Ony Jamhari, Country Director Woosong University
Ekosistem Bali yang Mendukung dan Prospek untuk Kehidupan Startup

Turis mancanegara di Bali/Antara.
Jakarta, law-justice.co - Selama enam bulan terakhir, saya memiliki kesempatan untuk mengunjungi Bali beberapa kali. Dalam kunjungan-kunjungan tersebut, saya lebih memilih untuk menjalani gaya hidup nomaden, di mana saya tidak menetap di satu tempat dalam waktu lama. Gaya hidup semacam ini semakin populer belakangan ini, seiring dengan berkembangnya perusahaan-perusahaan rintisan, khususnya di sektor digital.
Ketika saya mengunjungi daerah Canggu suatu hari, saya merasa terkejut melihat banyaknya ruang kerja bersama atau co-working space yang tersebar di seluruh area. Tidak hanya di jalan utama, tetapi juga di gang-gang kecil.
Menariknya, hampir semuanya penuh dan mayoritas pengunjungnya adalah warga negara asing (WNA). Melihat kenyataan ini, saya semakin yakin bahwa Bali telah bertransformasi menjadi sebuah pusat kreativitas, atau bisa disebut sebagai melting pot, yang menarik berbagai individu dari seluruh dunia, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Bali telah menjadi tempat yang menawarkan kombinasi unik antara pekerjaan dan liburan, di mana banyak orang memilih untuk bekerja sambil menikmati keindahan alam dan budaya pulau ini. Banyak digital nomad yang datang ke Bali untuk mencari keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, yang sering kali mereka sebut sebagai lifework balance.
Hal ini jelas menunjukkan perubahan besar dalam cara pandang banyak orang terhadap dunia kerja. Dulu, bekerja di pusat-pusat bisnis besar seperti kawasan Sudirman atau Kuningan di Jakarta adalah impian bagi sebagian besar anak muda. Namun sekarang, konsep tersebut telah bergeser, dan bekerja di Bali, dengan segala kenyamanannya, menjadi pilihan yang menarik bagi banyak orang.
Ingatan saya kembali ke masa kuliah, saat warung internet atau warnet mulai menjamur di Indonesia. Di Yogyakarta, tempat saya tinggal saat itu, saya bisa menemukan banyak warnet dari yang besar hingga yang kecil.
Sekarang, beberapa tahun setelahnya, saya menyaksikan transformasi besar dalam dunia kerja yang bisa diakses secara digital. Co-working space yang ada kini hadir dengan fasilitas yang jauh lebih modern dan lengkap, mulai dari kedai kopi, ruang olahraga, ruang ibadah, hingga apartemen yang semuanya terintegrasi dalam satu ekosistem yang saling mendukung untuk menciptakan lingkungan kerja yang ideal.
Kehadiran co-working space yang nyaman dan mendukung produktivitas ini menjadi salah satu alasan banyak orang memilih Bali sebagai tempat bekerja.
Namun, saya mendengar dari beberapa kolega yang bekerja secara nomaden bahwa mencari tempat tinggal di Bali kini cukup sulit, terutama dengan permintaan yang sangat tinggi. Harga sewa yang relatif mahal, terutama bagi pekerja pemula, menjadi tantangan tersendiri.
Hal ini terasa semakin menantang mengingat Upah Minimum Regional (UMR) Bali yang hanya sekitar 3 juta rupiah, yang tentu saja cukup sulit untuk mencukupi biaya hidup, apalagi di sektor informal. Bahkan, dalam perjalanan saya menggunakan taksi daring, saya sering bertanya kepada pengemudi di mana mereka tinggal.
Beberapa dari mereka mengungkapkan bahwa mereka harus tinggal di mobil, dengan beberapa pengemudi bahkan tidur dan mandi di area parkir dekat Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Fenomena ini menggambarkan betapa tingginya tingkat permintaan akan tempat tinggal di Bali, terutama bagi para pekerja dengan penghasilan terbatas.
Bali bukan hanya sekadar destinasi wisata, tetapi kini juga telah berkembang menjadi tempat mencari nafkah bagi banyak orang. Ini berlaku tidak hanya di sektor formal, tetapi juga di sektor informal.
Bali menjadi magnet bagi pekerja kreatif, digital nomad, dan para pelaku bisnis startup yang mencari ekosistem yang mendukung pengembangan usaha mereka. Namun, pertanyaan yang muncul adalah mengapa Bali bisa mengembangkan konsep startup ini dengan sangat baik, sementara daerah-daerah lain di Indonesia belum mampu mengikutinya.
Seharusnya, konsep seperti ini bisa diadaptasi dan diterapkan di kota-kota lain yang memiliki potensi serupa, seperti Bogor, Yogyakarta, Malang, Lampung, Bandung, Sukabumi, dan banyak kota lain yang memiliki banyak tempat wisata dan populasi muda yang sangat potensial.
Ada beberapa alasan mengapa Bali telah sukses dalam menciptakan ekosistem yang mendukung startup dan kehidupan nomaden ini, yang mungkin bisa dijadikan pelajaran bagi daerah lain. Berikut beberapa faktor utama yang saya identifikasi:
Daya Tarik Bali sebagai Destinasi Wisata
Bali memiliki magnet yang sangat kuat sebagai pulau wisata yang terkenal di seluruh dunia. Keindahan alamnya, budaya yang kaya, serta suasana tropisnya membuat Bali menjadi tempat yang sangat menarik untuk dikunjungi dan bahkan untuk tinggal dalam jangka panjang.
Banyak orang dari berbagai belahan dunia tertarik untuk tinggal lebih lama di Bali, menjalani slow living sambil bekerja. Ini menciptakan sebuah peluang untuk bekerja dengan lebih santai namun tetap produktif, sambil menikmati keindahan pulau ini.
Penerimaan Masyarakat yang Ramah
Salah satu keunikan Bali adalah sikap masyarakatnya yang sangat terbuka terhadap pendatang. Bali memiliki budaya yang sangat kental, dan meskipun masyarakatnya sangat menjaga adat istiadat, mereka sangat menerima orang luar yang datang dengan niat baik dan tidak mengganggu keharmonisan budaya setempat.
Penerimaan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pekerja asing atau pendatang yang ingin belajar dan beradaptasi dengan budaya Bali, sesuatu yang sulit ditemukan di banyak daerah lain.
Infrastruktur yang Mendukung Pekerjaan Digital
Bali memiliki infrastruktur yang sangat memadai untuk mendukung pekerja jarak jauh, terutama dalam hal akses internet. Kecepatan internet yang tinggi di berbagai area, termasuk di daerah-daerah terpencil, memungkinkan para pekerja digital atau digital nomad untuk bekerja dengan lancar dari mana saja. Ini adalah faktor utama yang membuat Bali menjadi tujuan favorit bagi para pekerja kreatif yang bergantung pada koneksi internet yang stabil.
E-commerce yang Meningkatkan Aksesibilitas
Sistem e-commerce di Bali sudah berkembang dengan baik. Digital nomad dan pekerja jarak jauh bisa dengan mudah mencari makanan, transportasi, dan berbagai kebutuhan lainnya hanya dengan beberapa klik. Meskipun transportasi umum masih terbatas di beberapa area, layanan transportasi daring sudah sangat membantu untuk mempermudah mobilitas sehari-hari.
Fasilitas Kesehatan yang Berkualitas
Pembangunan fasilitas kesehatan di Bali juga berkembang pesat, termasuk rumah sakit internasional yang mulai dibangun. Meskipun proyek ini masih dalam tahap pengembangan, keberadaannya sudah menarik perhatian banyak orang yang ingin tinggal lebih lama di Bali, terutama bagi mereka yang membutuhkan fasilitas medis yang lebih baik selama tinggal di luar negeri.
Dengan semakin berkembangnya industri di Bali, perekonomian daerah ini pun turut meningkat. Potensi Bali untuk menjadi pusat digital dan inovasi semakin besar, terutama jika ditambah dengan hadirnya kampus-kampus digital berkualitas yang dapat menarik para pelajar dan profesional muda untuk belajar dan berkarier di sana.
Ini adalah peluang besar yang, menurut saya, masih belum sepenuhnya dimanfaatkan dengan optimal, dan bisa menjadi model bagi daerah lain di Indonesia yang ingin mengembangkan ekosistem startup dan digital mereka.
Komentar