Fakta Dugaan Korupsi LNG Pertamina hingga Ahok Diperiksa

Sabtu, 11/01/2025 13:39 WIB
gedung KPK (ayobandung)

gedung KPK (ayobandung)

Jakarta, law-justice.co - Pengembangan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT. Pertamina (Persero) tahun 2011-2021 terus dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Teranyar, KPK telah memeriksa Eks Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Kamis (9/1) kemarin dan Eks Dirut Pertamina Nicke Widyawati pada Jumat (10/1) sebagai saksi dalam kasus ini.

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan Ahok diperiksa untuk dimintai keterangan terkait kerugian Pertamina akibat kontrak LNG.

Dikutip dari CNN Indonesia, Tessa menjelaskan Ahok juga diperiksa untuk dimintai keterangan soal permintaan dewan komisaris Pertamina kepada direksi terkait kontrak tersebut.

"BTP didalami terkait adanya kerugian yang dialami Pertamina di tahun 2020 dengan potensi kerugian USD 337 juta akibat kontrak-kontrak LNG milik Pertamina," kata Tessa dalam keterangan tertulis, Jumat (10/1).

"Didalami juga permintaan Dekom kepada Direksi untuk mendalami 6 kontrak LNG Pertamina tersebut," sambungnya.

Dikutip dari laman KPK, kasus ini sudah bergulir sejak beberapa tahun lalu dan sudah menghasilkan putusan pengadilan yakni vonis 9 tahun penjara kepada mantan Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan. Karen kini menempuh kasasi karena tidak terima dihukum sembilan tahun penjara.

Kasus berawal pada 2012, saat PT Pertamina Persero memiliki rencana melakukan pengadaan LNG sebagai alternatif mengatasi defisit gas di Indonesia yang diperkirakan terjadi pada kurun waktu 2009-2040.

Dari perkiraan disebut perlu pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN, Industri Pupuk, dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia.

Karen yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG dari luar negeri, diantaranya perusahaan CCL (Corpus Christi Liquefaction) LLC Amerika Serikat.

Saat pengambilan kebijakan tersebut, KPK menyebut Karen secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa ada kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero

Selain itu tidak dilakukan pelaporan untuk menjadi bahasan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini pemerintah. Dengan demikian tindakan Karen disebut tidak mendapatkan persetujuan dari pemerintah.

Dalam perjalanannya seluruh kargo LNG milik PT Pertamina (Persero) yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat itu tidak terserap di pasar domestik, yang berakibat menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

Atas kondisi oversupply tersebut, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina Persero.

Perbuatan Karen Agustiawan bertentangan dengan ketentuan, diantaranya Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina (Persero); Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008; Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011; dan Permeneg BUMN Nomor PER-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerjasama BUMN.

Dari perbuatan Karen Agustiawan menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 Triliun.

Pengembangan kasus ini, KPK menetapkan Direktur Gas PT Pertamina periode 2012-2014 Hari Karyuliarto dan Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina tahun 2013-2014 Yenni Andayani sebagai tersangka.

Penetapan tersangka dilakukan pada 2 Juli 2024 lalu. Mereka diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum sehingga merugikan keuangan negara.

Ketika penetapan tersangka kala itu, Tessa menegaskan, lembaga antirasuah tengah mempelajari empat pengadaan LNG.

KPK juga memanggil pihak lain sebagai saksi, termasuk mantan Dirut Pertamina Nicke Widyawati.

Selain Ahok dan Nicke, Tessa juga telah membeberkan materi pendalaman terhadap 6 saksi lain yang telah diperiksa dalam kasus ini.

Direktur Pengolahan Pertamina periode 12 April 2012 hingga November 2014, Chrisna Damayanto, didalami terkait rencana kebutuhan LNG untuk kilang.

Manager Korporat Strategic PT Pertamina Power (persero), Ellya Susilawati, didalami terkait aturan mekanisme pembelian LNG

Business Development Manager PT Pertamina periode 14 November 2013 hingga 13 Desember 2015, Edwin Irwanto Widjaja, didalami terkait kajian pengadaan LNG yang tidak pernah diberikan kepada Direktorat PIMR (Direktorat Investasi dan Manajemen Resiko).

VP Treasury PT Pertamina periode Agustus 2022, Dody Setiawan, didalami terkait transaksi penjualan LNG.

Kemudian, Senior Vice President (SVP) Gas PT Pertamina (Persero) tahun 2011 hingga Juni 2012, Nanang Untung, didalami terkait rencana proses pembelian LNG tahun 2012.

Sebelum mereka, KPK telah memeriksa Eks Menteri BUMN Dahlan Iskan yang kala itu juga selaku kuasa pemegang saham PT. Pertamina sebagai saksi dalam kasus ini.

Dahlan dicecar terkait izin pengadaan LNG dalam pemeriksaan yang digelar pada 4 Juli 2024 lalu.

"Perannya sebagai Menteri BUMN saat itu sebagai kuasa pemegang saham PT Pertamina serta ditanyakan ada tidaknya izin dari pemegang saham terkait kebijakan pengadaan LNG tersebut," jelas Tessa kala itu.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar