Anomali Holding BUMN Pangan, Kumpulan BUMN `Bermasalah`

Melacak Raibnya Aset Id Food Rp 3,32 Triliun, Siapa Penilapnya?

Sabtu, 18/01/2025 16:11 WIB
Ilustrasi.

Ilustrasi.

law-justice.co - Bergabungnya sejumlah perusahaan plat merah menjadi holding BUMN pangan dengan bendera Id Food, ternyata tak membuat korporasi bangkit. RNI sebagai lead holding justru semakin menderita oleh beban finansial. Holdingisasi BUMN pangan ini dipandang tergesa-gesa dan minim kajian, hal ini kemudian tercermin dalam temuan BPK yang menyatakan sejumlah aset dinyatakan ‘raib’. Dengan nilai aset yang raib hingga triliuanan rupiah, lantas siapa yang diuntungkan dan bertanggung jawab?

Pembentukan Holding Pangan secara resmi ditandai dengan penandatanganan Akta Inbreng Saham Pemerintah antara PT RNI (Persero) dan lima BUMN Pangan pada Tanggal 7 Januari 2022. Kelima BUMN tersebut PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), PT Garam (Persero), PT Sang Hyang Seri (Persero), PT Berdikari (Persero) dan PT Perikanan Indonesia (Persero). Selanjutnya, dilakukan launching corporate brand name ID FOOD oleh Menteri BUMN pada Tanggal 12 Januari 2022. Perubahan corporate brand name menjadi Id food dimaksudkan untuk memberikan arah dan fokus yang lebih jelas kepada PT RNI (Persero) sebagai induk Holding BUMN Pangan.

Pembentukan holding pangan ini dinilai sebuah anomali, salah satunya karena substansi holdingisasi ini adalah menghimpun sejumlah BUMN yang keuangnnya sedang meriang. Menurut Achmad Nur Hidayat, pakar ekonomi dari Narasi Institute, kinerja keuangan holding BUMN pangan itu memang sudah ketar-ketir sebelum dilakukan konsolidasi antar perusahaan pelat merah. Baginya, merger berupa holding merupakan cara pemerintah untuk menyelamatkan BUMN pangan yang sudah di ujung tanduk. “BUMN ID Food lahir bukan karena ekspansi bisnis, tapi masalah neraca keuangan dari masing-masih perusahaan pangan. Adanya merger atau holding itu kan untuk konsolidasi keuangan akibat buruknya kinerja keuangan,” ujar Achmad kepada Law-justice, Kamis (16/1/2025).

 Achmad Nur Hidayat, pakar ekonomi dari Narasi Institute. (Media Indonesia)

Menurutnya, ceruk pasar yang dikelola ID Food belum digarap secara maksimal. Realitas yang tersaji, justru ekspansi impor lebih kuat dibanding penguatan sumber daya nasional. Sehingga, katanya, beban biaya modal lebih besar ketimbang untung. “Bisa dilihat bagaimana dominannya impor pangan dibanding pemenuhan sumber pangan dari dalam negeri. Kita enggak bisa menutup mata impor beras, gula sampai sapi masih dominan,” tutur Achmad. 

Menukil kembali catatan keuangan ID Food 2024, tercatat impor menjadi cara perusahaan menjalankan bisnisnya. Seperti entitas perusahaan yakni PT Berdikari yang melakukan impor daging sapi dan kerbau serta sapi bakalan. Lalu, entitas holding lain bernama PT Sang Hyang Seri yang juga melakukan impor beras. Dan ada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, yang melakukan impor gula. “Makin banyak impor justru melemahkan kapabilitasi perusahaan, jika perusahaan bergantung. Seharusnya ID Food melakukan peninjauan ulang terhadap kekuatan perusahaan untuk melakukan produksi dalam negeri,” kata Achmad.

Achmad tidak memungkiri memang ada penugasan pemerintah kepada ID Food terkait impor pangan. Namun, persero seharusnya melakukan inisiatif yang bisa menekan permintaan impor. “Bisa saja manajemen melakukan terobosan berani yang mengutamakan produk nasional. Secara sumber pangan, Indonesia tidak kekurangan,” ucap dia.

Utang holding BUMN ID Food tembus Rp8,01 triliun pada pertengahan 2024. Utang BUMN pangan itu berasal dari akumulasi pinjaman bank dan medium-term note (MTN). Menukil catatan keuangan 2024, perseroan mencatatkan rasio utang terhadap modal sebesar 83,29 persen pada tahun 2023 dan rasio utang terhadap aset sebesar 45,44 persen. Dengan kinerja keuangan yang tidak baik ini, Direktur Utama ID Food, Sis Apik Wijayanto mengajukan penyertaan modal negara tunai untuk periode 2025 sebesar Rp1,6 triliun.

Tidak Dikelola secara Baik, Sejumlah Aset Raib

Di tengah gonjang-ganjing keuangan ID Food, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan hasil audit pada Agustus 2024. Salah satu poinnya berkutat soal pengelolaan aset berupa tanah dan bangunan yang tidak dikelola secara baik. Terdapat 147 aset tanah dan bangunan yang menurut audit BPK dikuasai oleh pihak lain senilai Rp 3,31 triliun.

Berdasarkan data aplikasi internal PT Rajawali Nusantara Indonesia sebagai lead holding ID Food, ada sebanyak 349 aset RNI dan anak perusahaan dikuasai oleh pihak ketiga. Rinicannya terdiri dari 35 aset milik RNI, 221 aset milik PT PPI, 40 aset milik PT SHS, tujuh aset milik PT Berdikari, tiga aset milik PT Garam, sembilan aset milik PT Perindo. Lain itu ada 28 aset milik anak perusahaan PT PG Rajawali dan enam aset milik PT Perkebunan Mitra Ogan. "Uji petik dan konfirmasi kepada Badan Pertanahan Nasional terhadap sertifikat HGB milik PT RNI dan anak perusahaan menunjukkan 167 aset dikuasai pihak lain," petik laporan BPK.

Dalam laporan BPK, dirincikan salah satu aset PT SHS di Jawa Tengah dikuasai oleh kepolisian sektor Purbalingga, dengan nilai NJOP sebesar Rp 1,34 miliar. Lalu, aset PT PPI yang dikuasai pihak lain berada di tiga lokasi. Pertama, sebuah aset di Jakarta Pusat yang dikuasai Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang memilliki NJOP sebesar Rp 13,66 miliar. Ada pula aset di Palembang, Sumatera Selatan, yang dikuasai oleh BUMN Indofarma, dengan nilai NJOP Rp 9,98 miliar. Dan di Jawa Timur, aset dikuasai BUMN PT Perkebunan Nusantara, yang nilai NJOP-nya Rp 4,88 miliar.

Kutipan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan terkait Pengelolaan Dana Pinjaman Pemegang Saham, Aset Tetap, dan Properti Investasi untuk Tahun Buku 2021 hingga Semester I-2023. (BPK)

Lain itu, terdapat 10 rumah dinas milik PT PPI  yang sudah berpindah tangan atau dikuasai oleh eks karyawan. Total aset mencapai Rp 469.99 miliar. Aset berupa rumah dinas itu tersebar di Surabaya, Jember dan Jakarta. Selain tanah dan bangunan yang dikuasai instansi pemerintah dan BUMN serta mantan karyawan, ada juga aset PT RNI yang dikuasai pihak swasta. Nilainya bahkan mencapai Rp 2,81 triliun. Rinciannya ada sebanyak 50 aset tanah dan bangunan RNI dan anak perusahaan senilai Rp 420, 24 miliar dan 81 bidang tanah yang dikuasai pihak lain sebesar Rp 2,39 triliun.

Lain itu pula, ada 21 aset milik anak usaha ID Food, yakni PT PG Rajawali senilai Rp 37,31 miliar yang telah berubah fungsi menjadi fasilitas umum. Puluhan aset itu berubah menjadi jalan desa, jalur sawah, hingga saluran air yang tersebar di Jawa Timur, tepatnya di Madiun, Magetan dan Ngawi. Dari audit BPK, penguasaan aset tanah dan bangunan ID Food oleh pihak lain disebabkan oleh kesalahan direksi. Direksi dinilai belum memiliki penyelesaian perpanjangan dan pembaruan sertifikasi aset yang terukur. Direksi juga dinilai tidak melakukan upaya hukum secara maksimal. "Tidak cermat dalam melakukan pengamanan dan penertiban atas aset tanah dan bangunan yang dikuasai pihak ketiga dengan melakukan upaya hukum baik secara pidana maupun perdata," petik laporan BPK.   

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Golkar Firnando Ganinduto berharap agar temuan Badan Pemeriksaan Keuangan atau BPK soal dicaploknya 147 aset dengan nilai Rp 3,32 triliun milik ID Food oleh pihak lain harus ditindak tegas. Firnando meminta agar pihak-pihak yang menghilangkan 147 aset dengan nilai Rp 3,32 triliun milik ID Food mendapatkan hukuman yang setimpal. “Mengenai Id Food ini harus ditindak tegas dan mendapatkan hukuman yang setimpal sehingga mendapatkan efek jera dan tidak terulang oleh BUMN lain,” kata Firnando kepada Law-Justice, Kamis (16/01/2025).

Firnando pun mendesak ke depan harus ada semacam monitoring bertahap di seluruh perusahaan BUMN guna memantau seluruh aset di perusahaan pelat merah di tanah air.  “Harus adanya semacam monitoring bertahap di seluruh perusahaan BUMN untuk memantau seluruh aset BUMN di muka bumi Indonesia. BPK menjadi salah satu nya,” imbuhnya.

 Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Golkar Firnando Ganinduto. (ist)

Firnando menyatakan Komisi VI DPR RI memastikan akan menjadwalkan pemanggilan Direktur Utama ID Food Sis Apik Wijayanto terkait dengan temuan Badan Pemeriksaan Keuangan atau BPK soal dicaploknya 147 aset dengan nilai Rp 3,32 triliun oleh pihak lain. Komisi VI DPR bakal meminta penjelasan gamblang terkait dicaploknya aset milik ID Food selama ini. “Saya akan merekomendasikan ke pimpinan Komisi VI untuk segera memanggil dirut ID Food dan pastikan ID Food dapat menjelaskan dengan gamblang kepada Komisi VI apa yang terjadi selama ini dengan aset tersebut,” ucapnya.

Selain Firnando, Anggota Komisi VI DPR RI lainnya Amin AK juga menyatakan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) atau yang kini dikenal sebagai ID Food wajib merebut kembali asetnya yang dikuasai pihak lain tanpa izin yang sah. Amin mengungkapkan hal itu menyusul laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan bahwa sekitar 147 aset milik ID Food, beserta anak perusahaannya, saat ini berada di bawah penguasaan pihak lain. Total nilai aset tersebut diperkirakan mencapai Rp 3,32 triliun. Amin juga menyoroti banyaknya aset BUMN berupa lahan yang tersebar di berbagai daerah dan sebagian diantaranya saat ini dikuasai pihak ketiga atau masyarakat. “Aset-aset tersebut harus segera diamankan agar dapat dikelola secara efektif dan efisien,”kata Amin kepada Law-Justice, Rabu (15/01/2025).

Menurut Amin, mengamankan dan menjaga aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu sama dengan mengamankan dan menjaga aset negara. “Karena ada penyertaan uang negara di dalam pembentukan dan pengembangan BUMN. Jika aset BUMN dikelola dengan baik, pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya.

Lebih lanjut Amin mengatakan, ID Food maupun BUMN lainnya harus mengambil langkah tegas untuk merebut kembali aset-asetnya yang saat ini dikuasai oleh pihak lain tanpa izin yang sah. “Terutama jika BUMN memiliki dasar hukum yang kuat seperti sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN),” terang Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini.

 Menanggapi audit BPK soal aset ID Food yang berpindah tangan ini, pakar ekonomi sekaligus kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat bilang bahwa ada yang tidak beres dalam manajemen ID Food. Sebab, pengelolaan aset semestinya dikelola secara baik. “Aset itu kan menjadi nilai ekonomi perusahaan yang berguna untuk menambal defisit ekonomi ketika anjlok,” ujar dia.

Menurutnya, pengelolaan aset ini diduga dibiarkan berantakan sehingga aset begitu mudah dikuasai pihak lain. Dengan persebaran aset di seluruh Indonesia dan banyak perusahaan terlibat, maka persebaran uang dari aset pun banyak mengalir ke pihak yang mengambil keuntungan. “Lagi-lagi pemburu rente mengambil peranan untuk kepentingan pribadi. Terlebih di level direksi dan komisaris kan duduk mereka yang dapat kursi karena politik balas budi,” kata dia.

Jejak Korupsi di Lumbung Pangan

Penyimpangan yang berujung korupsi di perusahaan yang tergabung ID Food memang terjadi. Teranyar, mantan Direktur Pengembangan Bisnis pada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) periode 2015–2016 menjadi tersangka dalam kasus impor gula yang juga menyeret mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong sebagai tersangka.

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menduga Charles Sitorus terlibat karena dia memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula. Delapan perusahaan ini yang menggarap gula kristal mentah menjadi gula kristal putih. Adanya pengelolaan gula kristal merah oleh sejumlah perusahaan akibat permainan importasi yang semestinya gula kristal putih. Dari situ, delapan perusahaan memperoleh cuan besar dari pengelolaan gula mentah lantaran dibeli mahal oleh PT PPI.

Anggota ID Food lain, yakni PT SHS juga tersangkut kasus korupsi. Kala itu, Kejaksaan Agung mengungkap bancakan penggunaan Kredit Modal Kerja (KMK) oleh Kantor Regional I PT Sang Hyang Seri (Persero) tahun 2012-2013, yang mencapai Rp 65 miliar. Lain itu, PT SHS juga terlibat korupsi pengadaan, penyaluran, dan pengajuan subsidi benih tahun anggaran 2008-2011 yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 112,425 miliar.

PT Berdikari juga tersangkut kasus bancakan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar korupsi pengadaan pupuk di perusahaan pelat merah tersebut yang terjadi pada periode 2010-2013. Mantan Direktur Keuangan PT Berdikari Siti Marwah menjadi pelaku dalam kasus ini dan divonis 4 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan kurungan. Siti terbukti menerima suap Rp 2,2 miliar terkait jual beli pupuk dengan sejumlah rekanan bisnis PT Berdikari.

Direktur Keuangan PT Berdikari Siti Marwah saat menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/12/2016). (Hukum Online)

Tak hanya itu, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau juga mengungkap korupsi penyimpangan penutupan asuransi aset PT Persero Batam pada PT Berdikari Insurance Cabang Batam 2012-2021. Penutupan asuransi dilakukan tanpa proses lelang dan tanpa penilai yang berwenang. Dalam kasus ini, terdapat kerugian keuangan negara sekitar Rp 2,22 miliar. Tak lama setelah itu, persisnya pada September 2024, OJK membatasi kegitan usaha Berdikari Insurance.

Dari informasi yang didapat redaksi, Direktur Utama ID Food, Sis Apik Wijayanto mendatangi BPK. Dia menyarankan PT Berdikari keluar dari holding ID Food. Ini karena kinerja keuangan Berdikari yang memburuk. Terlebih ada aset yang tidak jauh dari Istana Negara Jakarta yang sudah beralih tangan ke pihak lain. Buruknya kinerja keuangan Berdikari membuat Sis Apik menyarankan anggota usaha ID Food itu masuk penanganan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).

VP Sekretaris Perusahaan ID Food Yosdian Adi Pramono, tak mengetahui adanya komunikasi Dirut ID Food dengan pihak BPK. Dia menjelaskan sengkarut pengelolaan aset ID Food sedang proses mediasi dengan pihak terkait. Menurutnya, perusahaan mengutamakan proses nonlitigasi untuk saat ini, meski BPK sudah mengeluarkan audit. “Proses hukum, mulai dari somasi akan kami lakukan setelah proses mediasi tidak memenuhi hasil,” kata Yosdian saat dihubungi Law-justice, Jumat (17/1/2025).

“Terkait pimpinan ID Food bertemu pihak BPK, akan kami kroscek dahulu dan terkait pengalihan aset Berdikari di dekat Istana Negara belum kami ketahui informasinya,” imbuhnya.

Menyikapi maraknya penyimpangan di BUMN pangan ini, Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI  Herman Khaeron mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar melakukan pemeriksaan lagi terhadap BUMN ID Food buntut laporan sebelumnya terkait dengan 147 aset senilai Rp 3,32 triliun milik perusahaan pelat merah tersebut dicaplok atau dikuasai pihak lain.

Politisi yang akrab disapa Hero ini menyatakan perlu adanya penjelasan lebih rinci dan jelas mengenai permasalahan ID Food tersebut. “Jika diperlukan akan meminta kepada BPK untuk dilakukannya pemeriksaan dengan tujuan tertentu agar lebih rinci dan jelas,” kata Hero kepada Law-Justice, Jumat (17/01/2025).

Selain Komisi VI DPR RI, Hero menyatakan bila BAKN DPR RI pihaknya akan memanggil jajaran direksi BUMN ID Food untuk meminta penjelasan lebih lanjut.  “Saya sebagai Pimpinan BAKN (Badan Akuntabilitas Keuangan Negara) akan memanggil juga direksi ID FOOD untuk memberikan penjelasan,” imbuhnya.

Bagi Hero, masalah hilangnya 147 aset senilai Rp 3,32 triliun milik perusahaan pelat merah tersebut dicaplok atau dikuasai pihak lain menjadi perhatian serius dari DPR RI. Dia menegaskan, pemanggilan Direksi ID FOOD baik oleh Komisi VI DPR dan BAKN menjadi skala prioritas. Diusahakan, pemanggilan Direksi ID FOOD dilakukan saat masa sidang yang akan berlangsung pada tanggal 20 Januari 2025. “Kami tentu akan memberi perhatian khusus pada masalah ini, dan dijadwalkan RDP di komisi VI. harus ditetapkan jadwal dulu, dan disinkronkan dengan mitra kerja yang lainya, namun kita masukan skala prioritas,” pungkasnya.

Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI  Herman Khaeron.

Paling penting  adalah melakukan legal audit terhadap BUMN Pangan, terutama terhadap kerja-kerja yang melibatkan keuangan negara atau pun subsidi. Dari sejumlah temuan BPK dan aparat penegak hukum, tidak menutup peluang adanya upaya dari pihak tertentu untuk menjadikan BUMN ini sebagai sapi perahan. Modus ini sebenarnya kerap terjadi, bahkan juga telah terhadi di sub-holding Id Food ini. Sejumlah BUMN dikucuri program subsidi, untuk kemudian dijadikan lahan bancakan. Dari kasus yang telah ditangani oleh KPK dan Kejaksaan Agung menunjukkan tren tersebut.

Selain itu, pola holdingisasi era lalu pun sudah semestinya dievaluasi. Dalam kasus raibnya aset Id Food ini tidak lepas dari ketergesaan proses holdingisasi yang tanpa kajian memadai. Sejumlah holdingisasi yang dibentuk justru membuat BUMN menjadi bleeding makin parah. Hal ini bisa dilihat dari tren laporan keuangan RNI pasca holding, beban keuangan yang melonjak, membuat laba tergerus.  

Sekadar mengucurkan PMN tanpa melakukan perbaikan yang signifikan dan mendasar di tubuh holding ini hanya akan memperbesar peluang lapangan korupsi gaya baru. Alih-alih menyehatkan BUMN, kucuran PMN tanpa kajian dan pengawasan yang memadai hanya akan membuat duit rakyat terbuang percuma.

Rohman Wibowo
Ghivary Apriman

 

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar