Nawaitu Redaksi

Narasi Curang Pilkada 2024, Pilkada Jakarta Dipaksakan 2 Putaran?

Sabtu, 30/11/2024 10:44 WIB
Dua massa dari aksi yang pro dan kontra terhadap kecurangan Pemilu 2024 melakukan aksi unjuk rasa secara bersamaan di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (1/3/2024). Dua kubu massa menggelar demonstrasi di depan DPR, yakni massa dari Gerakan Jaga Jakarta Jaga Indonesia dan massa Forum Rakyat Semesta (FRS). FRS menuntut mendukung hak angket, sementara Gerakan Jaga Jakarta Jaga Indonesia menolak hak angket. Robinsar Nainggolan

Dua massa dari aksi yang pro dan kontra terhadap kecurangan Pemilu 2024 melakukan aksi unjuk rasa secara bersamaan di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (1/3/2024). Dua kubu massa menggelar demonstrasi di depan DPR, yakni massa dari Gerakan Jaga Jakarta Jaga Indonesia dan massa Forum Rakyat Semesta (FRS). FRS menuntut mendukung hak angket, sementara Gerakan Jaga Jakarta Jaga Indonesia menolak hak angket. Robinsar Nainggolan

[INTRO]

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang digelar tanggal 27 November 2024 sudah selesai coblosannya. Siapa siapa yang akan menjadi Gubernur, Bupati atau Walikota yang baru sudah mulai nampak meskipun hitungan riil Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih belum ada. Namun dari hasil hitung cepat (quick count) sudah mulai terlihat siapa pemenangnya.

Melalui Pilkada serentak yang baru saja terselenggara, kita akan mendapatkan 37 pasang Gubernur-Wakil Gubernur, dan 508 pasang Bupati-Wabup/Walikota-Wawali di seluruh Indonesia. Mereka adalah putra putri terbaik bangsa dari wilayah masing masing yang dipilih oleh rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan yang sesungguhnya.

Diantara 37 Provinsi yang menggelar Pilkada, DKI Jakarta adalah yang paling menyedot perhatian karena menjadi pijakan politik nasional. Hampir semua mata dapat menyaksikan dinamika Pilkada Jakarta setiap saat melalui saluran media massa dan media sosial tanpa harus pergi ke Jakarta.

Selain karena ibu kota negara yang menjadi pusat kegiatan pemerintahan, Pilkada Jakarta juga menjadi pusat perpolitikan di mana para kandidat dan pemenang Pilkada nantinya bisa berpeluang mecalonkan diri sebagai calon presiden dan atau wakilnya.

Pilkada DKI Jakarta 2024 juga menjadi menarik karena melibatkan dua tokoh besar yaitu Jokowi dan Anies Baswedan dimana keduanya merupakan mantan gubernur DKI Jakarta dengan periodesasi berbeda.

Kedua mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut muncul kembali di tengah sengitnya Pilkada Jakarta. Baik Jokowi maupun Anies sama-sama hadir menggunakan kepopulerannya sebagai mantan pejabat tinggi negara untuk mendukung salah satu paslon jagoannya. Jokowi mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono, sementara Anies mendukung pasangan Pramono Anung-Rano Karno.

Seperti halnya pemilu sebelumnya, Pilkada kali ini masih diwarnai isu terjadinya kecurangan dalam pelaksanaannya. Seperti apa gambaran terjadinya kecurangan Pilkada 2024 yang barusan selesai pelaksanaannya ?, Bagaimana para pihak menanggapi terjadi kecurangan yang merugikan kubunya ?, Benarkah Pilkada DKI Jakarta akan “dipaksa” memasuki putaran kedua ?

Narasi Curang Menggema

Pilkada serentak 2024 seyogyanya menjadi momen penting untuk peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia. Karena Pilkada merupakan wujud nyata dari praktik demokrasi yang memberikan ruang bagi rakyat untuk memilih pemimpin daerah mereka.

Namun, praktek pilkada curang dalam penyelenggaraan Pilkada masih saja mewarnai perjalannya. Narasi curang tetap menggema seolah olah mengulangi praktek curang yang telah terjadi pada Pemilu (Pemilu legislative dan Pemilu Presiden) yang telah dilaksanakan sebelumnya

Salah satu bentuk kecurangan selama Pilkada Serentak 2024 adalah politisasi birokrasi yang semakin kentara. Birokrasi, yang seharusnya netral dan berfungsi sebagai pelayan publik, sering kali dimanfaatkan oleh elite politik untuk meraih atau mempertahankan kekuasaannya.

Dalam banyak kasus, pegawai negeri sipil (PNS) dan aparatur sipil negara (ASN) kerap dipaksa untuk mendukung kandidat tertentu yang diusung oleh partai berkuasa. Hal ini tidak hanya merusak netralitas birokrasi, tetapi juga mengurangi kualitas demokrasi karena pilihan politik rakyat menjadi terdistorsi oleh kekuasaan birokrasi yang berpihak kepada calon tertentu yang didukungnya

Sebagai contoh, beberapa waktu lalu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Semarang mendatangi pertemuan kepala desa se-Jawa Tengah yang dilaksanakan di sebuah hotel bintang lima di Semarang (detikcom, 24/10). Pertemuan yang diikuti oleh kurang lebih 90 kepala desa itu diduga terkait dengan salah satu pasangan calon Gubernur Jawa Tengah.

Secara normatif, birokrasi di Indonesia didisain sebagai mesin pemerintah yang profesional. Menganut prinsip birokrasi Weberian, orang-orang yang duduk di dalam birokrasi pemerintah dituntut untuk netral. Netral di sini bermakna multi-dimensional yaitu meliputi pelaksanaan tugas sehari-hari untuk melayani semua lapisan masyarakat tanpa diskriminatif, termasuk netral dan tidak memihak dalam politik elektoral.

Tapi pada kenyataannya, sering terjadi adanya intervensi pejabat politik kepada birokrasi pemerintah daerah dalam pilkada. Dalam beberapa hal, harus diakui pegawai negeri tersandera oleh kuasa pejabat politik yang memimpin birokrasi di tempat mereka bekerja. Dalam kajian akademik ilmu politik, kondisi ini disebabkan oleh hubungan patron-klien di mana politisi menggunakan pengaruhnya untuk mengontrol birokrasi demi kepentingan politis, misalnya pemberian jabatan dan kenaikan pangkat kepada birokrat dan sejenisnya.

Selain politisasi birokrasi, isu yang menonjol terkait dengan Pilkada curang 2024 adalah adanya dugaan keterlibatan partai coklat dalam upaya memenangkan kandidat tertentu yang didukungnya. Istilah Partai Coklat menyita perhatian publik usai disinggung oleh anggota DPR RI Fraksi NasDem, Yoyok Riyo Sudibyo, dalam rapat kerja Komisi I DPR bersama Menteri Pertahanan dan Panglima TNI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2024).

Istilah Partai Coklat beberapa kali juga disebutkan oleh Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto. Ia mengatakan bahwa Partai Coklat ambil bagian dalam Pilkada 2024. Partai Coklat yang disebutkan oleh Hasto adalah istilah yang digunakan untuk merujuk para simpatisan Joko Widodo (Jokowi).

“Pak Jokowi kan melakukan begitu banyak penempatan-penempatan, jabatan-jabatan strategis sebelum beliau lengser, contohnya jabatan Pak Sigit Listyo (Kapolri). Ini kan beliau melompati 5 angkatan, dan ini kan karena ada kedekatan-kedekatan personal. Pak Jokowi tanpa dukungan Partai Coklat bukan siapa-siapa,” ucap Hasto dalam video YouTube Akbar Faizal Uncensored, tayang Jumat (22/11/2024).

Dalam tayangan tersebut, Hasto menyebut bahwa ambisi kekuasaan Jokowi tidak berhenti meski jabatannya sebagai Presiden telah berakhir. Jokowi kata Hasto sedang membangun “kerajaan” dengan menebar orang-orang terdekatnya dalam Pilkada 2024. Hasto juga menilai, Jokowi melakukan berbagai macam cara agar orang-orangnya dapat memperoleh kursi kekuasaan.

Partai coklat itulah yang diduga ikut memenangkan kandidat yang di endors oleh Jokowi pada PIlkada yang berlangsung dibeberapa daerah sehingga berhasil memenangkan jagoannya. Kiranya seperti kentut, tercium baunya tetapi kadang sulit membuktikannya.

Bentuk kecurangan lain yang mewarnai Pilkada 2024 adalah adanya  fenomena  campur tangan oligarki politik yang semakin mengkhawatirkan keberadaannya. Ketergantungan yang berlebihan pada donatur besar atau pengusaha untuk mendanai kampanye politik telah membuat demokrasi Indonesia semakin terkekang oleh kepentingan ekonomi segelintir orang.

Keterlibatan mereka dalam proses pilkada tidak hanya mempersempit ruang bagi calon independen, tetapi juga memperkuat status quo kekuasaan elit yang mengandalkan kekuatan finansial sebagai mesin pendulang suara.

Kuat dugaan bahwa pengaturan ini puncaknya terjadi ketika calon presiden yang akan dilantik dipanggil oleh Jokowi ke Solo, dan di sana sudah berkumpul para oligarki besar yang memiliki pengaruh kuat dalam menentukan arah politik dan keputusan-keputusan strategis, termasuk komposisi menteri dan calon-calon kepala daerah yang harus mereka dukung.

Keberadaan oligarki dan dukungan yang mereka berikan kepada calon kepala daerah, didorong oleh kekuasaan yang ada, memperburuk kondisi demokrasi di Indonesia. Para oligarki ini sering kali memanfaatkan jaringan mereka untuk mengendalikan proses politik, memanipulasi pemilu, dan memastikan bahwa calon-calon yang didukung mereka dapat terpilih.

Selanjutnya adalah fenomena dinasti politik juga menjadi ancaman nyata bagi demokrasi Indonesia. Pilkada Serentak 2024 kembali diwarnai oleh kemunculan kandidat-kandidat yang berasal dari keluarga elite politik yang sudah lama berkuasa. 

Praktik dinasti politik ini bukan hanya mencerminkan ketidakadilan dalam akses terhadap kekuasaan, tetapi juga mengindikasikan bahwa demokrasi kita tengah menghadapi kemunduran. Ketika politik dikuasai oleh segelintir keluarga, kesempatan bagi masyarakat luas untuk berpartisipasi secara adil dalam proses politik menjadi semakin terbatas saja.

Lebih dari itu, dinasti politik cenderung menghasilkan pemimpin yang lebih fokus pada mempertahankan kekuasaan daripada memperjuangkan kepentingan rakyatnya. Hal ini dapat mengakibatkan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, melainkan lebih menguntungkan kepentingan pribadi dan kelompok tertentu saja.

Yang juga cukup menggenaskan di Pilkada 2024 adalah praktek politik uang yang tetap saja merajalela. Di beberapa daerah, politik uang berlangsung dengan masif dan sistematis seolah olah dianggap sebagai hal yang biasa.

Di Kabupaten Bulukumba, misalnya, Kecamatan Bulukumpa dan Bontotiro dilaporkan menjadi lokasi utama praktik politik uang. Amplop berisi uang yang didistribusikan kepada pemilih dengan nilai yang bervariasi mulai dari Rp50.000 hingga Rp200.000 menjadi salah satu cara yang digunakan untuk mempengaruhi pilihan politik warga.

Kejadian serupa juga terungkap di Pekalongan, Jawa Tengah, di mana aparat keamanan menyita uang ratusan juta rupiah yang diduga akan digunakan untuk politik uang. Hal ini menunjukkan bahwa praktik kotor ini tidak hanya terbatas di pedesaan, tetapi juga merambah ke wilayah perkotaan yang lebih terorganisir.

Di Papua Pegunungan, yang dikenal dengan keterbatasan infrastruktur dan pengawasan, selain uang tunai, barang-barang kebutuhan pokok juga digunakan untuk memengaruhi pilihan politik masyarakat. Ini menggambarkan betapa luasnya jangkauan praktik politik uang, bahkan di wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan.

Di wilayah dengan jaringan oligarki yang kuat, seperti di Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah, politik uang menjadi senjata utama bagi kandidat untuk memenangkan pemilu, tanpa mengindahkan nilai-nilai moralitas dan etika.

Praktik politik uang dalam Pilkada 2024 bukanlah fenomena yang terbatas pada beberapa daerah saja seperti yang telah disebutkan di atas, hampir dapat dipastikan bahwa praktik ini telah menyebar ke hampir seluruh pelosok negeri. Di hampir setiap daerah, baik yang terletak di perkotaan maupun pedesaan, politik uang semakin menjadi modus yang sulit dikendalikan.

Selain hal hal yang dikemukakan diatas, politik curang selama Pilkada 2024 ditandai pula dengan adanya political endorsement atau dukungan politik dari tokoh berpengaruh dan terkenal untuk salah calon yang dijagokannya. Dukungan politik dari tokoh terkenal adalah salah satu dari sekian banyak cara untuk menaikkan citra, meyakinkan pemilih, meningkatkan public trust dan menambah elektabilitas seorang kandidat tertentu untuk memenangkan kontestasi dalam Pilkada.

Dukungan politik tokoh itu lumrah dilakukan, mengingat masyarakat Indonesia sebagian besar masih cenderung melihat serta mendengar sosok figur semisal tokoh agama dalam memberikan dukungan atau menentukan pilihan politik mereka.

Yang tidak lumrah adalah ketika tokoh tokoh yang seharusnya netral ternyata ikut memberikan dukungan sehingga menimbulkan ketidakadilan karena keberpihakan yang dilakukannya. Hal ini pada akhirnya akan menimbulkan polemik pro dan kontra.

Seperti halnya yang dilakukan oleh Prabowo selaku Presiden Republik Indonesia yang seharusnya netral ternyata berpihak pada salah satu pasangan calon dalam Pilkada, ngakunya ia memposisikan diri sebagai Ketua Umum Partai sehingga berhak untuk melakukannya. Pertanyaannya adalah kapan ia berhak untuk memposisikan diri sebagai Ketua Umum Partai dan sebagai Presiden Republik Indonesia ?. Bukankah setelah terpilih menjadi Presiden, dengan sendirinya ia menjadi milik seluruh rakyat Indonesia ?

Tanggapan Pemilu Curang

Menanggapi adanya praktek pemilu curang, beberapa tokoh angkat suara. Sebagai contoh Ketua Umum PDIP Perjuangan Megawati Soekarno Putri secara khusus membuat Surat Terbuka. Diantara isi suratnya, Megawati mengkhawatirkan nasib Demokrasi yang kini terancam mati akibat kekuatan yang menghalalkan segala cara. “Kekuatan ini mampu menggunakan sumber daya dan alat-alat negara”, ungkapnya.

Fenomena tersebut menurut penilaian Megawati terjadi di beberapa wilayah yang ia amati terus menerus seperti Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, hingga Sulawesi Utara dan berbagai provinsi lainnya. “Di Jawa Tengah misalnya, saya mendapatkan laporan betapa masifnya penggunaan penjabat kepala daerah, hingga mutasi aparatur kepolisian demi tujuan politik elektoral”, terangnya.

Menurut Megawati hal tersebut tidak boleh dibiarkan lagi, mengingat Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengambil keputusan penting bahwa aparatur negara yang tidak netral, bisa dipidanakan.Namun dalam situasi ketika segala sesuatu bisa dimobilisasi oleh kekuasaan, menurut Megawati,  maka yang terjadi adalah pembungkaman. Apa yang terjadi saat ini sudah diluar batas-batas kepatutan nurani, modal dan etika.

“Karena itulah kepada seluruh simpatisan, anggota dan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan serta seluruh rakyat Indonesia, saya serukan terus menerus: “Jangan pernah takut untuk menyuarakan kebenaran”, serunya.

Megawati pantas sewot karena banyak jagoannya yang bertarung di Pilkada tumbang oleh lawan lawannya.Jagoan-jagoan Banteng yang berlaga di Pilkada serentak 2024, banyak yang tumbang. Hal itu terlihat dari quick count atau hasil hitung cepat lembaga survei, beberapa jam setelah pemungutan suara.

Meskipun KPU belum mengumumkan hasil resminya, tapi tumbangnya jagoan-jagoan Banteng itu sudah diumumkan sejumlah lembaga survei.Kekalahan ini tentu saja menjadi pukulan telak bagi PDIP. Karena sebelumnya, partai besutan Megawati Soekarnoputri itu, optimis dapat mempertahankan dominasinya di berbagai wilayah di Indonesia.

Provinsi-provinsi yang selama ini dikenal sebagai basis kekuatan PDIP, atau yang kerap disebut “kandang banteng,” kini berhasil diobrak-abrik lawan. Di Jawa Tengah misalnya, jagoan PDIP kalah telak dari jagoan KIM Plus yang di endors oleh Mulyono.

Hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei, pasangan Andika Perkasa-Hendrar Prihadi (Hendi) yang diusung PDIP, tertinggal jauh dari Ahmad Luthfi-Taj Yasin. Dikutip dari berbagai lembaga, perolehan suara Andika-Hendi berada di angka 40-an persen. Sedangkan, Luthfi-Yasin unggul jauh dengan perolehan di angka 58 persen.

Hasil hitung cepat di Pilkada Kota Solo juga menunjukkan hal serupa. Untuk pertama kalinya, pasangan calon yang diusung PDIP tumbang. Hasil hitung cepat jagoan PDIP, Teguh Prakosa-Bambang Nugroho, kalah dari pasangan Respati Ardi-Astrid Widayani. Teguh-Bambang hanya meraih 38,60 persen, sementara Respati-Astrid unggul dengan 61,40 persen.

Situasi serupa terjadi di Sumatera Utara. Pasangan calon PDIP, Edy Rahmayadi-Hasan Basri, kalah telak dari pasangan yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM), Bobby Nasution-Surya.Berdasarkan hasil hitung cepat Indikator Politik dengan suara masuk sebesar 85,67 persen, Bobby-Surya unggul signifikan dengan perolehan 62,72 persen suara. Sementara Edy-Hasan hanya mampu mengumpulkan 37,28 persen suara.

Di Jawa Barat dan Jawa Timur, calon-calon yang diusung PDIP juga tampak tak berdaya menghadapi rival-rivalnya.Di Jawa Barat, pasangan calon PDIP, Jeje Wiradinata dan Ronal Surapradja, hanya mampu meraih 9,19 persen suara. Hasil tersebut menempatkan mereka di posisi buncit dari tiga pasangan calon yang lain. Sementara jagoan Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus), Dedi-Erwan, unggul jauh dalam hasil hitung cepat dengan perolehan suara sebesar 61,01 persen.

Di Jawa Timur, Paslon Khofifah-Emil unggul dengan raihan 57,43 persen. Sementara paslon usungan PDIP Tri Rismaharini-Zahrul berada di posisi dua dengan suara sebanyak 34,33 persen.Situasi di Banten dan Lampung juga demikian. Di Lampung, paslon incumbent yang diusung PDIP, Arinal Djunaidi-Sutono, hanya mendapat 17,26 persen. Sementara Paslon KIM, Mirzani Djausal-Jihan Nurlela mendapat suara meyakinkan dengan 87,87 persen.

Di Banten, Paslon usungan KIM, Andra Soni-Dimyati Natakusumah unggul dalam hitung cepat Charta Politika. Sampai pukul 17.00, Soni-Dimyati memperoleh suara 57,77 persen. Sedangkan pasangan yang diusung Golkar dan PDIP, Airin Rachmi Diany-Ade Sumadi memperoleh 42,23 persen.Di wilayah lain yang juga dikenal sebagai basis suara PDIP, juga bertumbangan. Mulai dari Sulawesi Utara, hingga Nusa Tenggara Timur (NTT), pasangan yang diusung PDIP juga kalah.

Karena banyak kalah diberbagai wilayah yang biasanya menjadi basis massanya itulah kiranya yang membuat PDIP tidak terima. Akhirnya mengklaim telah terjadi kecurangan disana. Tetapi di Pilkada DKI Jakarta, ketika jagoan PDIP menjadi pemenangnya, tidak ada keluhan curang disana. Yang berteriak curang justru dari kubu KIM yang diperkirakan tumbang jagoannya.

Ketua Tim Pemenangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), Ahmad Riza Patria, mengatakan ada dugaan kecurangan di Pilkada Jakarta. Ia menyebut di beberapa wilayah Jakarta diduga ada politik uang hingga penyebaran sembako di masa tenang.

"Kami juga ingin menyampaikan sebagaimana kita ketahui memang masih ada kecurangan-kecurangan yang terjadi. Sebagaimana kemarin kami sampaikan di konferensi pers, di ruang ini, bahwa telah terjadi adanya money politics dan juga adanya penyebaran sembako dalam rangka mempengaruhi," kata Riza dalam konferensi pers tim RIDO di DPD Golkar, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024) dini hari.

Riza menyebut pihaknya menduga ada beberapa tempat yang tergolong masuknya unsur politik uang. Ia mengklaim di wilayah Kepulauan Seribu bahkan ditemukan sejumlah sembako yang siap edar."Dan ternyata dugaan kami betul dan di beberapa tempat termasuk di Pulau Seribu kemarin telah ditemukan banyak sekali sembako yang siap edar," ujar Riza seperti dikutip media.

Bahkan untuk mengumpulkan bukti bukti kecurangan itu, Kubu RIDO menggelar sayembara berhadiah Rp10 juta bagi siapapun yang menemukan praktik kecurangan di Pilkada Jakarta 2024."Kami telah mengumumkan memberikan sayembara Rp10 juta bagi siapa saja yang menemukan adanya kecurangan money politics maupun penyebaran sembako di masa tenang atau menjelang pencoblosan ataupun sebelum pencoblosan," kata Ketua Tim pemenangan RIDO, Riza Patria dalam konferensi pers di Kantor DPD Golkar Jakarta, Kamis (28/11).

Berdasarkan fenomena tersebut diatas, dapat dilihat mereka yang berteriak curang biasanya karena kalah jagoannya. Sementara kalau jagoannya menang, akan anteng anteng saja seolah olah pemilunya berlangsung dengan aman sentosa.

Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa kecurangan itu memang nyata adanya dan marak dimana mana. Kecurangan yang dilakukan oleh hampir semua peserta pemilu hanya kadarnya saja yang berbeda beda. Parahnya penegakan hukum untuk setiap kecurangan itu terkesan seadanya. Bahkan terkesan pula dipilih pilih siapa yang akan menjadi korbannya.

Sebagai contoh money politik yang marak dimana mana, tapi yang ditindak untuk diberikan sanksi, apalagi sanksi pidana sangat langka. Bahkan terkesan dimaklumi saja sebagai sedekah lima tahunan untuk rakyat jelata. Kalau sudah begini maka yang menang pemilu hampir selalu mereka yang banyak modalnya.

Jakarta Menuju Putaran Kedua ?

DKI Jakarta yang masih berstatus sebagai ibu kota negara, memang punya kebiasaan unik berbeda dengan daerah lainnya. Kalau daerah lain cukup menentukan pemenang dengan suara terbanyak, di Jakarta berbeda. UU Nomor 2 Tahun 2024 memastikan hanya pasangan Pilkada Jakarta  dengan 50%+1 suara yang bisa menang dalam satu putaran alias tidak harus masuk putaran kedua.

Berdasarkan hitung hitungan tersebut, Calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut 3 Pramono Anung dan Rano Karno telah mengklaim memenangkan Pilkada Jakarta 2024.“Hasil real Alhamdulillah, bersih hasil C1 KWK per saat ini, pagi ini, yang kami punya 28 November 2024 telah mencapai 100 persen TPS di seluruh daerah pemilihan Jakarta,” kata Pramono dalam konprensi pers kediamannya di Jakarta Selatan, Kamis (28/11).

Berdasarkan rekapitulasi 100 persen formulir C1, Pram-Rano meraih total 2.183.577 suara atau sama dengan 50,07 persen. “Untuk itu, kami bisa menyampaikan mendeklarasikan bahwa paslon nomor 3, Mas Pram-Bang Doel telah memenangkan kontestasi Pilgub DKI Jakarta dalam satu putaran,” kata Pramono.

Menurut politisi PDIP itu, hasil rekapitulasi internal yang selesai pada Kamis dini hari sudah memenuhi syarat menang satu putaran merujuk pada UU Nomor 29/2007 dan UU Nomor 2/2024. “Di mana Gubernur dan Wagub DKJ, dipilih langsung melalui pemilihan kepala daerah dengan perolehan suara 50 persen plus 1 suara,” katanya.

Meski demikian, Pram menyatakan tetap menghormati rekapitulasi yang dilakukan KPUD Jakarta sebagai penyelenggara pilkada. Dia juga mengapresiasi KPUD yang telah menyelenggarakan pilkada ini dengan jujur dan transparan.

Sebaliknya, tim Pemenangan Pasangan Cagub-Cawagub DKI Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) memastikan akan ada putaran kedua dalam Pilkada Jakarta 2024. Hal tersebut didasarkan hitungan surat suara C1 yang dimilikinya.

“Kesimpulan Pilkada Jakarta akan berlangsung dua putaran diambil berdasarkan data yang dihimpun dari tim koalisi partai pendukung Rido bersama seluruh relawan serta organisasi masyarakat pendukung, dengan total surat suara yang sudah masuk mencapai 99 persen,” kata Ketua Tim Pemenangan Rido, Ahmad Riza Patria, di kantor DPD Golkar Jakarta, Kamis dini hari.

Riza memaparkan, pasangan Rido meraih 40,17 persen atau 1.748.714 juta suara. Pasangan nomor urut 2, Dharma Pongrekuen-Kun Wardana 10,55 persen dengan perolehan 459.475 suara. Pasangan nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno memperoleh 49,28 persen atau sebanyak 2.145.494 juta suara.“Ini hasil dari pada ‘real count’ atau hitungan yang sesungguhnya yang dilakukan oleh tim data pada paslon nomor urut 1,” kata Ariza seperti dikutip media.

Masing masing pasangan calon memang boleh boleh saja mengklaim kemenangannya atau memastikan bakal ada putaran kedua. Tetapi Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta telah menyatakan bahwa kepastian pelaksanaan putaran kedua pemilihan kepala daerah atau Pilkada Jakarta 2024 menunggu hasil rekapitulasi manual berjenjang.

Ketua KPU DKI Jakarta Wahyu Dinata mengatakan pihaknya dijadwalkan melaksanakan rekapitulasi perhitungan suara di tingkat kecamatan pada Kamis, 28 November 2024, dan akan berlangsung selama enam hari.“(Kepastiannya menunggu) Rekapitulasi manual berjenjang,” kata Wahyu di Jakarta, Kamis seperti dikutip media.

Merujuk Keputusan KPU DKI Jakarta Nomor 29 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2024, penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara dimulai pada 27 November hingga 16 Desember 2024.

Apabila perolehan suara gubernur dan wakil gubernur tidak lebih dari 50 persen untuk ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih, maka diadakan pemilihan gubernur dan wakil gubernur putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon (paslon) yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama.

Jika benar nantinya terjadi putaran kedua maka pemungutan suara putaran kedua Pilgub DKI Jakarta bakal digelar pada Rabu, 26 Februari 2025.Jadwal itu tercantum dalam Keputusan KPU DKI Nomor 29 Tahun 2024. Aturan itu menjelaskan soal tahapan dan jadwal pada Pilgub DKI Jakarta 2024.

Saat ini kubu RK -Suswono vs Pram-Doel , masih harap harap cemas terkait nasibnya. Apakah Pilgub akan memasuki putaran kedua atau hanya berlangsung untuk satu putaran saja dimana pasangan Pram-Doel menjadi pemenangnya.

Dalam kondisi seperti ini dinamika politik di DKI akan semakin memanas karena perbedaan suara untuk dinyatakan menang satu putaran dan masuk putaran kedua memang sangat tipis angkanya.Dalam situasi seperti ini pula kecurigaan akan terjadinya kecurangan semakin mengemuka.

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan (Sekjen PDIP), Hasto Kristiyanto mengendus adanya upaya pihak-pihak tertentu yang mencoba membangun narasi serta memaksakan agar Pilkada Jakarta berjalan dua putaran."Untuk itu, seluruh relawan, simpatisan, anggota dan kader partai agar waspada, karena ada pihak-pihak tertentu yang mencoba memaksakan di Jakarta agar dua putaran," ujarnya seperti diberitakan law-justice.co, 28/11/24.

Dia menambahkan, pihaknya mendapati informasi adanya upaya mengalahkan pasangan Pramono-Rano Karno lewat putaran kedua di Pilgub Jakarta. Di mana, hal itu disampaikan oleh Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), yang diketahui cawe-cawe dalam mendukung paslon Ridwan Kamil-Suswono."Maka kami tegaskan bahwa berdasarkan data-data di internal partai, termasuk exit poll, Mas Pram itu 53 persen," ujarnya.

Apakah sinyalemen yang dinyatakan oleh Pramono itu benar adanya, diperlukan pembuktian tentunya. Yang jelas dengan klaim sementara pasangan Pramono Anung-Rano Karno dengan perolehan suara sah 50,07% sangat tipis angkanya.

Dengan selisih yang sangat tipis tersebut maka kemungkinan hasil bisa berubah saat rekapitulasi manual oleh KPU dilakukan bisa saja terjadi. Jika perolehan suara mereka turun di bawah 50%, maka dengan senirinya diperlukan putaran kedua. Selain itu data sementara belum sepenuhnya final, sehingga hasil resmi masih menunggu verifikasi penuh oleh KPU.

Keputusan akhir sepenuhnya bergantung pada hasil verifikasi resmi oleh KPU. Sampai disini, publik harus menunggu pengumuman resmi untuk memastikan status hasil Pilgub DKI Jakarta 2024. Dalam situasi seperti ini, transparansi dan akurasi dalam proses rekapitulasi suara menjadi hal yang sangat penting untuk memastikan kepercayaan publik terhadap hasil Pilgub DKI Jakarta

Terlepas dari apakah pemilihan ini berakhir dalam satu putaran atau berlanjut ke putaran kedua, keputusan final semoga mencerminkan kehendak mayoritas masyarakat Jakarta. Dengan begitu, siapa pun yang terpilih sebagai pemimpin, diharapkan mampu membawa Jakarta menuju arah pembangunan yang lebih baik, inklusif, dan berkelanjutan, sesuai dengan aspirasi warganya.

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar