Bolehkah Izin HGB di Atas Laut?

Pagar Laut Misterius 30 KM di Laut Tangerang Disegel KKP. (Riau Mandiri).
Jakarta, law-justice.co - Apa Itu Hak Guna Bangunan?
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami dulu apa yang dimaksud Hak Guna Bangunan (“HGB”).
Pada dasarnya, HGB merupakan salah satu hak-hak atas tanah yang diatur dalam UU PA. Pasal 16 ayat (1) UU PA menguraikan bahwa hak-hak atas tanah, antara lain:
hak milik;
Hak Guna Usaha (“HGU”);
HGB;
hak pakai;
hak sewa;
hak membuka tanah;
hak memungut hasil hutan;
hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 53 UU PA.
Menurut Boedi Harsono dalam bukunya Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya (hal. 287), HGB adalah hak atas tanah yang memberi kewenangan untuk membangun sesuatu di atasnya.
Adapun secara yuridis, dalam UU PA yang dimaksud dengan HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
Berkaitan dengan subjeknya, HGB diberikan kepada Warga Negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Sedangkan, untuk tanah yang dapat diberikan dengan HGB meliputi:
tanah negara;
tanah hak pengelolaan; dan
tanah hak milik.
Lantas, jangka waktu HGB berapa tahun? Terkait jangka waktu HGB sebagaimana disebutkan definisinya di atas, dapat diberikan paling lama 30 tahun.
Untuk HGB di atas tanah negara dan tanah hak pengelolaan dapat diperpanjang untuk jangka waktu maksimal 20 tahun dan dapat diperbarui untuk jangka waktu maksimal 30 tahun.[4] Sedangkan, untuk HGB di atas tanah hak milik dapat diperbarui dengan akta pemberian HGB di atas hak milik.
Lalu muncul pertanyaan, setelah masa HGB habis, tanah milik siapa? Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan tanah berakhir, tanah hak guna bangunan kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah hak pengelolaan.
Terjadinya Hak Guna Bangunan
Masih berkaitan dengan HGB, penting untuk mengetahui terjadinya hak guna bangunan. Pasal 38 ayat (1) s.d. (3) PP 18/2021 menerangkan bahwa terjadinya HGB dibedakan berdasarkan tanah yang diberikan HGB, yaitu:
HGB di atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (“Menteri ATR/BPN” atau “Menteri”).
HGB di atas tanah hak pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri berdasarkan persetujuan pemegang hak pengelola.
HGB di atas tanah hak milik terjadi melalui pemberian hak oleh pemegang hak milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”).
Baik keputusan pemberian hak oleh Menteri dan akta yang dibuat oleh PPAT dapat dibuat secara elektronik.
Kemudian, pemberian HGB sebagaimana disebutkan di atas wajib didaftarkan pada kantor pertanahan.Pendaftaran ke kantor pertanahan ini menandakan bahwa pemberian HGB telah terjadi.[10] Lalu, pada HGB khususnya di atas tanah hak milik akan mengikat pihak ketiga sejak didaftar oleh kantor pertanahan
Pada akhirnya, pemegang HGB diberikan sertifikat hak atas tanah sebagai tanda bukti hak.
Lalu, dapatkah HGB diterbitkan di atas laut atau perairan?
Apakah HGB Bisa diterbitkan di Atas Laut atau Perairan?
Menjawab pertanyaan Anda, merujuk pada penjelasan di atas, HGB diberikan kepada tanah baik itu tanah negara, tanah hak pengelolaan, dan tanah hak milik. Adapun yang dimaksud dengan tanah adalah permukaan bumi baik berupa daratan maupun yang tertutup air, termasuk ruang di atas dan di dalam tubuh bumi, dalam batas tertentu yang penggunaan dan pemanfaatannya terkait langsung maupun tidak langsung dengan penggunaan dan pemanfaatan permukaan bumi.
Sedangkan, definisi dari laut dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 PP 32/2019, yang menyatakan bahwa laut adalah ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan daratan dengan daratan dan bentuk alamiah lainnya, yang merupakan kesatuan geografis dan ekologis beserta segenap unsur terkait, dan yang batas dan sistemnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa, tanah merupakan daratan maupun yang tertutup air, dalam arti lain daratan yang tertutup air masih tergolong sebagai tanah. Akan tetapi, tanah bukan merupakan ruang perairan seperti laut yang menghubungkan daratan dengan daratan dan bentuk-bentuk alamiah lainnya. Dengan demikian, karena laut bukan merupakan objek yang dapat dibebani HGB menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka HGB tidak dapat diterbitkan di atas laut maupun perairan.
Selain itu, dilansir dari Instagram hukumonlinenewsroom, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti, Wahyu Trenggono, di dasar laut tidak boleh ada kepemilikan atau sertifikat. Oleh karena itu, HGB laut jelas ilegal.
Hapusnya Hak Guna Bangunan
Sebagai informasi, perlu juga diketahui mengenai hapusnya HGB yang diatur dalam Pasal 46 PP 18/2021, yaitu karena:
berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian, perpanjangan, atau pembaruan haknya;
dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir karena:
tidak terpenuhinya ketentuan kewajiban dan/atau larangan HGB;
tidak terpenuhinya syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian HGB antara pemegang HGB dan pemegang hak milik atau perjanjian pemanfaatan tanah hak pengelolaan;
cacat administrasi; atau
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
diubah haknya menjadi hak atas tanah lain;
dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
dilepaskan untuk kepentingan umum;
dicabut berdasarkan undang-undang;
ditetapkan sebagai tanah terlantar;
ditetapkan sebagai tanah musnah;
berakhirnya perjanjian pemberian hak atau perjanjian pemanfaatan tanah untuk HGB di atas hak milik atau hak pengelolaan; dan/atau
pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak.
Merujuk pada ketentuan di atas, HGB laut dapat dihapus melalui pembatalan oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir, karena pada dasarnya HGB laut cacat administrasi. Adapun yang dimaksud dengan cacat administrasi adalah cacat substansi, cacat yuridis, cacat prosedur, dan/atau cacat kewenangan.
Hal tersebut sebagaimana disebutkan oleh Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, dalam Press Conference Pembongkaran Pagar Laut yang dilansir dari laman YouTube Kompas TV, yakni sertifikat HGB laut Tangerang adalah cacat prosedur dan cacat materiil. Sehingga, Kementerian ATR/BPN memiliki kewenangan untuk mencabut sertifikat HGB tersebut.
Terkait jangka waktu pembatalan HGB karena cacat administrasi menurut Pasal 64 ayat (1) PP 18/2021, yaitu:
sebelum jangka waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat HGB, untuk:
hak atas tanah yang diterbitkan pertama kali dan belum dialihkan; atau
hak atas tanah yang telah dialihkan namun para pihak tidak beriktikad baik atas peralihan hak tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
karena adanya tumpang tindih hak atas tanah.
Jika melebihi jangka waktu 5 tahun sebagaimana disebutkan di atas, maka pembatalan dilakukan melalui mekanisme peradilan.
Kesimpulannya, berdasarkan PP 18/2021, pencabutan sertifikat hak atas tanah (dalam kasus ini HGB) dapat dilakukan oleh Menteri ATR/BPN tanpa perintah pengadilan jika terjadi cacat administrasi dan belum mencapai usia 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat. Sesuai pertanyaan Anda, karena sebagian besar sertifikat ini terbit pada tahun 2022–2023, maka syarat untuk pembatalan terpenuhi.
Komentar