Banjir Bandang-Longsor,
Walhi Desak Pemerintah Moratorium Izin Tambang Nikel di Morowali Utara
Moratorium Izin Tambang Nikel di Morowali Utara. (Istimewa).
Jakarta, law-justice.co - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sulawesi Tengah (Walhi Sulteng) secara resmi mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera mengevaluasi izin produksi Pertambangan Nikel di Kabupaten Morowali Utara dan Morowali.
Desakan itu disampaikan Direktur Walhi Sulteng, Sunardi Katili menyusul bencana Banjir Bandang yang melanda kawasan CV Surya Amindo Perkasa, Dusun Towi, Desa Tamainusi, Kecamatan Soyojaya, pada Jumat (3/1/2025) pukul 17.30 WITA.
Peristiwa tragis tersebut mengakibatkan satu orang meninggal dunia dan dua lainnya mengalami luka-luka.
Sunardi Katili menilai, pemerintah perlu memberlakukan moratorium atau penghentian sementara terhadap izin Pertambangan Nikel yang beroperasi di wilayah tersebut.
Tanpa langkah tegas, bencana serupa bahkan yang lebih besar dapat terulang di masa mendatang.
“Jika tidak segera dievaluasi dan dihentikan sementara, tidak ada jaminan bencana alam seperti ini tidak akan terjadi lagi. Kerusakan lingkungan akan terus berlanjut jika aktivitas tambang dibiarkan,” ujar Sunardi.
Sunardi juga menyoroti bencana banjir disertai longsor itu bukan pertama kalinya terjadi di Dusun Towi.
Walhi menduga aktivitas Pertambangan Nikel di kawasan hulu telah merusak hutan yang berfungsi sebagai penyangga ekologis, sehingga meningkatkan risiko bencana alam.
“Kerusakan kawasan hutan akibat pertambangan yang terus-menerus beroperasi di hulu sangat berdampak buruk. Ini merupakan bentuk nyata dari dampak program hilirisasi nikel yang dicanangkan pemerintah, yang justru mengorbankan kelestarian hutan dan wilayah kelola rakyat,” jelas Sunardi.
Walhi mencatat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Kecamatan Soyojaya mencakup 2.070,58 hektare.
Kondisi itu memperkuat urgensi evaluasi dan moratorium izin tambang demi mencegah bencana ekologis yang berkelanjutan.
Sebelumnya, aktivitas pertambangan nikel di wilayah pesisir Teluk Tomori, khususnya di Dusun Towi, Desa Tamainusi, Kecamatan Soyojaya, Kabupaten Morowali Utara, menjadi perhatian serius.
Berdasarkan penelusuran Jatam Sulteng, kegiatan tersebut diduga memicu banjir dan tanah longsor yang terus berulang.
Kerusakan kawasan pesisir laut turut disorot sebagai dampak yang muncul akibat pertambangan di wilayah hulu.
Pada Jumat, 3 Januari 2025 sekitar pukul 17.30 WITA, banjir yang membawa material longsor melanda Dusun Towi.
Peristiwa ini menewaskan satu orang dan mengakibatkan tiga lainnya terluka. Banjir serupa beberapa kali terjadi di lokasi ini, diduga dipengaruhi oleh kerusakan hutan penyangga.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah menilai kerusakan ekosistem di Teluk Tomori berhubungan erat dengan aktivitas tambang nikel yang masif.
Menurut WALHI, penambangan di daerah hulu menyebabkan kawasan hutan kehilangan fungsinya sebagai pelindung lingkungan, sehingga rawan memicu banjir dan longsor.
Mereka menyebut fenomena ini sebagai representasi langsung dampak hilirisasi nikel yang merambah area hutan serta lahan masyarakat.
Di Kecamatan Soyojaya, terdata beberapa izin usaha pertambangan nikel dengan total luas sekitar 2.070,58 hektare.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran terkait keberlanjutan hutan, stabilitas wilayah pesisir, serta keselamatan warga yang berpotensi terdampak bencana serupa di masa mendatang.
View this post on Instagram
Komentar