Sengkarut Manajemen BUMN ID Food, Aset Raib Senilai Rp 3,31 Triliun

Momen holding BUMN pangan menjadi ID Food yang diresmikan Menteri BUMN Erick Thohir pada awal 2022. Foto: ID Food
Jakarta, law-justice.co - Utang holding BUMN ID Food tembus 8,01 trliun pada pertengahan 2024. Utang BUMN pangan itu berasal dari akumulasi pinjaman bank dan medium-term note. Menukil catatan keuangan 2024, perseroan mencatatkan rasio utang terhadap modal sebesar 83,29 persen dan rasio utang terhadap aset sebesar 45,44 persen. Dengan kinerja keuangan yang tidak baik ini, Direktur Utama ID Food, Sis Apik Wijayanto mengajukan penyertaan modal negara untuk periode 2025 sebesar Rp1,6 triliun.
Di tengah kinerja keuangan yang tidak baik-baik saja, ID Food diterpa isu penyimpangan dalam pengelolaan aset berupa tanah dan bangunan, dengan total mencapai Rp 3,31 triliun. Pakar ekonomi dari Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, mengatakan kinerja keuangan holding BUMN pangan itu memang sudah ketar-ketir sebelum dilakukan konsolidasi antar perusahaan pelat merah. Baginya, merger berupa holding merupakan cara pemerintah untuk menyelematkan BUMN pangan yang sudah di ujung tanduk.
“BUMN ID Food lahir bukan karena ekspansi bisnis, tapi masalah neraca keuangan dari masing-masih perusahaan pangan. Adanya merger atau holding itu kan untuk konsolidasi keuangan akibat buruknya kinerja keuangan,” ujar Achmad kepada Law-justice, Kamis (16/1/2025).
Menurutnya, ceruk pasar yang dikelola ID Food belum digarap secara maksimal. Realitas yang tersaji, justru ekspansi impor lebih kuat dibanding penguatan sumber daya nasional. Sehingga, katanya, beban biaya modal lebih besar ketimbang untung. “Bisa dilihat bagaimana dominannya impor pangan dibanding pemenuhan sumber pangan dari dalam negeri. Kita enggak bisa menutup mata impor beras, gula sampai sapi masih dominan,” tutur Achmad.
Menukil kembali catatan keuangan ID Food 2024, tercatat importasi menjadi cara perusahaan menjalankan bisnisnya. Seperti entitas perusahaan yakni PT Berdikari yang melakukan importasi daging sapi dan kerbau serta sapi bakalan. Lalu, entitas holding lain bernama PT Sang Hyang Seri yang juga melakukan importasi beras. Dan ada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, yang melakukan importasi gula.
“Makin banyak impor justru melemahkan kapabilitasi perusahaan, jika perusahaan bergantung. Seharusnya ID Food melakukan peninjauan ulang terhadap kekuatan perusahaan untuk melakukan produksi dalam negeri,” kata Achmad.
Achmad tidak memungkiri memang ada penugasan pemerintah kepada ID Food terkait importasi pangan. Namun, persero seharusnya melakukan inisiatif yang bisa menekan permintaan impor. “Bisa saja manajemen melakukan terobosan berani yang mengutamakan produk nasional. Secara sumber pangan, Indonesia tidak kekurangan,” ucap dia.
Di tengah gonjang-ganjig keuangan ID Food, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan hasil audit pada Agustus 2024. Salah satu poinnya berkutat soal pengelolaan aset berupa tanah dan bangunan yang tidak dikelola secara baik. Terdapat 147 aset tanah dan bangunan yang menurut audit BPK dikuasai oleh pihak lain senilai Rp 3,31 triliun.
Berdasarkan data aplikasi internal PT Rajawali Nusantara Indonesia sebagai lead holding ID Food, ada sebanyak 349 aset RNI dan anak perusahaan dikuasai oleh pihak ketiga. Rinicannya terdiri dari 35 aset milik RNI, 221 aset milik PT PPI, 40 aset milik PT SHS, tujuh aset milik PT Berdikari, tiga aset milik PT Garam, sembilan aset milik PT Perindo. Lain itu ada 28 aset milik anak perusahaan PT PG Rajawali dan enam aset milik PT Perkebunan Mitra Ogan. "Uji petik dan konfirmasi kepada Badan Pertanahan Nasional terhadap sertifikat HGB milik PT RNI dan anak perusahaan menunjukkan 167 aset dikuasai pihak lain," petik laporan BPK.
Dalam laporan BPK, dirincikan salah satu aset PT SHS di Jawa Tengah dikuasai oleh kepolisian sektor Purbalingga, dengan nilai NJOP sebesar Rp 1,34 miliar. Lalu, aset PT PPI yang dikuasai pihak lain berada di tiga lokasi. Pertama, sebuah aset di Jakarta Pusat yang dikuasai Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang memilliki NJOP sebesar Rp 13,66 miliar. Ada pula aset di Palembang, Sumatera Selatan, yang dikuasai oleh BUMN Indofarma, dengan nilai NJOP Rp 9,98 miliar. Dan di Jawa Timur, aset dikuasai BUMN PT Perkebunan Nusantara, yang nilai NJOP-nya Rp 4,88 miliar.
Lain itu, terdapat 10 rumah dinas milik PT PPI yang sudah berpindah tangan atau dikuasai oleh eks karyawan. Total aset mencapai Rp 469.99 miliar. Aset berupa rumah dinas itu tersebar di Surabaya, Jember dan Jakarta.
Selain tanah dan bangunan yang dikuasai instansi pemerintah dan BUMN serta mantan karyawan, ada juga aset PT RNI yang dikuasai pihak swasta. Nilainya bahkan mencapai Rp 2,81 triliun. Rinciannya ada sebanyak 50 aset tanah dan bangunan RNI dan anak perusahaan senilai Rp 420, 24 miliar dan 81 bidang tanah yang dikuasai pihak lain sebesar Rp 2,39 triliun.
Lain itu pula, ada 21 aset milik anak usaha ID Food, yakni PT PG Rajawali senilai Rp 37,31 miliar yang telah berubah fungsi menjadi fasilitas umum. Puluhan aset itu berubah menjadi jalan desa, jalur sawah, hingga saluran air yang tersebar di Jawa Timur, tepatnya di Madiun, Magetan dan Ngawi.
Dari audit BPK, penguasaan aset tanah dan bangunan ID Food oleh pihak lain disebabkan oleh kesalahan direksi. Direksi dinilai belum memiliki penyelesaian perpanjangan dan pembaruan sertifikasi aset yang terukur. Direksi juga dinilai tidak melakukan upaya hukum secara maksimal. "Tidak cermat dalam melakukan pengamanan dan penertiban atas aset tanah dan bangunan yang dikuasai pihak ketiga dengan melakukan upaya hukum baik secara pidana maupun perdata," petik laporan BPK.
Menanggapi audit BPK soal aset ID Food yang berpindah tangan ini, pakar ekonomi sekaligus kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat bilang bahwa ada yang tidak beres dalam manajemen ID Food. Sebab, pengelolaan aset semestinya dikelola secara baik. “Aset itu kan menjadi nilai ekonomi perusahaan yang berguna untuk menambal defisit ekonomi ketika anjlok,” ujar dia.
Menurutnya, pengelolaan aset ini diduga dibiarkan berantakan sehingga aset begitu mudah dikuasai pihak lain. Dengan persebaran aset di seluruh Indonesia dan banyak perusahaan terlibat, maka persebaran uang dari aset pun banyak mengalir ke pihak yang mengambil keuntungan. “Lagi-lagi pemburu rente mengambil peranan untuk kepentingan pribadi. Terlebih di level direksi dan komisaris kan duduk mereka yang dapat kursi karena politik balas budi,” kata dia.
Penyimpangan yang berujung korupsi di perusahaan yang tergabung ID Food memang terjadi. Teranyar, mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) periode 2015–2016, Charles Sitorus menjadi tersangka dalam kasus impor gula yang juga menyeret mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menduga Charles Sitorus terlibat karena dia memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula. Delapan perusahaan ini yang menggarap gula kristal mentah menjadi gula kristal putih. Adanya pengelolaan gula kristal merah oleh sejumlah perusahaan akibat permainan importasi yang semestinya gula kristal putih. Dari situ, delapan perusahaan memperoleh cuan besar dari pengelolaan gula mentah lantaran dibeli mahal oleh PT PPI.
Anggota ID Food lain, yakni PT SHS juga tersangkut kasus korupsi. Kala itu, Kejaksaan Agung mengungkap bancakan penggunaan Kredit Modal Kerja (KMK) oleh Kantor Regional I PT Sang Hyang Seri (Persero) tahun 2012-2013, yang mencapai Rp 65 miliar. Lain itu, PT SHS juga terlibat korupsi pengadaan, penyaluran, dan pengajuan subsidi benih tahun anggaran 2008-2011 yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 112,425 miliar.
PT Berdikari juga tersangkut kasus bancakan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar korupsi pengadaan pupuk di perusahaan pelat merah tersebut yang terjadi pada periode 2010-2013,. Mantan Direktur Keuangan PT Berdikari Siti Marwah menjadi pelaku dalam kasus ini dan divonis 4 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan kurungan. Siti terbukti menerima suap Rp 2,2 miliar terkait jual beli pupuk dengan sejumlah rekanan bisnis PT Berdikari.
Tak hanya itu, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau juga mengungkap korupsi penyimpangan penutupan asuransi aset PT Persero Batam pada PT Berdikari Insurance Cabang Batam periode 2012-2021. Penutupan asuransi dilakukan tanpa proses lelang dan tanpa penilai yang berwenang. Dalam kasus ini, terdapat kerugian keuangan negara sekitar Rp 2,22 miliar. Tak lama setelah itu, persisnya pada September 2024, OJK membatasi kegitan usaha Berdikari Insurance.
Dari informasi yang didapat redaksi, Direktur Utama ID Food, Sis Apik Wijayanto mendatangi BPK. Dia menyarankan PT Berdikari keluar dari holding ID Food. Ini karena kinerja keuangan Berdikari yang memburuk. Terlebih ada aset yang tidak jauh dari Istana Negara Jakarta yang sudah beralih tangan ke pihak lain. Buruknya kinerja keuangan Berdikari membuat Sis Apik menyarankan anggota usaha ID Food itu masuk penanganan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
VP Sekretaris Perusahaan ID Food Yosdian Adi Pramono, tak mengetahui adanya komunikasi Dirut ID Food dengan pihak BPK. Dia menjelaskan sengkarut pengelolaan aset ID Food sedang proses mediasi dengan pihak terkait. Menurutnya, perusahaan mengutamakan proses nonlitigasi untuk saat ini, meski BPK sudah mengeluarkan audit. “Proses hukum, mulai dari somasi akan kami lakukan setelah proses mediasi tidak memenuhi hasil,” kata Yosdian saat dihubungi Law-justice, Jumat (17/1).
“Terkait pimpinan ID Food bertemu pihak BPK, akan kami kroscek dahulu dan terkait pengalihan aset Berdikari di dekat Istana Negara belum kami ketahui informasinya,” imbuhnya.
Komentar