Nawaitu Redaksi
Saat Mulyono Menikmati Hasil Buah Politik Genderuwo yang Diotakinya
Ini Dia Genderuwonya, Ibarat Menepuk Air Terpercik ke Muka Sendiri
Pada umumnya rakyat sudah paham betul bagaimana selama 10 tahun berkuasa Jokowi alias Mulyono memanfaatkan kekuasaaan yang dipegangnya untuk kepentingan pribadi dan kroni kroninya dengan berbagai cara.
Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengamalkan politik ala gondoruwo yang begitu apik dimainkan sehingga sangat terasa sekali hasilnya. Setelah lengser dari kursi kekuasaannya, kini Mulyono diduga tengah menikmati buah karyanya.
Adanya tuntutan dari sebagian warga masyarakat yang menginginkan agar Gibran anaknya yang menjadi wakil Presiden Prabowo dilengserkan atau bahkan tuntutan untuk mengadili dirinya karena kesalahan kesalahan yang dituduhkan selama berkuasa tidak akan pernah menjadi nyata. Begitu pula posisi anaknya yang menjadi wakil Presiden, akan tetap aman sentosa.
Bahkan setelah lengser dari kursi kekuasaannya, Mulyono masih dianggap sebagai tokoh berpengaruh sehingga dicari cari oleh calon pejabat yang akan maju di Pilkada untuk mendapatkan dukungannya. Semuanya adalah berkat politik gondoruwo yang diamalkannya selama sepuluh tahun berkuasa.
Lalu apa itu politik ala gondoruwo, yang telah dipraktekkan oleh Mulyono selama sepuluh tahun menjadi orang nomor satu di Indonesia ?, Bagaimana Mulyono menjalankan politik gondoruwi itu selama sepuluh tahun berkuasa ?.Benarkah saat ini Mulyono sedang memanen hasil dari politik gondoruwo yang telah dimainkanya ?
Politik Gondoruwo
Menurut wikipedia, genderuwo atau gondoruwo dalam bahasa Jawa, adalah mitos Jawa tentang sejenis jin atau makhluk halus yang berwujud manusia mirip kera bertubuh besar dan kekar dengan warna kulit hitam kemerahan, tubuhnya ditutupi rambut lebat yang tumbuh di sekujur tubuhnya.
Genderuwopun seringkali berubah menjadi manusia untuk menyamar sebagai salah satu anggota keluarganya. Bahkan berkembang cerita ada manusia yang menikah dan berhubungan badan dengan Genderuwo hingga melahirkan anaknya.
Perilaku genderuwo cenderung digambarkan negative karena suka iseng menakut- nakuti manusia. Selain itu dalam mitos disebutkan, genderuwo adalah sosok yang manipulatif, suka menipu mangsanya. Gondoruwo kerap beralih rupa untuk menutupi wujud aslinya yang buruk rupa. Ketika malam tiba banyak anak dan maupun orang dewasa enggan keluar rumah karena takut di bertemu gondoruwo
Ada suatu cerita, dulu dikampung atau Desa di pulau Jawa sering ada orang yang hilang karena dibawa Gondoruwo ke sebuah semak semak atau rimba. Sering pula gondoruwo membawa “mangsanya” ke rimbunnya pohon bamboo untuk disembunyikan disana. Masyarakat Desa biasanya ramai ramai membawa obor dan lampu templok untuk mencari warganya yang hilang karena digondol gondoruwo
Ketika ditemukan, warga yang digondol gondoruwo itu biasanya sangat menggenaskan kondisinya. Lusuh, acak acakan dan kehilangan kesadarannya. Ia biasanya bingung dan karenanya tidak bisa ditanya tanya sebelum ada “orang pintar” yang menyadarkannya.
Ternyata fenomena gondoruwo, ini dipakai pula sebagai ungkapan metafora di dunia politik kita. Istilah "politik genderuwo" pernah meramaikan media sosial setelah pernyataan Presiden Joko Widodo saat kunjungan ke Tegal, Jawa Tengah beberapa tahun yang lalu tepatnya di Gelanggang Olahraga Tri Sanja.
Presiden Joko Widodo saat itu menggunakan istilah genderuwo untuk menggambarkan perilaku berpolitik tak beretika yang menebar ketakutan dan kekhawatiran di tengah masyarakat Indonesia. Menurut Jokowi "politik genderuwo" adalah politik yang menakut-nakuti” warga. Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. “ Itu namanya politik genderuwo, menakut-nakuti," ujar Jokowi seperti dikutip media.
Diamalkan Selama Berkuasa
Ternyata politik gondoruwo yang suka menakut nakuti, manipulatif dan suka menipu mangsanya ini diamalkan sendiri oleh Mulyono selama sepuluh tahun berkuasa. Sudah menjadi rahasia umum kalau rejim Mulyono itu suka menakuti nakuti lawan atau kolega supaya tunduk pada kemauan politiknya. Modus operandi menakut nakuti lawan atau kolega ini adalah merupakan penerapan politik gondoruwo untuk melumpuhkan orang orang yang menjadi target atau sasarannya.
Rejim Mulyojo sengaja menakut nakuti lawan politk atau koleganya agar bersedia tunduk pada kemauan politiknya. Rejim Mulyono rajin mengumpulkan kelemahan kelemahan yang ada pada kolega atau lawan politiknya dimana hal itu pasti ada mulai dari kasus korupsi sampai kehidupan paling pribadi, jika perlu dilengkapi bukti yang diadakan yaitu bukti bukti yang sebenarnya tidak ada tapi diupayakan menjadi ada.
Buah keberhasilan dari penerapan politik gondoruwo ini bisa menghasilkan berkah yang luar biasa bagi Mulyono saat berkuasa. Bisa terjadi dimana para politisi yang semula oposisi mendadak balik badan 180 derajat menjadi pendukung koalisinnya. Sementara mereka yang masih punya prinsip dan menjaga harga dirinya jika ingin selamat minimal terpaksa harus tiarap diam membisu supaya selamat tidak dikriminalisasi oleh Rejim Mulyono dan jaringannya.
Mulyono menyandera politikus melalui “politik sprindik” yang dimainkannya lewat aparat penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan atau KPK. Politikus bermasalah, alias korup, di lingkaran Koalisi Indonesia Maju (KIM), disandera dengan cara tidak dipermasalahkan kasus hukumnya bahkan diberikan hadiah “kebaikan” asalkan mau tunduk dan patuh kepadanya.
Mereka mereka yang bermasalah secara hukum tidak dipersekusi atau dijadikan tersangka, tapi justru mendapat posisi sebagai Menteri atau menempati posisi lainnya sebagai Pejabat Negara. Sejauh mereka bersedia tunduk-tersandera, terus mendukung dan mengikuti skenario politik Mulyono dan gengnya, maka posisinya akan aman aman saja. Beda dengan mereka yang membangkang seperti Tom Lembong misalnya, nasibnya akan menggenaskan karena bisa berakhir di penjara.
Dengan politik gondoruwo yang menakuti nakuti lawan politik dengan sprindik ala Mulyono terbukti telah sukses menggiring para politikus bermasalah untuk tunduk dan patuh kepadanya. Para politikus yang tersandera itu kini terus menikmati suguhan kue Mulyono bahkan sampai si pemberi kue telah lengser dari jabatannya.
Dalam konteks tersebut memang ada nuansa simbiosis mutualisma dimana si pemberi kue yaitu Mulyono menangguk keuntungan dengan adanya ketundukan para politikus bermasalah itu untuk menuruti kemauannya.
Disisi lain para politikus bermasalah itu juga di untungkan karena terselamatkan dari potensi diadili untuk dimasukkan ke penjara. Nama baiknya tetap terjaga karena tidak dijadikan tersangka, paling tidak dimata manusia
Politik gondoruwo yang menyandera-politikus bermasalah dengan sprindik ala Mulyono sebenarnya bukan hal baru di dunia. Praktek ini “lazim” dipakai oleh politikus despotik untuk mendapat atau mempertahankan kekuasaannya.
Machiavelli mendeskripsikannya dalam buku “Sang Penguasa” (Il Principe,1532). Bagaimana berkuasa tanpa mengindahkan etika, memakai tipu muslihat, ancaman, paksaan, dan menghalalkan segala cara. Politik Machiavellis itu bahkan pernah terjadi di negeri kampiun demokrasi, Amerika, pada kurun 1924-1972.
Direktur FBI, J. Edgar Hoover, bisa bertahan selama 48 tahun sebagai “penguasa” dunia intelijen Amerika dengan memakai metode retro-sprindik (ala Mulyono selama sepuluh tahun berkuasa). Menggunakan kekuasaan lembaga intelijen dan kepolisian untuk menyandera politikus bermasalah agar tunduk kepadanya.
Hoover mengorek-orek informasi privasi, memata-matai, mencuri, menyadap, menyusup dan mengintimidasi secara illegal untuk kepentingan pribadinya. Ia memakai informasi skandal memalukan untuk menyandera politikus Amerika. Cara-cara licik itu ia pakai untuk mempertahankan jabatan, selain untuk menjalankan agenda politik konservatifnya.
Ia sukses menggunakan informasi rahasia untuk “menundukkan” delapan presiden Amerika, dari Calivin Coolidge (1924), Herbert Hoover, Franklin Roosevelt, Harry Truman, Dwight Eisenhower, John Kennedy, Lyndon Johnson, hingga Richard Nixon (1972).
Selain urusan skandal seks, Hoover memakai isu korupsi, manipulasi, komunisme-McCarthyism, rasialisme, dan keamanan nasional, sebagai pembenaran aksi-aksi sanderanya. Ia memakai segala cara, memanipulasi Informasi dan menggalang opini publik untuk memperkuat agendanya.
Ia ditakuti oleh anggota kongres, senator, termasuk presiden Amerika. Delapan presiden tidak berani memecatnya karena berisiko akan diungkap rahasianya. Kekuasaannya, selama 48 tahun sebagai direktur FBI, baru berakhir saat kematiannya.
Selain Hoover,di Amerika Serikat, pada masa presiden Richard Nixon juga terjadi praktek praktek politik gondoruwo ala mereka. Seperti dikisahkan di dalam film “Mark Felt: The Man Who Brought Down the White House” diceritakan bagaimana penguasa dengan cara yang menakjubkan sekaligus mengerikan secara cermat dan seksama rajin menghimpun data dosa-dosa para oposisi yang kemudian ampuh digunakan sebagai senjata pamungkas untuk menjerat mereka.
Cara cara politik gondoruwo yang menakut nakuti lawan lawan politiknya tersebut rupanya di terapkan dengan baik oleh Mulyono selama berkuasa terutama di masa akhir menjelang lengser dari kursinya. Mulyono beberapa tahun menjelang akhir kekuasaannya memakai metode J. Edgar Hoover untuk konsolidasi membangun kekuatan politiknya.
Dengan metode ini, sebagai politikus yang tak berpartai, Mulyono ingin melanjutkan kekuasaannya. Ia sukses membawa anak, menantu, kerabat, dan kroninya menduduki posisi penting, untuk mengamankan diri dan keluarganya setelah lengser dari jabatannya.
Beberapa politikus bermasalah yang diduga menjadi korban sandera Mulyono diantaranya adalah Airlangga Hartarto yang dipaksa harus menyerahkan posisinya sebagai Ketua Umum Golkar untuk diberikan kepada orangnya Mulyono yaitu Bahlil Lahadalia.
Sebelum memutuskan mundur dari Golkar, diketahui Airlangga sempat dipanggil Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi terkait izin minyak sawit mentah (CPO). Politik sandera kasus hukum pada akhirnya telah membuat ciut partai Golkar sehingga tunduk pada kehendak Mulyono
Fenomena yang sama diduga juga terjadi pada Ketua Umum Partai Amanah Nasional Zulkifli Hasan yang sempat dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) pada Kamis, 16 Januari 2020 terkait dengan kasus suap pengajuan revisi alih fungsi hutan menjadi lahan sawit di Riau pada 2014.
Namun kasus tersebut kemudian berhenti begitu saja tanpa jelas tindaklanjutnya. Demikian pula kasus impor gula pada oktober 2023 yang diduga melibatkan Zulkifli Hasan,kasusnya tiba tiba mandek begitu saja begitu dua partai ini mendukung Koalisinya Mulyono saat berkuasa
Bukan hanya para ketua umum partai politik, elite bangsa yang awalnya kita kenal mempunyai integritas dan mempunyai kapasitas intelektual yang mumpuni ternyata dengan tidak terduga menjadi pendukung Mulyono karena diduga ada kasus hukum yang membuatnya tersandera sehingga ketakutan kalau sampai di ungkit lagi perkaranya.
Sebagai contoh Fahri Hamzah yang getol membela pasangan capres nomor urut dua dan berkoalisi dengan mereka. Diduga karena ada kasus hukum yang menjeratnya. Adalah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang pernah melempar kicauan soal korupsi yang diduga menjeratnya.
Nazar pernah menyebut Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah diduga telah melakukan praktik korupsi saat menjadi wakil rakyat dan menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi III. Nazaruddin mengaku memiliki sejumlah bukti terkait dugaan itu dan siap menyerahkan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK juga sempat menggeledah kantor Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa. Diduga setelah pengeledehan itu posisi Khofifah menjadi tersandera karena bisa jadi ada kasus hukum yang siap menjeratnya. Akhirnya daripada dijadikan tersangka, Khofifah memilih untuk merapat kubu Mulyono menjadi salah satu timses pasangan capres nomor dua.
Di ujung masa jabatannya, Mulyono juga dinilai sukses menyandera presiden Prabowo yang sekarang berkuasa. Peristiwanya bermula ketika Mulyono masih menjadi presiden kemudian memanggil Prabowo yang saat itu masih menjadi Menteri Pertahanan (Menhan) dikabinetnya.
Seperti diberitakan, sebelum dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia tanggal 20 Oktober yang lalu, Presiden terpilih Prabowo sempat dipanggil oleh Mulyono ke kediamannya di Solo bersama Gibran Rakabuming Raka.
Beredar di sosial media, pertemuan antara Presiden Jokowi dan Presiden dan Wakil Presiden terpilih itu membicarakan masalah serius terkait dengan deal deal diantara mereka. Kabarnya pertemuan Solo itu melahirkan lima “panca wajib” yang harus dipenuhi Prabowo yang telah berhasil “dimenangkan” oleh Mulyono saat masih berkuasa.
Adapun lima “Panca Wajib" yang mesti dilakukan oleh Prabowo tersebut adalah: (1) Maafkan, lindungi dan rehabilitasi nama baik Fufufafa; (2) Menjamin Keselamatan Seluruh Keluarga Jokowi dari amuk massa dan tuntutan publik;. (3).Tidak melibatkan PDI-P dan Megawati dalam Kabinet dan Pemerintahan; (4) Kokohkan 17 menteri Jokowi ke dalam Kabinet Merah Putih; (5) Lanjutkan Program Kerja Sama dan Hubungan and/or Kemitraan Strategis dengan RRC yang telah dirintis oleh Jokowi (setelah lengser dari kursinya).
Lima panca wajib tersebut diduga telah menyandera Prabowo sebagai presiden Republik Indonesia.Hingga saat ini masih menjadi misteri mengapa Prabowo terkesan begitu pasrah tunduk dan patuh kepada Mulyono yang sekarang sudah menjadi orang biasa. Apakah karena Mulyono memegang kartu truf-nya Prabowo yang membuatnya tak berkutik hingga harus mengikuti kemauannya ?
Sedang Memanen Hasilnya ?
Pada sebuah kesempatan, Mulyono pernah menyampaikan rencananya ketika kursi presiden sudah di tinggalkannya. Ia berencana kembali kembali ke kota asalnya Solo dan akan lebih aktif dalam bidang lingkungan hidup yang sejak lama digelutinya.
"Saya akan kembali ke kota saya, Solo sebagai rakyat biasa," ujar Jokowi dalam sebuah wawancara dengan The Economist, Sabtu (12/11)."Saya akan aktif di bidang lingkungan hidup," lanjutnya, seperti dikutip media.
Sementara itu beberapa pengamat politik memprediksi peluang Mulyono untuk aktif di dunia Internasional bermodal pengalaman politik yang dimilikinya. Dengan pengalaman memimpin negara berpenduduk lebih dari 270 juta orang dan latar belakang kebijakan pro-ekonomi hijau serta diplomasi pragmatis, Mulyono bisa menjadi penasihat atau duta besar untuk isu-isu global seperti perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, atau perdamaian dunia.
Posisi di lembaga-lembaga internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Bank Dunia, atau Forum Ekonomi Dunia (WEF) bisa menjadi platform ideal baginya. Di sini, Mulyono dapat memanfaatkan rekam jejaknya yang dikenal sebagai pemimpin yang ramah, pragmatis, dan fokus pada hasil nyata.Berbagai kebijakan infrastruktur serta peningkatan kesejahteraan sosial di Indonesia bisa menjadi contoh bagi negara berkembang lainnya.
Tetapi alih alih madeg pandito menjadi guru bangsa atau tokoh berskala Internasional yang mengharumkan nama bangsa negara, Mulyono sepertinya tidak tahan untuk melepaskan dirinya dari dunia politik praktis yang selama ini digelutinya. Ia sepertinya tidak rela harus meninggalkan panggung kekuasaan yang selama ini dilakoninya.
Bahkan seorang Mulyono yang mantan presiden itu tidak mampu meninggalkan politik praktis sekelas kabupaten/ kota. Setelah lengser dari kursi presiden, di Kota Solo, dia masih memberi masukan untuk peserta pilkada yang mendatanginya.
Mulyono juga terlihat turun menyapa warga didampingi Paslon 02, Ahmad Luthfi-Taj Yasin yang di endorsnya. Mereka terekam membagikan kaos dengan menaiki mobil Jeep terbuka di Blora, Jawa Tengah, pada Minggu (17/11/2024).
Akun @AnKiiim_ mengunggah ulang video Jokowi saat menjadi jurkam serta pendapat Rocky Gerung di sampingnya. "Cengengesan nggak punya rasa malu, selalu melempar barang untuk rakyat," tulis AnKiiim_.
Postingan video yang dibagikan viral setelah ditonton ratusan ribu kali dan mendapat 3.600 repost. Akademisi sekaligus pengamat politik Rocky Gerung menilai bahwa Jokowi menjadi jurkam termasuk bagian dari kerusakan etika politik.
RG mencurigai bahwa manuver Mulyono bertujuan untuk melanggengkan dinasti politik pada 2029 mendatang. Menurut RG, Mulyono hanya politisi dan bukan negarawan apabila menjadi jurkam setelah lengser dari kursinya.
Mengapa Mulyono terkesan begitu sulit untuk “move on” dari dunia politik praktis meskipun ia telah lengser dari kursi kekuasaannya ?. Salah satu sebabnya karena sindrom kekuasaan yang melekat pada dirinya sebagai bagian dari imbas politik gondoruwo yang selama selama sepuluh tahun diamalkannya.
Selama sepuluh tahun berkuasa, banyak orang yang telah “diselamatkan” sekaligus di berikan kesempatan untuk menduduki jabatan melalui rekomendasinya. Mereka orang orang yang tersandera oleh Mulyono selama berkuasa. Orang orang inilah yang sekarang menduduki posisi posisi penting di pemerintahan yang merasa masih berhutang budi pada Mulyono karena telah “diselamatkan” atau “diberikan hadiah” berupa jabatan publik yang saat ini di tongkronginya.
Sekurangnya ada 17 Menteri titipan Mulyono di kabinet pemerintahan yang saat ini berkuasa, belum lagi di level Wakil Menteri dan jabatan dibawahnya yang tentu lebih banyak lagi jumlahnya. Selain pejabat negara, Mulyono juga berjasa mengorbitkan orang dilingkungan aparat keamanan negara.
Seperti dinyatakan oleh Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto. Ia mengatakan bahwa Partai Coklat ambil bagian dalam Pilkada 2024. Partai Coklat yang disebutkan oleh Hasto adalah istilah yang digunakan untuk merujuk para simpatisan Joko Widodo (Jokowi).
“Pak Jokowi kan melakukan begitu banyak penempatan-penempatan, jabatan-jabatan strategis sebelum beliau lengser, contohnya jabatan Pak Sigit Listyo (Kapolri). Ini kan beliau melompati 5 angkatan, dan ini kan karena ada kedekatan-kedekatan personal. Pak Jokowi tanpa dukungan Partai Coklat bukan siapa-siapa,” ucap Hasto dalam video YouTube Akbar Faizal Uncensored, tayang Jumat (22/11/2024).
Dalam tayangan tersebut, Hasto menyebut bahwa ambisi kekuasaan Jokowi tidak berhenti meski jabatannya sebagai Presiden telah berakhir. Jokowi kata Hasto sedang membangun “kerajaan” dengan menebar orang-orang terdekatnya dalam Pilkada 2024. Hasto juga menilai, Jokowi melakukan berbagai macam cara agar orang-orangnya dapat memperoleh kursi kekuasaan.
Mereka adalah orang orang Mulyono yang selalu siap sedia menjalankan perintahnya. Mereka itulah orang orang yang “melindungi” Mulyono dari tuntutan sebagaian masyarakat yang ingin supaya anaknya Fufufafa lengser dari jabatannya. Orang orang bermasalah yang tersandera ini pula yang melindungi Mulyono dari tuntutan sebagian masyarakat yang ingin mengadili dirinya.
Jasa Mulyono pada orang orang bermasalah itu memang seperti asset yang berharga baginya. Sehingga sangat sayang kalau kemudian dilupakan begitu saja. Oleh karena itu ketika orang orang bermasalah ini ingin bertarung lagi di Pilkada misalnya, maka Mulyono dengan semangat akan mengendorsnya.
Nampaknya hari hari ini Mulyono sedang menikmati buah dari hasil pengamalan politik gondoruwo yang selama sepuluh tahun berkuasa diamalkannya. Apakah kenikmatan itu akan terus dirasakan sampai dengan akhir hayatnya ?. Nampaknya hal ini akan menjadi tanda tanya. Karena selain orang orang bermasalah yang saat ini melindunginya, sebagian elemen masyarakat yang lain saat ini berusaha untuk mengakhiri “petualangannya”.
Sebagai contoh, Tom Lembong yang ditersangkakan dalam kasus kebijakan impor gula. Sebuah kebijakan yang sebenarnya sama dengan yang dilakukan oleh menteri-menteri perdagangan lainnya bahkan dengan tonase yang jauh lebih besar jumlahnya.Tom dikriminalisasi untuk memukul Anies Baswedan yang menjadi musuh bebuyutannya. Tom melawan dari dalam bilik penjara. Ia nyatakan kebijakan impor gula itu atas sepengetahuan atau menjalankan perintah Mulyono ketika menjadi atasannya.
Selain itu ada Said Didu yang dilaporkan oleh Kades Belimbing yang membela Aguan dalam pembangunan PIK 2. Tuduhan kepada Said Didu yang dianggap melanggar UU ITE dinilai mengada-ada. Said Didu terus melawan karena keyakinannya dalam membela kebenaran melawan Aguan konglomerat pendukung Mulyono saat berkuasa.
Perlawanan juga datang dari Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP diperiksa atas kasus Harun Masiku cerita hukum lama yang coba diungkit kembali kasusnya. Wawancara terakhir dengan Connie Rakahundini menyulut semangat Hasto untuk siap melawan Mulyono dan pasukan “partai coklat” nya.
Hasto siap membongkar peran Mulyono dalam menghalangi Anies Baswedan pada Pilgub Jakarta sekaligus kriminalisasi yang dilakukan terhadap Anies dalam kasus formula E yang telah sukses digelar saat Anies masih aktif menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Selain tiga orang tokoh diatas, masih banyak elemen masyarakat lain yang menaruh dendam pada Mulyono dan siap siap untuk mengirimkannya ke penjara. Belum lagi perseteruan politiknya dengan Ibu Mega yang telah membesarkannya
Yang namanya kenikmatan pada akhirnya akan berakhir juga. Kenikmatan menyantap hidangan politik gondoruwo yang dijalankannya selama sepuluh tahun berkuasa pada saatnya akan berubah menjadi mala petaka. Sepandai pandai tupai melompat pada akhirnya akan jatuh juga. Banyak yang berharap agar pada saatnya Mulyono jatuh terkapar akibat perbuatannya, tapi kapankah waktu itu akan tiba ?
Komentar