Panen Korps Penegak Hukum di Pucuk Pimpinan KPK, Pertaruhan Masa Depan Pemberantasan Korupsi?
Komisioner Baru KPK di Pusaran Krisis Kepercayaan Publik
Ilustrasi.
law-justice.co - DPR baru saja memilih pimpinan dan dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Paket pimpinan kali ini tergolong istimewa, untuk pertama kali, tidak ada perwakilan masyarakat sipil di komisioner. Selain itu, pertama kali pula ada dua jaksa di komisioner. Lebih istimewa lagi Ketua Komisioner dan Ketua Dewan Pengawas sama-sama dari Kepolisian. Bagaimana masa depan pemberantasan korupsi dalam kendali pimpinan baru ini?
Trauma publik tampaknya belum hilang saat Komisi Pembernatasn Korupsi (KPK) dipimpin oleh Firli Bahuri. Firli menorehkan sejarah, dengan menjadi pimpinan KPK pertama yang harus lengser akibat skandal korupsi. Firli Bahuri resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Plda Metro Jaya dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan pada 22 November 2023. Ia diduga memeras mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, saat menangani kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.
Kasus ini menjadi drama yang berkepanjangan, sebab hingga kini status tersangka masih melekat, namun penanganan seoalh jalan di tempat. Selama setahun ini, tidak banyak progres dalam penanganan perkara ini oleh penyidik Polda Metro Jaya. Sementara, Syahrul sudah menjalani hukuman. Pekan lalu, Firli bahkan masih mangkir dari panggilan penyidik. Penyidik seolah tidak berdaya menghadapi Firli, hingga kasus yang mestinya sederhana ini medti terkatung-katung. Kasus ini selain mencoreng korps seragam cokelat, juga menjadi catatan khusus publik terhadap KPK.
Sayangnya kecemasan publik ini tampaknya tidak menjadi konsideran bagi wakil rakyat dalam menentukan komisioner KPK. Komisi III DPR RI menyelesaikan uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan dan dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis, (21/11/2024). Hasilnya, parlemen menetapkan lima nama pimpinan dan lima nama dewan pengawas KPK periode 2024-2029. Nama-nama ini dipilih berdasarkan pemungutan suara dari seluruh fraksi, yang dipimpin oleh Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman.
Suasana Pemilihan Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Kamis, (21/11/2024). (Suarainvestor)
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad menyatakan pengesahan lima Pimpinan KPK dan lima Dewas KPK periode 2024-2029 akan digelar pada pekan depan. Menurutnya, pengesahan Pimpinan KPK dan Dewas KPK akan dilakukan dalam rapat paripurna kamis pekan depan. Sebelumnya, dikabarkan bila pengesahan Pimpinan KPK dan Dewas KPK akan dilakukan pada hari Selasa (26/11/2024) dalam rapat paripurna DPR RI. "Kemungkinan tanggal 5 Desember, sekalian penutupan masa sidang," kata Dasco melalui keterangan yang diterima, Selasa (26/11/2024).
Dalam rapat pleno, yang dihadiri sebanyak 44 dari 47 anggota itu, mereka memutuskan Irjen Kementerian Pertanian Komjen Setyo Budiyanto sebagai Ketua KPK. Dia menang pemilihan seusai memperoleh 45 suara. Perolehan suara Setyo mengalahkan Johanis Tanak dan Fitroh Rohcahyanto, dengan masing-masing dua suara dan satu suara. Adapun Setyo terpilih menjadi pimpinan KPK setelah mengantongi 46 suara. Sedangkan Fitroh Rohcahyanto mendulang 48 suara. Kemudian, Ibnu Basuki Widodo mengantongi 33 suara. Lalu, Johanis Tanak memperoleh 48 suara dan 39 suara menjadi milik Agus Joko Pramono.
Di perolehan suara pemilihan lima dewan pengawas KPK 2024-2029, muncul nama Benny Joshua Mamoto dan Chisca Mirawati, yang mengantongi suara terbanyak, yakni 46 suara. Sisanya yang terpilih adalah Wisnu Baroto dengan perolehan 43 suara, dan Gusrizal serta Sumpeno yang meraup masing-masing 40 suara.
Dari lima pimpinan KPK terpilih, semuanya adalah aparat penegak hukum, kecuali Agus Pramono yang berstatus eks auditor di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dimulai dari Setyo Budiyanto, yang merupakan perwira tinggi Polri. Sebelumnya, Setyo menjabat sebagai Direktur Penyidikan KPK dan Inspektur Jenderal di Kementerian Pertanian. Kemudian, ada Fitroh, seorang jaksa senior yang pernah menjabat sebagai Direktur Penuntutan KPK. Baik Fitroh dan Setyo pernah bekerja bersama di KPK pada periode 2019-2021. Belakangan, Fitroh mengaku sudah lama tak bertugas di Kejagung lantaran diperbantukan di BUMN Antam sebagai Kepala Divisi Litigasi.
Infografis: Profil Pimpinan KPK 2024-2029.
Sedangkan, Tanak adalah pimpinan KPK era Firli Bahuri, yang berstatus eks jaksa. Adapun, Ibnu adalah hakim yang juga sempat bertugas di Pengadilan Tipikor. Satu-satunya yang bukan penegak hukum, namun penyelenggara negara adalah Agus Joko, yang berstatus Wakil Ketua BPK (2019-2023).
Dengan komposisi ini, untuk pertama kali sejak KPK berdiri, tidak ada perwakilan masyarakat sipil di dalam komisioner KPK. Meskipun tidak dijabarkan secara tertulis dalam UU KPK, keberadaan semestinya menjadi faktor penyeimbang yang harus ada dalam struktur komisioner. Keberadaan perwakilan masyarakat sipil sebagai komisioner di KPK juga semestinya menjadi pembeda antara KPK dengan penegak hukum sektor korupsi lainnya.
Selain itu, sepanjang perjalanan KPK, punm baru kali ini terdapat dua unsur jaksa dalam komisioner KPK. Johanis Tanak yang juga merupakan komisioner 2019-2024, sebelumnya adalah jaksa aktif yang betugas di Kejaksaan Agung. Kini, Tanak juga bakal ditemani Fitroh Rochayanto. Fitroh dikenal sebagai jaksa yang lebih banyak mengabdi sebagai jaksa di KPK. Posisi terakhirnya di KPK adalah direktur penuntutan, sebelum dikembalikan ke Kejaksaan Agung karena terlibat konflik dengan atasannya di KPK.
Antara Harapan dan Kecemasan
Komposisi komisioner KPK yang diisi oleh APH aktif ini menjadi perhatian sendiri dari sejumlah kalangan, terutama kalangan penggiat anti korupsi. Umunya ada kecemasan terhadap masa depan pemberantasan korupsi jika menilik komposisi ini. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya, mempertanyakan latar belakang status pimpinan KPK. Baginya, lima pimpinan KPK terpilh bukan menjadi harapan bagi perbaikan tata kelola kelembagaan. Bukan juga pula harapan untuk mengembalikan citra KPK dan kepercayaan publik, tapi sebaliknya.
Diky menitikberatkan kepada nama pimpinan KPK yang enggan menanggalkan statusnya sebagai APH, seperti Setyo Budi yang masih di bawah naungan Polri, Fitroh sebagai jaksa untuk Jampidsus Kejagung dan Ibnu yang berstatus hakim di bawah Mahkamah Agung. Tidak cukup bagi mereka berhenti dari jabatannya, tetapi terpenting adalah keluar dari institusi. “Pimpinan KPK sekarang ini pasti berkelindan dengan konflik kepentingan dengan masing-masing lembaganya. Kita lihat saja,” ujar Diky pada Selasa (26/11/2024).
Menurutnya, apabila Setyo, Fitroh dan Ibnu hanya mundur dari jabatan seperti yang tertuang dalam Pasal 29 huruf i UU KPK, maka bisa menjadi potensi mereka memiliki loyalitas ganda. Kerja-kerja pemberantasan korupsi akan menjadi tidak objektif berdasarkan fakta dan bukti kasus. Sementara itu, UU KPK menjelaskan APH merupakan bagian dari subjek hukum yang ditangani KPK dalam kasus korupsi. “Nah, apakah mereka bisa bekerja secara independen, jika ada polisi, jaksa dan hakim yang terlibat bancakan,” ujar Diky.
Diky mewanti-wanti preseden buruk soal jiwa korsa antar APH yang kerap kali mengaburkan kasus korupsi. Penegak hukum yang sedang diusut peranannya sebagai pelaku korupsi, bisa saja dibebaskan dari statusnya. Atau bahkan vonis yang dijatuhkan kepada APH yang berperkara bakal ringan, alih-alih memaksimalkan hukuman. “Kalau sudah berpihak atas alasan tidak enak sesama penegak hukum atau dulu mantan rekan kerjanya, lantas apa jadinya KPK memberantas korupsi,” katanya.
Diky juga menyoroti pemilihan pimpinan komisi antirasuah yang terkesan mengabaikan faktor kompetensi dan rekam jejak. Baginya, lima pimpinan KPK terpilih dipilih berdasarkan faktor subjektif anggota DPR, yang sarat kepentingan dengan kekuasaan.
Kutipan LHKPN tahun 2023 Agus Joko Pramono Wakil Ketua BPK. (ist)
Rekam jejak beberapa pimpinan KPK pun tak kalah peliknya. Seperti Johanis Tanak yang diduga melanggar kode etik pada 2023. Dia melakukan pertemuan dengan tersangka kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung, yakni mantan Komisaris PT Wika Beton Tbk. Lain itu, dia terlibat komunikasi dengan salah satu pihak yang terlibat kasus korupsi di Kementerian ESDM.
Rekam jejak buruk juga didapati dari Agus Joko Pramono, yang diduga pernah menerima transaksi mencurigakan sejumlah Rp 115 Miliar terkait proyek di Kebumen, Jawa Tengah. Temuan ini pernah menjadi atensi PPATK dan menganggap transaksi itu sebagai transaksi mencurigakan. Di hadapanKomisi III, Agus membantah adanya transaksi Rp 115 miliar seperti yang dituduhkan tersebut.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2023, total harta Agus mencapai Rp 18,6 miliar. Harta tersebut terdiri dari empat bidang tanah di Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Sumedang dengan nilai Rp 4,3 miliar, empat unit kendaraan roda empat senilai Rp 882 juta, harta bergerak lainnya Rp 2,5 miliar, surat berharga Rp 5,74 miliar, kas/setara kas Rp 4,5 miliar, dan harta lainya Rp 620 juta.
Dengan kekayaan tersebut, Agus menjadi pimpinan KPK dengan harta yang dilaporkan di LHKPN terbesar. Ketua KPK Setyo Budiyanto melaporkan memiliki kekayaan senilai Rp 9,6 miliar, Fitroh Rohcahyanto Rp 5,05 miliar, Ibnu Basuki Widodo Rp 4,2 miliar, dan Johanis Tanak Rp 11,2 miliar.
Di sisi lain, ada Ibnu Basuki Widodo, yang dalam jabatannya sebagai hakim pernah memvonis bebas terdakwa korupsi bernama Ida Bagus Mahendra. Adapun Ida terlibat kasus pengadaan alat laboratorium IPA MTs di Kementerian Agama tahun 2010, yang merugikan keuangan negara. Tak hanya itu, Ibnu Basuki pada Desember 2017 saat menjabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tercatat pernah melarang peliputan media massa dalam siaran langsung persidangan kasus mega korupsi E-KTP. Saat itu, duduk sebagai terdakwa adalah Setya Novanto.
Sedangkan, Setyo Budiyanto dan Fitroh Rohcahyanto yang berasal dari institusi kepolisian dan Kejagung diduga memiliki konflik kepentingan dengan lembaga mulanya. Kendati begitu, dua orang ini pernah tidak sejalan dengan Firli Bahuri dalam beberapa kasus, seperti Fitroh yang memilih kembali ke Korps Adhyaksa lantaran berbeda pandangan dalam kasus Formula E, yang kala itu diduga membidik mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan.
Pakar Hukum Tata Negara Universiutas Andalas Feri Amsari. (Tangkapan Layar Film Dirty Vote)
Melihat konfigurasi pimpinan KPK, Feri Amsari sangat pesimistis dengan masa depan pemberantasan korupsi. Pakar hukum tata negara dari Univestitas Andalas ini mengatakan komposisi pimpinan KPK terpilih, yang dominan dari penegak hukum menunjukkan bahwa DPR dan kekuasaan ingin mengendalikan KPK. "Saya lihatnya KPK ini dijadikan pergumulan APH. Bayangkan berkumpul di sana polisi, jaksa dan hakim. Ada yang masih aktif pula. Sedangkan dalam dunia kerja diketahui adanya loyalitas. Apakah mereka yang berstatus APH ini bisa independen bekerja,” kata Feri pada Selasa.
Sehingga, Feri beranggapan bahwa lima pimpinan untuk periode 2024-2029 yang baru terpilih ini makin merepresentasikan kepentingan kekuasaan. KPK berpotensi bukan hanya dipakai sebagai alat kekuasaan, tetapi menjadi kepentingan pimpinan di masing-masing lembaga hukum dan DPR. “Ini yang ditakutkan, independensi hilang, korupsi makin tidak terkontrol,” katanya.
Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, juga sepakat bahwa pimpinan KPK yang terpilih berpotensi menjadi perpanjangan kekuasaan, dan APH di luar KPK untuk mengatur kasus korupsi. Tak hanya itu, DPR juga diduga turut memiliki kepentingan. Alih-alih membangun reformasi di KPK, komposisi pimpinan KPK terpilih bakal membawa KPK masa yang lebih dekaden. “Reformasi KPK tidak ada dalam rencana DPR. Pimpinan KPK yang problematik justru dipilih. Johanis Tanak menjadi pimpinan KPK adalah bukti ada sesat berpikir anggota parlemen hari ini,” tuturnya pada Jumat (29/11/2024).
Ihwal penghapusan OTT yang disambut baik DPR, juga diperhatikan Lakso. Dari pengalaman, OTT mesti dilakukan untuk meminimalisir larinya tersangka dan pengaburan barang bukti. Sehingga, OTT masih menjadi metode efektif untuk mengurai kasus. “Bagaimana jadinya KPK tanpa OTT. Sementara pelaku korupsi semakin banyak,” katanya.
Menurutnya, pimpinan KPK yang masih terafiliasi dengan institusi penegakan hukum, mesti mundur. Bukan dari jabatan, dari kelembagaan. Mundurnya mereka dari institusi masing-masing pun bukan jadi jaminan bisa bersikap independen. “Setidaknya mereka bisa menunjukkan etika sebagai pimpinan yang bebas dari atribusi penegak hukum di masa lalunya. Ya, lagi-lagi meminimalisir konflik kepentingan,” ucapnya.
DPR: Obyektif dan Dilematis
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyebut kritikan atas komposisi pimpinan KPK terpilih periode 2024-2029 merupakan hak masyarakat untuk mengemukakan pendapat. Habiburokhman mengklaim bila pimpinan KPK yang terpilih telah melewati proses seleksi yang ketat dan transparan sesuai dengan mekanisme. “Ketika dipilih oleh masing-masing individu ya hasilnya seperti itu. Saya dengan rekan separtai saya mungkin bisa berbeda pilihan, tapi setelah diakumulasi, itulah hasilnya,” kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (29/11/2024).
Habiburokhman tidak sepakat dengan adanya persepsi yang menyatakan bila para pimpinan KPK terpilih dinilai punya rekam jejak yang buruk. Menurutnya, proses seleksi pimpinan KPK telah melalui tahapan yang ketat dan dilakukan secara hati-hati dan dengan mekanisme yang sesuai dengan prosedur. “Semua anggota komisi menanyakan, mengkritik dan memberikan pertanyaan-pertanyaan menohok kepada para calon pimpinan KPK. Ketika dipilih, sistemnya di voting, dan keluarlah hasilnya seperti itu,” ujarnya.
Politisi Partai Gerindra tersebut bahkan mengklaim bila proses seleksi pimpinan KPK yang terjadi pada kali ini lebih baik dari periode sebelumnya. Menurutnya, Komisi III DPR RI juga telah mengevaluasi proses fit and proper test agar lebih terbuka, selain itu proses pemilihan pimpinan KPK juga dapat disaksikan. “Sejak awal, kita membuka masyarakat menyampaikan usulan dalam fit and proper test secara terbuka dan transparan, dengan beberapa hal yang merupakan evaluasi-evaluasi dari proses sebelumnya,” ungkapnya.
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman memasukkan kertas suara saat voting pemilihan dan penetapan calon pimpinan (Capim) KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2024). (Tribunnews)
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo sejak awal mengajak publik untuk memelototi para calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengikuti uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test di Komisi III DPR RI. Terlebih, fit and proper test digelar terbuka untuk umum dan bisa disaksikan dalam siaran langsung YouTube DPR RI. Sehingga publik bisa langsung menilai langsung Calon Pimpinan KPK tersebut. “Saya kira dalam proses kemarin, masyarakat sudah bisa menilai para Capim KPK ini mana yang punya konsep jelas dalam pemberantasan korupsi,” kata Rudianto ketika dikonfirmasi, Jumat (29/11/2024).
“Bagaimana jejaknya selama ini, komitmen pemberantasan korupsinya, semua mata tertuju kan disini,” sambungnya.
Rudianto menuturkan terdapat sejumlah alasan di balik terpilihnya Setyo Budiyanto sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 oleh Komisi III DPR RI. Menurutnya, Setyo memiliki konsep yang jelas dalam pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi, sehingga dipercaya mampu membawa perubahan positif di lembaga antirasuah tersebut.
Rudianto mengurai bahwa proses pemilihan pimpinan KPK merupakan amanah undang-undang yang memberikan hak kepada DPR untuk memilih berdasarkan hasil seleksi Panitia Seleksi (Pansel) yang dibentuk oleh Presiden. “Bagi kami di DPR, pilihan ini adalah pilihan terbaik dari yang baik. Sekali lagi, pilihan terbaik dari yang baik,” tuturnya.
Menurut Kapoksi Fraksi Nasdem Komisi III DPR RI ini, pilihan anggota DPR tentu mempunyai pertingang subjektif dan objektif. Namun, ia meyakini bahwa Setyo dinilai memiliki kemampuan dan rekam jejak yang luas, baik di dalam maupun di luar KPK. Selain itu, Setyo juga dinilai memiliki konsep yang jelas dalam upaya pemberantasan korupsi. Hal tersebut menurutnya, menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Pimpinan KPK terpilih. “Kenapa memilih Pak Setyo? Bagi saya Pak Setyo punya konsep yang jelas dalam rangka pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi,” imbuhnya.
Lebih jauh, Rudianto menegaskan bahwa Komisi III DPR RI menaruh harapan kepada pimpinan KPK yang terpilih dapat bekerja dengan sungguh-sungguh, menjalankan sumpah jabatan, serta mengembalikan kepercayaan publik terhadap KPK. Ia meyakini bila pimpinan KPK yang terpilih ini akan menunaikan sumpah jabatan Untuk sungguh-sungguh bekerja dengan baik dan benar. "Termasuk di dalamnya meluruskan dan memurnikan kembali penegakan hukum Di bidang pemberantasan korupsi,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Said Abdullah mengatakan, tugas Pimpinan dan Dewas KPK ke depan sangat berat. Said menyebut setidaknya terdapat empat hal yang harus dilakukan KPK ke depan untuk terus konsisten sebagai lembaga anti rasuah untuk memberantas korupsi. "Pertama, KPK harus memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap KPK sebagai lembaga penegak hukum yang bersih, profesional, berintegritas dan imparsial serta mampu menempatkan hukum sebagai panglima," kata Said melalui keterangan yang diterima, Kamis (28/11/2024).
Selain itu hal kedua yang harus KPK lakukan adalah mampu memperkuat sistem hukum serta mempengaruhi presiden dan DPR memperkuat kerja legislasi untuk membenahi sistem hukum nasional, khususnya dalam pemberantasan korupsi. Ketiga, KPK harus mampu memimpin kerja pemberantasan korupsi dengan jangkauan ke seluruh daerah. Setidaknya, KPK berfokus pada pemberantasan korupsi sektor sumber daya alam yang menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan menciptakan kerugian negara dalam skala besar. Keempat, Pimpinan KPK harus mampu menggerakan KPK sebagai pelopor kepatuhan bersama pemerintah dan masyarakat membangun budaya anti korupsi. “Pada akhirnya percayalah bahwa DPR, dalam hal ini Komisi III DPR akan memilih yang terbaik lewat mekanisme yang ditentukan dengan semangat musyawarah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Said menghargai keputusan Presiden Prabowo yang meneruskan calon-calon Pimpinan dan Dewas KPK yang proses rekrutmennya pada masa Presiden Joko Widodo (Jokowi). Said menyatakan bila PDIP sendiri sudah melakukan penelusuran rekam jejak nama-nama calon Pimpinan dan Calon Dewan KPK. “Kami telah melakukan profiling dan penelusuran dari rekam jejak nama nama yang menjadi calon Pimpinan dan Dewas KPK,” katanya.
Dia menyebutkan, meskipun Pimpinan dan Dewas KPK dipilih secara political appointee, Fraksi PDIP di DPR akan menggunakan kewenangannya untuk memilih calon Pimpinan dan Dewas KPK secara profesional. “Kami melibatkan kalangan aktivis masyarakat sipil yang selama ini memiliki atensi, dan melihat rekam jejak para Pimpinan dan Dewas KPK. Kami akan libatkan mereka,” katanya.
Said menegaskan pihaknya membuka pintu selebar-lebarnya bagi masyarakat luas, akademisi, dan para pegiat anti korupsi untuk memberikan masukan dan data yang penting. “Ini agar kami di DPR, setidaknya Fraksi PDIP di DPR, dapat memilih calon Pimpinan dan Dewas KPK yang terbaik yang diajukan presiden,” ujarnya.
Meski demikian, Said menyadari bahwa saat ini ada penurunan ketidakpercayaan masyarakat terhadap KPK. “Penurunan kepercayaan ini terutama sejak revisi Undang-Undang (UU) KPK serta banyaknya aduan etik dari masyarakat terhadap Pimpinan KPK,” terangnya.
Fokus Pada Kerja
Maraknya tone negatif terhadap proses pemilihan pimpinan KPK, ditanggapi datar oleh Ketua KPK terpilih Setya Budyanto. Dia menuturkan proses seleksi telah dilakukan melalu mekanisme yang transparan. “Sejak awal (peoses seleksi) menurut saya sangat terbuka, Pansel & pihak ketiga (asesor) sangat profesional. Tahap demi tahap dilalui dengan ketat. Di tahap wawancara juga kualitas pertanyaan sangat berbobot serta melibatkan pihak eksternal,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (28/11/2024).
Menurut eks Dirdik KPK ini, pengalamannya saat bertugas di KPK sebagai koordinator korsup dan direktur Penyidikan akan menjadi modal awal untuk berinteraksi dengan internal KPK, terutama kepada seluruh pegawai KPK. Pengalamannya yang cu,up lama di dua bidang tadi, menurutnya, akam meudahkannya dalam memetakan pekerjaannya nanti. “Pengalaman itu akan modal awal untuk berinteraksi dengan seluruh pegawai dan juga memperbaiki kekurangan atau kelemahan yang ada khususnya di 2 tempat itu, pastinya saya akan berusaha sangat terbuka,” ujarnya.
Menanggpi reaksi negatif di masyarakat, dia menatakan akan mnegedepankan pendekatan program. Dia akan mendorong pimpinan KPK secara bersama-sama merumuskan program yang sesuai dengan kondisi saat ini, semoga pimpinan yang lain setuju untuk melakukan perbaikan sistem menjadi pilihan utama dan upaya lainnya.
Saat ditanya tentang program quick wins di seratus hari kepemimpinannya, Setyo mengaku akan berembug dengan pimpinan yang lain. Dia menegaskan posisi pimpinan adalah kolektif dan kolegial, dia tidak mau ada yang mendominasi. “Nanti akan dibahas bersama pimpinan lainnya, kami kolektif kolegial, kami ingin kompak. Tidak ingin saling mendominasi tapi saling mengisi,” ujanrya.
Sementara itu, Fitroh Rohcahyanto selaku wakil ketua KPK yang baru saja terpilih, mengaku tidak ambil pusing soal keraguan publik yang melihat komposisi pimpinan KPK berpotensi tidak independen dalam bertindak. Baginya, tidak ada loyalitas ganda, meski dirinya masih berstatus penegak hukum pula di Kejagung “Bagi saya, saya mengabdi untuk negara, untuk kepentingan nasional,” ujar Fitroh pada Jumat.
Kendati begitu, dia tidak memungkiri citra KPK memang sedang tidak baik, terlebih saat masa kepemimpinan Firli Bahuri. Kasus pelanggaran etik oleh pimpinan KPK, mulai dari Johanis Tanak dan Nurul Ghufron, bagi Fitroh, merupakan preseden buruk yang telah merusak marwah komisi antirasuah.
Selama berkarier di KPK lebih dari 11 tahun, dia tidak menyangkal bahwa dekadensi KPK terjadi di masa Firli Bahuri. Tekanan-tekanan yang beraroma politis dirasakan betul. Integritas menjadi taruhan setiap insan KPK di bawah kepemimpinan seorang Firli. Itu yang membuatnya mundur dari KPK, tepatnya saat dia terlibat selisih prinsip dengan pimpinananya dalam kasus Formula E. “(Tekanan) itu ada untuk (mentersangkakan Anies), tapi saya punya sikap,” katanya.
Fitroh Rohcahyanto, wakil ketua KPK 2024-2029. (Rohman)
Mengembalikan marwah KPK, kata dia, menjadi pemantik dirinya untuk maju seleski capim. Baginya, integritas dan moral menjadi parameter utama dalam bekerja memberantas korupsi. Contoh, korupsi di sektor kementerian hingga BUMN mesti berkaitan dengan kepentingan politik. Sementara, politik kerap bertabrakan dengan nilai integritas dan moral. “Jadinya halalkan segala cara untuk korupsi. Kita sama ketahui ongkos politik itu mahal dan harus diganti. Utang budi politik juga begitu yang ujungnya ada transaksi balas budi,” katanya.
Ke depan, Fitroh bakal memprioritaskan sejumlah kasus yang sempat menggantung, baik saat dia terakhir masih di KPK pada 2023 maupun setelahnya. Saat ditanya apakah akan mengusut kasus Formula E kembali, Fitroh masih belum komentar lebih banyak. “Saya tidak kenal Anies sampai sekarang. Penyidikan untuk seseorang harus didasarkan barang bukti. Kalau cukup, ya semua bisa diusut,” katanya.
Yang terpenting, katanya, pengusutan korupsi bakal terus berlanjut di lingkungan Kementerian, Pemda hingga BUMN. “Intinya, ada perkara yang belum terselesaikan dan perkara yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang menjadi prioritas,” ujar Fitroh.
Dengan konfigurasi pimpinan, seperti ini, boleh saja masyarakat sipil penggiat anti korupsi menyatakan sikap pesimis. Namun, keniscayaan mereka sebagai pimpinan KPK pun mesti dipahami. Maka, memberikan peluang dan kesempatan kepada mereka untuk membuktikan kapasitas adalah sikap terbaik. Perama kali dalam sejarah KPK, pimpinan KPK ditetapkan oleh Presiden yang baru dilantik. Pertama kali pula, pimpinan KPK akan menjalani masa bakti penuh 5 tahun. Ini artinya periode Presiden dan pimpinan KPK dalam satu masa, 2024-2029.
Kesempatan bagi KPK untuk memulihkan citranya yang sempat ambrol akibat skandal korupsi yang menerpa mantan ketuanya Firli. Dalam lima tahun terakhir, citra dan kinerja KPK benar-benar di titik nadir. Capaian KPK berada jauh di bawah Kejaksaan Agung, baik dari sisi kuantitas penanganan perkara maupun kualitasnya. Semoga pimpinan baru KPK, bisa membuktikan ke publik kalau sikap pesimis masyarakat itu salah. Kita tunggu kinerjanya.
Komentar