Geledah Rumah Eks Dirut BUMN, KPK Sita 3 Vespa Senilai Rp1,5 Miliar

Jum'at, 10/01/2025 12:28 WIB
ilustrasi gedung KPK. Foto: RRI

ilustrasi gedung KPK. Foto: RRI

Jakarta, law-justice.co - Sebagaimana diketahui, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan rumah seorang mantan Direktur Utama (Dirut) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Jakarta.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Dirut BUMN tersebut berasal dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), namun identitasnya belum diketahui.

Penggeledahan ini dilakukan dalam rangka mencari barang bukti terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

"Penyidik KPK telah melakukan penggeledahan terhadap salah satu rumah mantan Direktur Utama BUMN di Jakarta," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, melalui keterangan tertulis, Kamis (9/1/2025).

Tessa mengungkapkan sejumlah barang bukti yang ditemukan dan disita oleh penyidik. Barang-barang tersebut meliputi tiga unit vespa berwarna hitam, krem, dan merah dengan nilai total sekitar Rp1,5 miliar, yang diangkut ke Gedung Merah Putih KPK menggunakan truk towing.

“Kendaraan bermotor berupa tiga (3) unit sepeda motor jenis Vespa Piaggio dengan nilai kurang lebih Rp1,5 miliar dan satu (1) unit mobil bermerek Wuling senilai kurang lebih Rp350 juta. Selain itu, penyidik juga menyita barang bukti elektronik dan dokumen yang diduga terkait dengan perkara yang sedang ditangani,” jelas Tessa.

"Asset yang disita tersebut diduga terkait dengan aliran dana dari tindak pidana korupsi (TPK) perkara tersebut," tambahnya.

Lebih lanjut, Tessa mengingatkan, "Kepada siapa pun untuk tidak turut serta dalam menerima, menyembunyikan, atau menampung harta yang punya keterkaitan dengan tersangka. Jika terbukti melakukannya dalam upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta hasil Tindak Pidana Korupsi, pihak-pihak tersebut akan dijerat sesuai dengan UU TPK dan/atau pencucian uang."

Sebelumnya, KPK menyatakan penyidikan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI terus berkembang dan berpotensi menambah jumlah tersangka. Hingga kini, lembaga antirasuah tersebut telah menetapkan tujuh tersangka.

"KPK akan terus mempelajari perkara ini dan sangat memungkinkan untuk menjerat pihak-pihak lain yang terlibat dalam perbuatan melawan hukum dan patut dimintakan pertanggungjawaban pidananya," ujar Tessa.

Dia juga mengingatkan kepada pihak-pihak yang terjerat dalam perkara ini agar tidak tergiur oleh oknum yang mengatasnamakan KPK dengan janji-janji untuk membebaskan mereka dari jerat hukum.

"Mengingatkan kepada para pihak untuk tidak tergiur atas janji-janji yang diberikan dengan mengatasnamakan KPK untuk dapat lepas dari perkara ini," tegasnya.

Dalam pengembangan penyidikan, KPK menemukan bukti baru terkait modus "tambal sulam" dalam pemberian fasilitas kredit oleh LPEI. Modus ini melibatkan para debitur yang terus berutang dan membayar utang menggunakan dana pinjaman sebelumnya. Diduga terdapat praktik rasuah dalam proses ini.

Atas praktik tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp1 triliun. Sejumlah aset milik para tersangka telah disita, termasuk 44 bidang tanah dan bangunan dengan nilai sekitar Rp200 miliar.

Sebagai informasi, KPK pada 19 Maret 2024 mengumumkan dimulainya penyidikan dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit pada LPEI.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar