Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula, Kejagung Periksa Pejabat Bea Cukai

Jum'at, 29/11/2024 12:06 WIB
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Dr.Harli Siregar SH.,M.Hum. (RRI)

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Dr.Harli Siregar SH.,M.Hum. (RRI)

Jakarta, law-justice.co - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung RI) memeriksa sejumlah pejabat Bea Cukai dalam kaitannya dengan kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan tersangka Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong).

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengungkapkan bahwa pemeriksaan tersebut dilakukan oleh Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

“DA selaku Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean (TMP) B Medan, dan WA selaku Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean B Gresik,” jelas Harli dalam keterangan resmi yang diterima pada Kamis (28/11/2024).

Selain itu, CU selaku Kepala Subdirektorat Impor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, MTD selaku Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Marunda, serta YW dari Tim Kerja Pengembangan Kawasan Tanaman Tebu dan Pemanis Lain Kementerian Pertanian juga turut diperiksa.

“Jampidsus memeriksa 5 orang saksi terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2016,” tambahnya.

Kelima orang saksi tersebut diperiksa untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara yang melibatkan Tom Lembong.

Sebelumnya, permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong ditolak dalam sidang pembacaan putusan praperadilan terkait dugaan tindak pidana korupsi kebijakan impor gula tahun 2015-2016.

Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka pada 29 Oktober 2024, bersama dengan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia 2015-2016 berinisial CS.

Kejagung menyatakan bahwa penetapan tersangka dilakukan berdasarkan alat bukti yang cukup.

Diketahui pula bahwa pada saat itu, Indonesia mengalami surplus gula, sehingga impor gula tidak diperlukan.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar