Sekitar Kecurangan Pilkada 2024
Petugas membawa kotak suara dan logistik Pilkada 2024 untuk didistribusikan ke TPS 11 yang berada di Kampung Bulang, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Selasa (26/11/2024). Robinsar Nainggolan
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu RI) mengungkapkan telah menerima hampir 1.500 laporan dugaan pelanggaran pelaksanaan Pilkada per 1 Desember 2024. Menurut Bawaslu, angka tersebut menunjukkan banyaknya upaya melanggar aturan meski sudah dilakukan pencegahan melalui sejumlah sosialisasi regulasi kepada peserta Pilkada 2024.
Bawaslu juga menyatakan sedikitnya ada 195 kasus dugaan pelanggaran netralitas kepala desa dalam pilkada 2024. Pelanggaran itu terjadi sejak awal masa kampanye hingga 28 Oktober 2024. Adapun kasusnya tersebar di 25 provinsi, antara lain Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten. Dari laporan yang masuk, modus pelanggaran dengan segala cara. Satu diantaranya menggarap acara berkedok silaturahmi dan konsolidasi organisasi yang turut menghadirkan seorang kepala desa.
Bawaslu mencontohkan kasus di Semarang, yang kedapatan mengarahkan massa ke salah satu paslon di Pilgub Jawa Tengah dan Pilwakot Semarang. Kala itu, Bawaslu berhasil membubarkan acara tersebut.
Tak hanya di level kepala desa. Pengerahan massa untuk kandidat tertentu juga dilakukan Presiden Prabowo Subianto. Ini bermula dari selember surat berkop gambar bintang empat beredar di media sosial sejak Senin, 25 November 2024. Surat dengan panjang tiga paragraf itu tak disertai tanggal, tapi tercantum tanda tangan dan nama Jenderal TNI Purnawirawan Prabowo Subianto.
Melalui surat itu, Prabowo, yang baru menjabat presiden, mengajak warga Jakarta untuk mencoblos paslon gubernur dan wakilnya, Ridwan Kamil-Suswono. Dalam surat itu, Prabowo mengawali surat dengan puja-puji kepada Ridwan Kamil dan Suswono. “…kepada saudaraku yang ku hormati dan ku banggakan untuk menggunakan kekuasaan, kedaulatan yang ada di tangan mu. Bantulah negara mu, bantulah bangsa mu, gunakan hak pilihmu untuk memenangkan pasangan nomor urut satu (1) H M. Ridwan Kamil - H Suswono (RIDO) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta 5 tahun mendatang,” begitu petik Prabowo dalam surat itu.
Adapun Ridwan Kamil-Suswono merupakan pasangan calon yang didukung Koalisi Indonesia Maju atau KIM--yang membersamai kekuatan pemerintahan. Koalisi partai itu berisikan Gerindra bersama Partai Golkar dan Demokrat, yang juga partai pendukung Prabowo saat Pilpres. Surat ajakan Prabowo tersebut beredar di media sosial pada dua hari sebelum pencoblosan. Di sisi lain, saat itu merupakan masa tenang yang melarang kampanye dalam bentuk apapun.
Surat atas tanda tangan Prabowo itu menambah akumulasi daftar cawe-cawe Prabowo dalam pilkada. Sebelumnya, domplengan Prabowo juga ditujukan bagi kadernya di pilkada Banten. Prabowo mengarahkan preferensi politik masyarakat untuk memilih calon Gubernur Banten, Andra Soni. Dalam video dukugan itu, Prabowo mengenakan kemeja putih, dan berdiri di samping Andra Soni. Promosi dukungan Prabowo terhadap Andra, kemudian diunggah akun Instagram terkenal pada 23 November, mulai dari @raffinagita1717, @sufmi_dasco, @dpdgerindrabanten, dan tak ketinggalan @andrasoni12, pada Sabtu, 23 November 2024.
Satu pekan sebelum video promosi untuk Andra Soni tersebut, Prabowo juga kedapatan menggarap video berisi dukungan kepada calon Gubernur Jawa Tengah. Ketum Gerindra ini secara gamblang mengarahkan masyarakat Jawa Tengah mendukung pasangan calon Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen, yang didukung koalisi KIM.
Cawe-cawe Prabowo di Pilgub Jawa Tengah agaknya tak terlepas dari manuver Joko Widodo. Sebab, rekaman video dukungan untuk Ahmad Luthfi-Taj Yasin itu digarap pada 3 November 2024. Kala itu, Prabowo sedang berada di Solo, Jawa Tengah untuk sowan ke Jokowi.
Meski sudah purnatugas sebagai presiden dan tak menjadi kader partai, toh Jokowi masih terlibat dalam kerja-kerja politik. Di Jawa Tengah, dia terlibat aksi simbolis bertemu dengan calon gubernur-wakil gubernur pilihan KIM plus. Bahkan turut kampanye pasangan calon Ahmad Luthfi-Taj Yasin di dua kabupaten, yakni Klaten dan Karanganyar.
Bukan cuma di Jawa Tengah, Jokowi pun sama seperti Prabowo yang ikut menyokong dukungan untuk calon Gubernur Jakarta, Ridwan Kamil. Dia meyakinkan warga Jakarta bahwa pilihan politiknya ke Ridwan Kamil berdasarkan rekam jejak sebagai gubernur dua periode di Jawa Barat.
Turunnya Jokowi mendukung Ridwan Kamil bersama Suswono, di tengah pasang surut elektabilitas. Rival mereka, pasangan calon Pramono Anung-Rano Karno yang disokong PDIP terus menggerus elektabilitas RK-Suswono, bahkan hasil beberapa lembaga survei menyatakan Pram-Rano unggul sekian persen.
Hasil Pilkada Jakarta nyatanya tak memuaskan kubu RK-Suswono. Hasil rekapitulasi KPUD Jakarta menyimpulkan suara Pram-Rano unggul hingga 50 persen lebih. Sementara RK-Suswono hanya 39 persen sedikit. Tim hukum Rido melaporkan adanya kecurangan yang menggerus suara kubunya.
Ramdan Alamsyah mengatakan dugaan kecurangan Pilkada terjadi di sebuah TPS daerah Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Anggota tim hukum Rido ini menuding kecurangan pihak tertentu lantaran ada kotak suara yang tidak disegel. Padahal kotak itu seharusnya tersegel saat dibawa ke kelurahan.
Menurutnya, potensi suara RK-Suswono bukan di kisaran 30 persen, tapi lebih dari itu. Sehingga peluang putaran kedua bisa saja terjadi. Menurutnya, ini baru satu kecurangan yang berhasil ditemukam. "Bagaimana bisa menang atau putaran kedua, kalau suara kami dimanipulasi," kata Ramdan pada Jumat (6/12/2024).
Dugaan kecurangan ini bukan tanpa dasar, kata Ramdan, pihaknya di TPS tersebut menemukan adanya indikasi pembukaan segel kembali oleh orang tertentu. Sehingga, suara dalam kotak yang tak tersegel itu dialihkan ke dua paslon lain.
"Kami ada buktinya dan ini sulit terbantahkan. Ada pihak-pihak yang ingin merekayasa hasil pemilihan," ucapnya.
Lain itu, ujar Ramdan, kecurangan lain adalah adanya sejumlah warga yang tidak menerima formulir C6 untuk menuntaskan hak politiknya. Padahal, katanya, mereka punya hak pilih yang sah dan sebelumnya terdaftar di daftar pemilih. Sedikitnya ada 2.000 laporan kecurangan terkait formulir C6 yang tidak didapatkan banyak warga ini. "Jadi, ini (kecurangan) kami anggap sudah terstruktur sistematis dan masif," tuturnya.
Sejumlah kecurangan ini sudah dilaporkan ke Bawaslu pada awal Desember, tapi kata Ramdan hingga kini belum ada kejelasan tindakan yang diambil pimpinan Bawaslu Jakarta. Padahal, jika merujuk Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2020, semestinya Bawaslu mengumumkan hasil penelitian awal 2 hari setelah laporan. "Kami tak asal jika menyebut Bawaslu Jakarta bekerja tak serius. Ini lebih menjurus kepada tidak profesional dan menyalahi kode etik," katanya.
Tim hukum Rido, kata dia, lantas menduga Bawaslu Jakarta memiliki preferensi politik ke paslon tertentu. Sebab, pembuktian soal kotak berisi formulir C6 yang tak tersegel itu bisa dilakukan dengan cepat, jika pihak Bawaslu mengecek fisik kotak suara yang dipermasalahkan. "Kalau bukan ada permainan politik, apa lagi yang menghambat kerja Bawaslu," ujarnya.
Jika Bawaslu Jakarta masih tidak pro-aktif menindaklanjuti laporan, kata Ramdan, pihaknya bakal melaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, ada indikasi pelibatan penyelenggara negara yanh menyalahgunakan kekuasaannya. "Kecurangan ini enggak main-main. Karena curang, hak politik warga dikebiri dan otomatis menggerus tingkat partisipasi dan suara paslon," katanya.
Sementara itu, Chico Hakim tidak ambil pusing soal laporan tim rivalnya itu. Juru bicara Pramono-Rano ini justru melihat kecurangan sarat dilakukan tim Rido. Domplengan politik dari Prabowo dan Jokowi, menurutnya menjadi hal yang sulit dibantahkan pelanggarannya. "Itu kan menurut regulasi jelas melanggar. Tapi tim Rido tidak ada klarifikasi soal dukungan dua pemimpin negara itu, " kata Chico pada Kamis (5/11).
Tudingan soal rekayasa suara, baginya, hanya terkesan mengada-ada dan tidak terima keadaan. Tembusnya angka 50 persen suara Pram-Rano bukan karena hasil kecurangan, namun karena mesin partai koalisi yang berjalan dan tepat sasaran. "Juga karena masyarakat sudah mulai membuka mata untuk perubahan, untuk Jakarta menyala," ujarnya.
Chico merujuk pada gelaran Pilpres yang tingkat kecurangan cenderung berada di kubu koalisi KIM. Di Pilkada, menurutnya, pun sama. "Pengerahan kepala desa oleh kekuasaan juga terjadi, tidak cuma di Pilpres, tapi Pilkada," katanya yang merujuk kasus di Semarang.
Hasil 50 persen suara Pram-Rano, lantas menurut Chico cerminan ekspektasi warga Jakarta yang enggan Pilkada dikooptasi kekuasaan. Demokrasi, katanya, tumbuh di Jakarta. "Suara warga Jakarta enggak bisa kita bohongi. Satu putaran pilkada jadi keniscayaan," ucapnya.
Menanggapi cawe-cawe kekuasaan, Ketua Perludem, Khoirunissa, mewanti-wanti sikap Presiden Prabowo. Sebab, sikapnya jelas melanggar Undang-Undang Pilkada. Dia merujuk Pasal 71 Ayat (1) jo Pasal 188 dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, serta UU No 1/2015 beserta perubahan-perubahannya. Adapun beleid itu berisi pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon dalam pilkada.
“Semestinya Presiden bisa mengerti konsekuensi hukum di balik endorsement politiknya," ujarnya pada Jumat.
Perludem, kata Khoirunissa mencatat baik Prabowo dan Jokowi makin masif cawe-cawe menjelang pencoblosan. Kajian yang dilakukan mengungkap berbagai praktik lancung dugaan pelanggaran pilkada. Pola dugaan kecurangan dalam pilkada tidak berbeda dengan pilpres.
Jelasnya, kata dia, modus kecurangan pilkada menggunakan skema politik gentong babi, yang kadung laku dalam politik elektoral. Adapun politik gentong babi menjadi upaya penguasa menggunakan sumber daya negara untuk memobilisasi pemilih demi mencoblos kandidat tertentu dengan imbalan.
Dia merujuk pada mobilisasi kepala desa di salah satu hotel bintang lima di Semarang, pada 23 Oktober 2024 sebagai praktik politik gentong babi. "Itu jelas mengarahkan kandidat tertentu untuk Pilgub Jawa Tengah. Di sana perang bintang yang mempertemukan kekuatan kekuasaan dan oposisi," ucapnya.
Jabatan kepala desa, katanya, memang rentan dipolitisasi. Begitu pula dengan dana desa yang bisa menjadi harga tawar bagi kepala desa terlibat dalam pilkada. "Pilkada jadi enggak berjalan seharusnya kalau ada pengerahan kades-kades ini. Mereka memiliki kemampuan untuk mengarahkan pilihan politik warganya," tuturnya.
Menurutnya, kecurangan dalam pemilihan umum tidak akan bisa terurai sampai selesai, jika pihak penyelenggara dan pengawas pemilu berpihak pada kekuasaan. KPU dan Bawaslu bisa saja bersikap tidak tegas terhadap kecurangan yang terjadi."Kuncinya kan ada di regulasi dan siapa yang menegakkannya. Tapi bisa dilihat bagaimana kinerja penyelenggara dan pengawas pemilu. Masalah soal dana kampanye saja, sampai sekarang masih sulit terbuka rinci," katanya.
Antropolog hukum Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto sepakat dengan kelindan kekuasaan yang mempengaruhi jalannya pilkada di jalur penyimpangan. Selama ini, kekuasaan memegang kendali untuk menentukan konstelasi politik nasional. Pengendalian ini untuk melanggengkan kekuasaan hingga masa elektoral berikutnya.
"Politik yang transaksional dan tidak mengedepankan kebaikan publik, akan seperti ini hasilnya. Pemilihan umum hanya akan jadi komoditas yang diperjual-belikan. Yang kalah bisa menang dan sebaliknya sesuai deal," kata Sulis pada Kamis.
Dia tidak terlampau heran kecurangan terang-terangan di proses pilpres hingga pelaksanaannya berlanjut ke pilkada. Baginya, realitas politik hari ini cermiman dari hasil relasi oligarki politik dan ekonomi. "Politik hanya jadi kepentingan elite, padahal esensinya untuk kepentingan publik," katanya.
Sulis menuturkan, kecurangan dalam Pilkada, juga sukar ditindak jika kecurangan itu dilakukan oleh kekuasaan atau mereka yang berkelindan dengan kekuasaan. Proses pembuktian kecurangan akan bersifat formalitas. Supremasi hukum dalam pemilihan umum bakal jadi hal yang sulit dilakukan. "Ujung-ujungnya ini mempengaruhi kualitas demokrasi. Politik yang tidak sehat akan melahirkan demokrasi semu, karena semua diatur elite tanpa melibatkan partisipasi publik," tuturnya.
Komentar