswa National Indonesia) melakukan aksi di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) pada Kamis (16/1/2025). Meraka Menuntut agar KPK sagera mengusut Dugan korupsi Joko Widodo dan keluarganya. Robinson Nainggolan
Jakarta, law-justice.co - Survei Litbang Kompas menunjukkan bahwa 80,9 persen rakyat puas terhadap pemerintahan Prabowo Subianto di 100 hari pertamanya. Capaian Prabowo ini mengalahkan kinerja Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang cuma mampu meraih 65 persen dalam 100 hari pertama kerjanya.
Namun dibidang pemberantasan korupsi, kinerjanya dinilai agak mengecewakan. Tingkat kepuasan terhadap pemberantasan korupsi berada di angka 69,9 persen, menunjukkan bahwa sektor ini masih menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi pemerintah.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai semangat pemberantasan dan penanganan korupsi di 100 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran belum tampak. ICW mengingatkan pemberantasan korupsi tak bisa lepas dari proses pengusutan, jerat pidana setimpal hingga pengembalian aset kepada negara.
“100 hari Prabowo-Gibran ini tentu kita lihat sebagai suatu indikator sejauh mana keseriusan dan komitmen Presiden Prabowo. Sebagaimana tertuang dalam Asta Cita untuk memperkuat gerakan anti korupsi ICW memandang dalam 100 hari ini paling tidak belum terlihat,” ujar peneliti ICW, Tibiko Zabar, seperti dikutip media pada Jumat (24/1/2025).
100 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memang menjadi titik penting dalam perjalanan Indonesia. Dalam periode ini, berbagai langkah strategis telah diambil, termasuk dibidang pemberantasan korupsi.
Bidang pemberantasan korupsi merupakan salah satu indikator utama bagi terciptanya pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Lalu seperti apa gambaran upaya yang telah dicapai oleh pemerintahan Prabowo dalam 100 hari dibidang pemberantasan korupsi ?. Seperti apa pula gambaran ironi yang menyertai pemerintahan Prabowo selama 100 hari pertama dibidang pemberantasan korupsi ?, Ke depan langkah langkah apa yang sebaiknya dilakukan oleh Pemerintahan Prabowo untuk menanganani isu krusial dalam pemberantasan korupsi ?
100 Hari Bidang Pemberantasan Korupsi
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah menyatakan komitmen untuk memperkuat pemberantasan korupsi dan memastikan independensi lembaga antikorupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam pidatonya pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029, Presiden Prabowo menegaskan perlunya menghapus praktik korupsi, termasuk mark-up proyek dan manipulasi anggaran, yang merugikan negara dan rakyat.
Agenda antikorupsi Pemerintahan Prabowo-Gibran tercermin dalam Astacita atau salah satu dari delapan misi yang diusung sejak masa kampanye, yaitu akan memperkuat reformasi politik, hukum dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba.
Secara lebih terperinci beberapa agenda antikorupsi dalam Astacita antara lain, Pertama, mengatur sistem pendanaan dan pembiayaan politik yang transparan. Kedua, melakukan penguatan KPK, Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman serta menjamin untuk tidak mengintervensi penegakan kasus korupsi. Ketiga, menjadikan KPK sebagai center of excellence dalam upaya pemberantasan korupsi yang bersifat preventif.
Keempat, memperkuat program edukasi anti-korupsi bagi generasi muda, serta bekerja sama dengan swasta untuk menguatkan sinergi gerakan anti-korupsi di sektor swasta dan publik. Kelima, revitalisasi pengawasan melalui pembangunan inspektorat (independen dan akuntabel) dan pengawasan kebocoran penerimaan perpajakan yang dikombinasikan sistem transaksi keuangan yang bersifat bankable dan pembayaran non-tunai.
Agenda antikorupsi tersebut kemudian dibumbui pernyataan Presiden Prabowo yang tajam dan menjanjikan. Seperti akan mengejar koruptor sampai antartika, ikan busuk dari kepala dan pernyataan jangan ada loyalitas jiwa korps yang keliru.
Dalam 100 hari pertama Pemerintahannya, Prabowo telah mengambil langkah untuk memberantas budaya korupsi yang selama ini menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Langkah-langkah yang telah dilaksanakan antara lain:
Pertama, Seruan Pengembalian Aset Korupsi: Prabowo Subianto, dalam sejumlah pidatonya, telah menegaskan pentingnya pengembalian aset yang diperoleh melalui tindakan korupsi. Dengan penuh keyakinan, ia menyerukan agar para pelaku korupsi yang telah merampas kekayaan negara segera mengembalikan hasil kejahatannya kepada rakyat. Bagi Prabowo, pengembalian aset ini bukan hanya soal memulihkan kerugian negara, tetapi juga sebagai upaya untuk menegakkan keadilan sosial yang sesungguhnya.
Menurut Prabowo, korupsi merupakan musuh utama bangsa yang telah menghancurkan fondasi ekonomi negara, memperburuk ketimpangan sosial, dan merampas hak-hak rakyat. Ia percaya bahwa untuk membangun negara yang adil dan makmur, diperlukan komitmen yang kuat dalam menuntut pertanggungjawaban terhadap semua pihak yang terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Prabowo mengingatkan bahwa aset-aset yang telah disalahgunakan harus dikembalikan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat. Ia menegaskan bahwa tidak ada kompromi dalam hal ini, dan pemerintah harus memiliki ketegasan serta keberanian untuk bertindak. Pengembalian aset korupsi akan menjadi simbol bahwa negara tidak memberi ruang bagi tindakan merugikan rakyat.
Dalam pandangannya, pengembalian aset bukan hanya soal pemulihan finansial, tetapi juga tentang mengembalikan martabat dan kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Bagi Prabowo, langkah ini adalah bagian dari upaya besar untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, adil, dan sejahtera bagi seluruh bangsa Indonesia.
Dengan semangat yang membara, Prabowo mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama mendukung langkah tegas dalam memberantas korupsi, mengembalikan aset negara, dan membangun Indonesia yang lebih kuat, lebih adil, dan lebih makmur.
Kedua, Reformasi Proses Pengadaan Barang dan Jasa. Upaya pemberantasan korupsi dalam pemerintahan Prabowo melalui reformasi proses pengadaan barang dan jasa menjadi tonggak penting dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel. Reformasi ini bertujuan untuk mengubah cara kerja pengadaan yang sering kali disalahgunakan sebagai celah untuk praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pemerintahan Prabowo menyadari bahwa proses pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu sektor rawan penyalahgunaan anggaran negara. Oleh karena itu, langkah pertama yang diambil adalah dengan memperkenalkan sistem digitalisasi yang lebih transparan. Penggunaan platform elektronik dalam proses tender memungkinkan setiap transaksi dapat dipantau secara real-time, mengurangi ruang bagi pihak yang ingin memanipulasi hasil lelang.
Selain itu, kebijakan penguatan regulasi dan penerapan sanksi tegas terhadap pelanggar juga menjadi bagian dari reformasi ini. Pemerintah memastikan bahwa setiap proses pengadaan dilaksanakan sesuai dengan prinsip keadilan, efisiensi, dan transparansi. Pengawasan dari lembaga eksternal seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga diperkuat untuk memastikan bahwa setiap tahapan pengadaan diawasi dengan ketat
Dalam rangka mendukung implementasi reformasi, pemerintah juga melakukan pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di bidang pengadaan. Para pejabat yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa diberikan pendidikan mengenai pentingnya integritas dan etika kerja dalam menjalankan tugas mereka.
Dengan langkah-langkah tersebut, pemerintah Prabowo berharap dapat menciptakan sistem pengadaan yang bersih, adil, dan bebas dari praktik korupsi. Reformasi ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi belanja negara, tetapi juga membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, serta memberikan dampak positif bagi pembangunan ekonomi dan sosial bangsa.
Ketiga, Peningkatan Sanksi Hukum bagi Pelaku Korupsi.Dalam 100 hari pertama kepemimpinannya, Prabowo menginginkan diterapkannya sanksi hukum yang berat bagi pelaku korupsi.Langkah ini perlu diambil bertujuan untuk memberikan efek jera dan mempercepat proses pemberantasan tindak pidana korupsi di tanah air.
Prabowo Subianto menyampaikan pandangannya bahwa hukuman 6 setengah tahun yang dijatuhkan kepada seorang pelaku tindak pidana seperti koruptor timah Harvey Mois dinilai masih dianggap kurang berat. Dalam pernyataannya, Prabowo menilai bahwa hukuman tersebut tidak memberikan efek jera yang cukup kuat untuk mencegah tindakan kriminal serupa di masa depan. Menurutnya, dalam beberapa kasus, hukuman yang lebih berat perlu diberikan untuk menunjukkan keseriusan negara dalam menanggulangi kejahatan yang merugikan masyarakat.
Prabowo juga menekankan pentingnya keadilan yang ditegakkan dengan tegas, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan publik dan menciptakan rasa aman. Ia berpendapat bahwa sistem hukum harus mampu memberikan sanksi yang setimpal dengan dampak yang ditimbulkan oleh tindakan kejahatan tersebut. Oleh karena itu, hukuman yang dianggap terlalu ringan dapat berisiko meremehkan ancaman yang sebenarnya dan mengurangi efektivitas pemidanaan dalam memperbaiki perilaku pelaku kejahatan.
Ke empat, Penetapan lima korporasi yang terlibat dalam korupsi tata niaga timah periode 2015-2022 oleh Kejaksaan Agung.Pada tanggal 25 Januari 2025, Kejaksaan Agung Republik Indonesia resmi mengumumkan penetapan lima korporasi sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata niaga timah periode 2015-2022. Penetapan ini merupakan hasil penyelidikan panjang yang melibatkan berbagai instansi terkait, yang memfokuskan pada praktik penyalahgunaan kewenangan dan manipulasi dalam perdagangan timah di Indonesia.
Kelima perusahaan yang terlibat dalam kasus ini diduga telah melakukan pelanggaran berat dengan cara memanipulasi harga timah, menghindari kewajiban pembayaran pajak, serta melakukan transaksi ilegal untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Praktik ini menyebabkan kerugian negara yang signifikan, serta merugikan perekonomian nasional, khususnya sektor pertambangan timah yang merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia.
Penetapan korporasi sebagai tersangka ini adalah bagian dari upaya Kejaksaan Agung untuk memberantas korupsi di sektor sumber daya alam, terutama yang melibatkan badan usaha besar yang memiliki pengaruh besar di pasar global. Kejaksaan Agung juga menegaskan bahwa tindakan ini bukan hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga sebagai peringatan bagi pelaku usaha lainnya agar tidak terlibat dalam praktik koruptif yang merugikan negara dan masyarakat.
Tindak lanjut dari penetapan ini akan melibatkan proses hukum yang transparan dan adil, dengan harapan dapat memulihkan kerugian negara dan memberikan efek jera bagi perusahaan lain yang berniat melakukan pelanggaran serupa. Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya untuk terus memantau dan mengusut tuntas kasus-kasus korupsi yang melibatkan korporasi besar demi menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan berkeadilan di Indonesia.
Secara umum, selama 100 hari masa kepemimpinannya, Prabowo memang tak tampak adanya sinyal dan gebrakan untuk segera merealisasikan agenda antikorupsi Pemerintah Prabowo-Gibran tersebut, bahkan cenderung berbalik arah dan terkesan toleran terhadap koruptor. Gejolak politik 2024 hingga warisan buruk Jokowi sedikit banyak mempengaruhi situasi pemberantasan korupsi hari ini.
Menurut ICW, hingga 100 hari masa kepemimpinan Prabowo, belum tampak sinyal atau gebrakan signifikan untuk merealisasikan agenda antikorupsi yang dijanjikan. ICW mencatat bahwa penegakan hukum dan pemberantasan korupsi masih belum sepenuhnya bekerja untuk kepentingan negara, dan cenderung berbalik arah serta terkesan toleran terhadap koruptor.
Secara keseluruhan, meskipun ada beberapa langkah yang diambil, evaluasi kritis menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran masih memerlukan perbaikan dan komitmen yang lebih kuat.
Publik memiliki ekspektasi tinggi terhadap komitmen pemberantasan korupsi dari pemerintahan Prabowo, mengingat dalam kampanyenya, biasanya Prabowo dan timnya menekankan pentingnya tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan antikorupsi.retorika Prabowo sering menyinggung perlunya memberantas praktik korupsi yang merusak kedaulatan bangsa, termasuk korupsi di sektor strategis seperti sumber daya alam, infrastruktur, dan birokrasi.
Prabowo juga berjanji untu melakukan reformasi hukum melalui pembenahan lembaga penegak hukum (seperti KPK, Polri, dan Kejaksaan) untuk memastikan mereka bekerja secara independen dan efektif tanpa intervensi politik.
Tetapi kenyataannya selama 100 hari pemerintahannya, beberapa dinamika memperlihatkan ironi yang dapat dipertanyakan dalam realisasi janji Prabowo dalam pemberantasan korupsi, diantaranya:
Pertama, Penunjukan Pejabat dengan Latar Belakang Bermasalah. Ironi pengangkatan sejumlah menteri dalam kabinet Prabowo begitu terasa. Di tengah janji perubahan dan komitmen untuk menghadirkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, sejumlah nama yang diangkat justru menimbulkan tanda tanya. Banyak di antaranya yang memiliki rekam jejak yang dipenuhi kontroversi, dari dugaan korupsi hingga keterlibatan dalam kebijakan yang merugikan masyarakat.
Sebagian besar publik berharap bahwa kabinet yang dibentuk akan mencerminkan wajah pemerintahan yang transparan, profesional, dan berfokus pada kesejahteraan rakyat. Namun, kehadiran para menteri yang terindikasi bermasalah justru membuka ruang untuk pertanyaan tentang integritas pemerintahan yang baru. Ini menjadi sebuah ironi—ketika harapan akan perubahan bertemu dengan kenyataan bahwa kekuasaan masih dimanfaatkan oleh mereka yang sudah lama dikenal dengan skandal dan dugaan pelanggaran hukum.
Di satu sisi, langkah ini mungkin dimaksudkan untuk menjaga stabilitas politik atau untuk merangkul berbagai pihak. Namun, di sisi lain, pengangkatan para menteri yang dinilai bermasalah ini malah berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah. Ironisnya, kehadiran mereka justru menegaskan ketidakmampuan untuk melakukan perubahan nyata, yang seharusnya menjadi alasan utama bagi kepemimpinan yang baru.
Kedua, Minimnya Penguatan terhadap KPK. Pemerintahan Prabowo, yang sejak awal menjanjikan komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi, menghadapi kontradiksi yang mencolok dalam langkah-langkah kebijakannya. Meski selalu menegaskan pentingnya integritas dan transparansi dalam pemerintahan, ironisnya, langkah yang diambil untuk memberantas korupsi justru tidak memperlihatkan upayanya untuk memperkuat lembaga yang paling berperan dalam hal tersebut, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sementara pemerintah menyuarakan semangat untuk menindak tegas korupsi, penguatan lembaga seperti KPK, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam perang melawan praktik korupsi, malah terabaikan.
Pada hal pemberantasan korupsi seharusnya tidak hanya berbicara soal retorika dan kebijakan, tetapi juga soal membangun lembaga-lembaga yang memiliki daya tangkap dan kekuatan untuk melaksanakan tugasnya. KPK, yang telah terbukti menjadi ujung tombak dalam pemberantasan korupsi, perlu didorong agar semakin kuat, bukan malah dilemahkan atau dibatasi ruang geraknya. Namun, kenyataan yang ada justru menunjukkan sebaliknya, menciptakan ironi yang semakin mendalam bagi masyarakat yang berharap pada perubahan.
Ketiga, Tumpang Tindih Narasi dan Aksi.Dalam sebuah pidato resmi yang penuh tegas, Prabowo Subianto menyampaikan komitmennya untuk memberantas korupsi di Indonesia, menegaskan bahwa pemberantasan harus dimulai dari akar-akarnya. Kata-katanya memancarkan semangat reformasi dan perubahan yang diharapkan dapat merombak struktur pemerintahan yang dianggap sudah terjerat oleh praktik korupsi yang merajalela.
Namun, meskipun pidatonya penuh dengan semangat pemberantasan korupsi, langkah-langkah yang diambil di lapangan sering kali mengarah pada pragmatisme dan kompromi politik. Alih-alih mengambil tindakan radikal, banyak keputusan yang diambil menunjukkan keluwesan dalam beradaptasi dengan kenyataan politik, berusaha menjaga keseimbangan antara kepentingan politik dan janji reformasi. Sering kali, langkah-langkah yang diambil lebih fokus pada pengelolaan konflik politik dan penguatan posisi dalam pemerintahan, ketimbang tindakan nyata yang berani untuk mengatasi akar masalah korupsi.
Ambivalensi ini muncul sebagai kesenjangan antara janji besar dalam pidato resmi dan realitas politik yang dihadapi. Meskipun retorika tentang pemberantasan korupsi menjadi semangat utama, praktek pragmatis dalam pengambilan keputusan justru menghadirkan pertanyaan: apakah komitmen terhadap pemberantasan korupsi benar-benar akan diwujudkan, ataukah hanya menjadi alat untuk meraih stabilitas politik semata?
Ke empat, Paradoks Peningkatan Belanja Negara dan Transparansi Anggaran.Pada pemerintahan Prabowo, terdapat paradoks yang menarik antara peningkatan belanja negara dan transparansi anggaran yang diupayakan. Di satu sisi, pemerintah berusaha meningkatkan belanja negara untuk mendorong pembangunan infrastruktur, program kesejahteraan sosial, dan peningkatan kapasitas ekonomi nasional. Peningkatan belanja ini bertujuan untuk mempercepat kemajuan negara, mengurangi kesenjangan sosial, dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas bagi masyarakat.
Namun, di sisi lain, ada tantangan besar dalam memastikan transparansi anggaran. Meski pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, proses alokasi anggaran yang begitu besar sering kali mengundang pertanyaan tentang efisiensi dan pengawasan yang tepat. Dalam banyak kasus, ada kekhawatiran bahwa sejumlah besar dana bisa saja terjebak dalam birokrasi yang rumit atau bahkan disalahgunakan dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Peningkatan belanja negara yang besar ini sering kali tampak bertentangan dengan janji-janji transparansi, karena meskipun ada usaha untuk memperbaiki sistem pengelolaan anggaran, tantangan dalam mengelola dana besar sering kali membuka celah untuk ketidakjelasan. Keterbukaan informasi anggaran, meski lebih baik dibandingkan periode sebelumnya, kadang-kadang masih terbatas oleh mekanisme birokrasi yang kompleks dan ketergantungan pada sistem yang belum sepenuhnya terintegrasi.
Sehingga, paradoks yang muncul adalah bagaimana pemerintahan yang berfokus pada peningkatan belanja negara dalam rangka pembangunan dan kesejahteraan justru dihadapkan pada tantangan besar dalam memastikan anggaran tersebut dikelola secara transparan, efektif, dan bebas dari penyimpangan.
Kelima, Minimnya Kasus Besar yang Dituntaskan.Dalam 100 hari pemerintahan Prabowo, perhatian publik tertuju pada berbagai janji besar yang telah disampaikan selama masa kampanye. Namun, meskipun telah banyak upaya dilakukan, sejumlah kasus besar yang menjadi sorotan masyarakat dan media belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian yang signifikan. Berbagai skandal dan persoalan hukum yang sempat mengemuka, seperti dugaan korupsi di sektor-sektor strategis, masalah hak asasi manusia, serta persoalan terkait penegakan hukum di beberapa daerah, masih bergulir tanpa adanya perkembangan yang menggembirakan.
Kasus-kasus besar yang seharusnya menjadi prioritas penuntasan pada masa awal pemerintahan terkesan stagnan. Masyarakat menunggu adanya tindakan konkret dari pemerintah, namun sebagian besar dari mereka merasa kecewa dengan minimnya transparansi dan kejelasan langkah hukum yang diambil. Dalam beberapa hal, bukannya menanggapi masalah tersebut dengan tindakan tegas, pihak berwenang justru terkesan lambat, bahkan cenderung menghindar. Pada saat yang sama, narasi tentang penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu seolah belum terwujud dalam praktik pemerintahan sehari-hari.
Keadaan ini semakin memunculkan keraguan di benak publik tentang komitmen pemerintah terhadap penyelesaian masalah-masalah besar yang sebelumnya telah menjadi sorotan nasional. Kritik terhadap lambannya respons terhadap kasus-kasus besar ini semakin kuat, karena banyak yang merasa bahwa momentum awal pemerintahan adalah waktu yang tepat untuk menunjukkan kapasitas dan niat pemerintah dalam menyelesaikan masalah besar yang mendalam. Namun, kenyataannya, hingga 100 hari berlalu, banyak yang meragukan keseriusan pemerintah dalam menuntaskan kasus-kasus tersebut.
Ironi dalam 100 hari pemerintahan Prabowo terlihat dari kontrasnya janji-janji kampanye dengan realitas kebijakan dan tindakan yang diambil. Meski narasi pemberantasan korupsi terus digaungkan, langkah-langkah strategis yang mendukung hal tersebut masih minim atau bahkan bertolak belakang. Kondisi ini dapat menciptakan kekecewaan publik apabila pemerintah tidak segera menunjukkan komitmen nyata melalui kebijakan progresif dan penindakan tegas terhadap kasus korupsi.
Dengan adanya upaya upaya kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintahan Prabowo dibidang pemberantasan korupsi dalam 100 hari pertama pemerintahannya , menyusul adanya ironi ironi yang menyertainya, lalu bagaimana kebijakan yang seharusnya dilakukan ke depannya ?.
Langkah langkah berikut ini barangkali bisa dijadikan upaya perbaikan kebijakan di bidang pemberantasan korupsi oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka:
Pertama, Penguatan Lembaga Anti-Korupsi.Pemerintahan Prabowo perlu segera mengambil langkah untuk penguatan lembaga anti korupsi, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena lembaga ini sangat krusial dalam menjaga integritas sistem pemerintahan dan memperkuat kepercayaan publik terhadap negara.
Tanpa lembaga yang kuat dan independen, pemberantasan korupsi akan menghadapi berbagai hambatan, mulai dari intervensi politik hingga lemahnya penegakan hukum. Oleh karena itu, penguatan KPK bukan hanya soal pemberantasan kasus-kasus korupsi, tetapi juga soal menciptakan sistem yang mampu mencegah terjadinya korupsi di masa depan. KPK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan investigasi dan penuntutan, jika diperkuat, akan mampu menjadi penjaga garda depan dalam menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.
Selain itu, penguatan lembaga anti korupsi juga akan memberikan pesan tegas kepada masyarakat bahwa negara tidak memberikan toleransi terhadap tindakan korupsi, serta mendorong tumbuhnya budaya antikorupsi di semua lapisan. Dengan KPK yang lebih efektif dan lebih mandiri, harapan akan terwujudnya Indonesia yang bebas korupsi dan lebih sejahtera menjadi semakin nyata.
Oleh karena itu, penting untuk terus mendukung dan memperkuat lembaga-lembaga yang memiliki komitmen kuat dalam memberantas korupsi demi masa depan bangsa yang lebih baik dengan memastikan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan memperkuat kembali kewenangannya yang sempat tergerus oleh revisi UU KPK.Selain itu meningkatkan anggaran dan sumber daya KPK untuk mendukung kerja investigasi dan pencegahan serta mendorong sinergi antara KPK, Kejaksaan, dan Polri dalam penegakan hukum yang tegas dan terintegrasi.
Kedua, Segera Melakukan Reformasi Birokrasi yang Berorientasi pada Transparansi. Pemerintahan Prabowo dihadapkan pada tantangan besar dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dan efisien. Salah satu langkah krusial yang harus segera dilakukan adalah reformasi birokrasi yang berorientasi pada transparansi.
Sebagai pilar utama dalam menjalankan pemerintahan, birokrasi memiliki peran strategis yang dapat mendukung atau justru menghambat upaya pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, reformasi birokrasi harus menjadi prioritas utama.
Transparansi dalam birokrasi akan membuka akses publik terhadap proses dan hasil kerja pemerintah, mulai dari perencanaan anggaran hingga pengawasan proyek. Dengan adanya transparansi, praktik-praktik korupsi yang kerap terjadi dalam ruang gelap birokrasi akan semakin sulit untuk berkembang. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya negara akan merasa diawasi dan terdorong untuk bertindak dengan integritas, karena masyarakat dan media memiliki hak untuk mengetahui informasi yang relevan.
Selain itu, sistem pengadaan barang dan jasa, yang selama ini menjadi ladang subur bagi praktik korupsi, harus dirombak total dengan implementasi teknologi yang mempermudah proses monitoring dan audit secara real-time. Pemerintah Prabowo harus menjadikan data publik sebagai landasan pengambilan keputusan, sehingga segala tindakan yang diambil bisa dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada masyarakat.
Penting untuk dicatat bahwa reformasi birokrasi yang berorientasi pada transparansi tidak hanya berfungsi untuk mencegah korupsi, tetapi juga meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemerintahan. Proses administrasi yang lebih terbuka akan mengurangi pemborosan anggaran dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Oleh karena itu, langkah-langkah konkret untuk melakukan reformasi birokrasi yang berorientasi pada transparansi harus segera diambil oleh pemerintahan Prabowo. Tidak ada waktu yang lebih tepat selain sekarang untuk membangun sistem pemerintahan yang lebih bersih, adil, dan efisien demi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Ketiga, Melakukan Perbaikan Regulasi dan Penegakan Hukum. Banyak aturan yang ada saat ini masih memiliki celah hukum yang memungkinkan praktik korupsi terus terjadi. Regulasi yang lebih ketat dan jelas diperlukan untuk memastikan bahwa semua sektor, baik di tingkat pemerintah maupun swasta, diawasi secara efektif. Salah satu contoh reformasi yang mendesak adalah memperkuat undang-undang mengenai transparansi anggaran dan memperketat pengawasan dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Namun, perbaikan regulasi saja tidak cukup tanpa adanya penegakan hukum yang konsisten dan tidak pandang bulu. Pemerintahan Prabowo perlu menunjukkan komitmen yang kuat dalam membangun sistem peradilan yang independen dan bebas dari intervensi politik. Aparat penegak hukum, seperti KPK, Polri, dan Kejaksaan, harus diberdayakan dengan sumber daya dan perlindungan yang memadai agar dapat menjalankan tugasnya tanpa rasa takut atau tekanan dari pihak mana pun.
Selain itu, penting bagi pemerintahan Prabowo untuk menunjukkan keteladanan moral. Para pejabat tinggi, termasuk presiden, harus menjadi contoh nyata dalam menjunjung nilai-nilai integritas dan anti-korupsi. Ketegasan dalam memberikan sanksi kepada pelaku korupsi, baik di lingkungan pemerintahan maupun sektor swasta, akan mengirimkan pesan yang kuat bahwa korupsi tidak lagi mendapat tempat di Indonesia
Pemberantasan korupsi tidak hanya soal regulasi dan penegakan hukum, tetapi juga soal perubahan budaya. Pemerintahan Prabowo perlu melibatkan masyarakat dalam pengawasan dan mendorong edukasi anti-korupsi sejak dini, baik melalui pendidikan formal maupun kampanye publik. Dengan pendekatan yang holistik ini, pemerintah dapat membangun kepercayaan masyarakat sekaligus menciptakan ekosistem yang menolak praktik korupsi dalam segala bentuknya.
Komitmen untuk memperbaiki regulasi dan penegakan hukum bukan hanya sebuah kebutuhan, tetapi sebuah keharusan bagi pemerintahan Prabowo. Hanya dengan langkah-langkah tegas dan konsisten, Indonesia dapat mewujudkan masa depan yang lebih adil, transparan, dan bebas dari korupsi.
Ke empat, Pemerintah Prabowo Perlu Membangun Budaya Anti-Korupsi Sejak Dini. Praktik korupsi yang sistemik tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi, mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah, serta mengancam masa depan generasi muda.
Korupsi seringkali berakar dari kebiasaan yang terbangun sejak muda, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dengan membangun budaya anti-korupsi sejak dini, pemerintah dapat memutus rantai kebiasaan buruk ini.
Oleh karena itu, Pemerintahan Prabowo memiliki tanggung jawab besar untuk membangun budaya anti-korupsi sejak dini sebagai fondasi kokoh menuju Indonesia yang lebih maju, bersih, dan berintegritas.
Dalam kaitan ini, Pendidikan karakter di sekolah, kampanye nilai integritas, dan pelatihan etika di berbagai level kehidupan masyarakat adalah langkah strategis untuk membentuk generasi yang menjunjung tinggi kejujuran
Dengan menunjukkan komitmen serius terhadap pemberantasan korupsi melalui pendidikan dini, pemerintah dapat memperkuat legitimasi dan kepercayaan masyarakat. Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintahan tidak hanya fokus pada pengembangan infrastruktur fisik, tetapi juga membangun infrastruktur moral bangsa.
Pembangunan budaya anti korupsi sejak dini juga penting untuk menanamkan nilai integritas dalam pembangunan nasional. Karena pembangunan yang berkelanjutan memerlukan keadilan dan pemerataan. Namun, korupsi sering kali menjadi penghambat utama yang menyebabkan ketimpangan distribusi sumber daya.
Dengan menanamkan nilai integritas di kalangan anak-anak dan remaja, pemerintah menyiapkan masa depan yang lebih adil, di mana pengelolaan sumber daya negara dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Apalagi di era globalisasi, dimana Indonesia bersaing dengan negara-negara lain dalam berbagai sektor. Korupsi dapat menciptakan hambatan besar dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif.
Dengan memprioritaskan budaya anti-korupsi sejak dini, pemerintah menciptakan pondasi bangsa yang kompetitif, di mana etos kerja, efisiensi, dan transparansi menjadi nilai utama yang mendukung daya saing di tingkat global.
Alhasil, membangun budaya anti-korupsi sejak dini bukan hanya sebuah keharusan, tetapi investasi jangka panjang yang akan menentukan nasib bangsa Indonesia. Pemerintahan Prabowo memiliki peluang besar untuk menjadi pelopor perubahan ini. Dengan komitmen, kebijakan strategis, dan dukungan seluruh elemen masyarakat, Indonesia bisa menjadi bangsa yang lebih bersih, berintegritas, dan bermartabat di mata dunia.
Kelima, Peningkatan Akuntabilitas dalam Sektor Strategis.Di era pemerintahan Prabowo, transparansi dan akuntabilitas perlu menjadi landasan utama dalam mengelola sektor strategis seperti tambang, infrastruktur, dan pemerintahan daerah. Sektor-sektor ini memainkan peran krusial dalam menentukan arah pembangunan bangsa, namun sering kali menghadapi tantangan berupa inefisiensi, praktik korupsi, dan pengelolaan yang tidak transparan.
Tambang, sebagai salah satu sektor yang menjadi sumber utama pendapatan negara, memiliki potensi besar untuk menopang perekonomian. Namun, potensi ini hanya dapat dioptimalkan jika ada pengawasan ketat dalam pengelolaan izin tambang, pengawasan lingkungan, dan distribusi hasil tambang yang adil. Dengan peningkatan akuntabilitas, pemerintah Prabowo dapat memastikan bahwa setiap aktivitas tambang memberikan manfaat maksimal bagi rakyat, mengurangi kerusakan lingkungan, dan mencegah monopoli sumber daya oleh segelintir pihak.
Pada sektor infrastruktur, yang menjadi fondasi bagi konektivitas dan pertumbuhan ekonomi, akuntabilitas juga memegang peran penting. Pemerintah Prabowo memahami bahwa setiap rupiah yang diinvestasikan dalam pembangunan harus tepat sasaran dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Dengan menerapkan mekanisme transparansi dalam pengadaan proyek dan pengawasan ketat terhadap pelaksanaannya, proyek-proyek infrastruktur dapat diselesaikan tepat waktu, sesuai anggaran, dan dengan kualitas yang terjamin.
Selain itu, pemerintahan daerah, sebagai garda terdepan pelayanan publik, memerlukan peningkatan akuntabilitas untuk memastikan bahwa kebijakan nasional benar-benar dirasakan oleh masyarakat di tingkat lokal. Dengan membangun sistem pengawasan yang terintegrasi, mendorong partisipasi masyarakat, dan memperkuat kapasitas aparatur daerah, pemerintah Prabowo dapat menciptakan tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik, efektif, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
Ke enam, Mendorong Kolaborasi dengan Masyarakat Sipil dan Media. Korupsi adalah masalah kompleks yang menyentuh hampir semua aspek kehidupan masyarakat, mulai dari pelayanan publik hingga pembangunan ekonomi.
Dalam menghadapi tantangan tersebut pemerintah Prabowo tidak bisa bergerak sendiri. Masyarakat sipil memiliki peran strategis sebagai pengawas yang independen sekaligus penyedia perspektif berbasis kebutuhan rakyat. Media, di sisi lain, berfungsi sebagai pilar keempat demokrasi yang mampu mengungkap praktik-praktik korupsi dan meningkatkan kesadaran publik.
Kolaborasi ini tidak hanya mempersempit ruang gerak koruptor, tetapi juga memperkuat sistem yang menjamin akuntabilitas. Dengan melibatkan masyarakat sipil dan media, pemerintah Prabowo menciptakan ekosistem antikorupsi yang melibatkan semua pihak dalam membangun Indonesia yang lebih bersih, adil, dan sejahtera.
Pemberantasan korupsi adalah perjuangan bersama. Hanya dengan bersatu, kita dapat memutus rantai korupsi yang selama ini menjadi penghambat kemajuan bangsa. Pemerintah Prabowo berkomitmen untuk menjadi mitra yang setia dalam kolaborasi ini, menjadikan transparansi dan akuntabilitas sebagai pilar utama pemerintahan.
Ketujuh, Komitmen Kepemimpinan yang Kuat. Korupsi telah lama menjadi tantangan besar bagi Indonesia, menghambat pembangunan, melemahkan kepercayaan masyarakat, dan merusak reputasi bangsa di mata dunia. Dalam situasi ini, peran seorang pemimpin dengan visi yang jelas, keberanian yang kokoh, dan komitmen yang teguh sangatlah krusial. Presiden Prabowo Subianto, dengan pendekatan tegasnya, diharapkan mampu menunjukkan bagaimana kepemimpinan yang kuat dapat menjadi pondasi utama dalam memberantas korupsi secara sistemik.
Komitmen kepemimpinan yang kuat dari Presiden Prabowo Subianto menjadi sinyal optimisme bagi Indonesia dalam perjuangan melawan korupsi. Dengan kebijakan yang tegas, teladan nyata, dan visi jangka panjang yang berorientasi pada kepentingan rakyat, Prabowo tidak hanya membangun pemerintahan yang bersih, tetapi juga meletakkan dasar bagi Indonesia yang lebih adil, sejahtera, dan berintegritas. Korupsi bukan lagi musuh yang tak terkalahkan, melainkan tantangan yang dapat diatasi dengan tekad, keberanian, dan kepemimpinan yang kokoh.
Bagaimanapun , dalam 100 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo, langkah-langkah nyata di bidang pemberantasan korupsi telah menjadi salah satu sorotan utama. Berbagai kebijakan yang diterapkan menunjukkan memang telah komitmen pemerintah dalam memperkuat transparansi, menegakkan hukum, dan menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih.
Dari peningkatan koordinasi antar lembaga penegak hukum hingga peluncuran inisiatif digital untuk mencegah kebocoran anggaran, pemerintah berupaya menunjukkan keseriusan dalam menutup celah praktik korupsi. Meski demikian, tantangan besar masih membayangi, mulai dari kompleksitas kasus korupsi hingga perlunya keberlanjutan dan konsistensi dalam implementasi kebijakan.
Masyarakat Indonesia kini menanti hasil jangka panjang dari langkah-langkah awal ini. Dalam proses menuju pemerintahan yang lebih bersih, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta menjadi kunci keberhasilan. Dengan tekad yang kuat, pemerintahan Prabowo memiliki peluang untuk meninggalkan jejak yang berarti dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Semoga 100 hari awal ini menjadi fondasi yang kokoh untuk menciptakan Indonesia yang lebih adil, transparan, dan berintegritas
Komentar