DPR Minta Pagar Bambu Misterius di Pantura Tangerang Diselidiki

Sabtu, 11/01/2025 20:07 WIB
Patok-patok bambu yang dipasang disepanjang pantai di Desa Kohod, Tangerang, mengganggu aktifitas ekonomi nelayan.

Patok-patok bambu yang dipasang disepanjang pantai di Desa Kohod, Tangerang, mengganggu aktifitas ekonomi nelayan.

law-justice.co - Pagar bambu misterius membentang sejauh 30 kilometer di sepanjanga pantai utara Tangerang, Banten. Belum terungkap siapa pihak yang bertanggung jawab terhadap pemasangan pagar tersebut, meskipun sudah ada pihak yang dicurigai. hal ini turut disoroti juga oleh parlemen. Anggota DPR minta pagar bambu ini diselidiki.

Pemagaran laut itu berada di wilayah laut Kabupaten Tangerang, Banten. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerangkan pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet, dan juga diberikan pemberat berupa karung berisi pasir. Riyono, Anggota Komisi IV DPR RI, menyoroti pemagaran laut di Tangerang. Dia secara khusus mendatangi lokasi pemagaran tersebut. Pagar yang terbuat dari bambu itu berdiri sepanjang 30,16 kilometer. Ia menilai pemagaran tersebut berpotensi melanggar penggunaan wilayah ruang laut. Maka dari itu, Riyono mengajak instansi terkait untuk menyelidiki hal tersebut. "Kawan-kawan di Pemprov, teman-teman di KKP ayo kita lihat dengan sejujur-jujurnya," jelas Legislator Dapil 7 Jatim itu.

Riyono menilai, perlu diselidiki siapa pelakunya. Hal itu disampaikan Riyono usai mendatangi langsung lokasi pemagaran tersebut. "Kita mau nyari siapa yang bertanggung jawab terhadap penggunaan ruang wilayah laut, ini punya potensi pelanggaran penggunaan wilayah ruang laut. Mau kita cek dan mau kita selidiki siapa yang melakukan ini," kata Riyono dalam keterangannya, Jumat (10/1/2025) sebagaimana dikutip Parlementaria.

 

"Siapa pun dia, dia harus mempertanggungjawabkan. Ini adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia laut untuk nelayan," ujar politisi Fraksi PKS ini. Menurut Riyono, pemagaran laut tersebut merugikan nelayan. Sebab mereka harus memutar saat pergi melaut atau kembali. "Kemudian pasti solarnya juga akan tambah. Oleh karena itu kita akan coba, kita akan usaha bagaimana kemudian mereka mempertanggungjawabkan," kata Riyono.

 

(Bandot DM\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar