Ketum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid Soroti PPN 12 Persen dan UMP 2025
![Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid (Detik)](https://cdn.law-justice.co/posts/1/2023/2023-09-18/01abc097f837a042c60aa67aed35044e_1.jpeg)
Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid (Detik)
Jakarta , law-justice.co - Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid soroti soal kenaikan PPN 12 persen tahun 2025.
Dikatakan Arsjad, menyarankan dan meminta langsung kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menunda kenaikan tersebut.
"Memang Ibu Sri Mulyani sudah memutuskan PPN jadi 12 persen. Namun, dengan kondisi ekonomi global dan domestik saat ini. Kami menyarankan agar pengenaan tarif baru ini ditunda. Timing-nya perlu dipertimbangkan ulang karena situasi sekarang berbeda dari saat kebijakan ini diputuskan,” ujar Arsjad saat jumpa pers di Jakarta Selatan Selasa 26 November 2024.
Di sisi lain, Arsjad juga menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen selama 5 tahun dapat terwujud.
Salah satunya dapat mengejar PDB sampai 60 miliar dolar per tahun.
"8 persen ini bicara adalah bagaimana kita ingin membawa investasi masuk, untuk ada investasi," kata Arsjad.
"Supaya apa? Tadi kita harus mengejar yang namanya PDB sampai 60 miliar dolar per tahun investment-investment untuk bisa mencapai itu. Jadi kita fokus ke sana dulu, karena kalau udah perputaran itu terjadi, itu nanti mungkin lain kita melihatnya. Karena kita lihat 12 persen pada waktu diputuskan, dan hari ini kan berbeda dengan keadaan yang ada," terangnya.
Lebih lanjut, Arsjad juga menyoroti soal kenaikan UMP 2025 yang bersamaan dengan PPN 12 persen akan dinilai memberatkan pelaku usaha.
"Pasti berat. Kan gini, harus dilihat setiap sektor, gak bisa di-generalisasi semua pengusaha," jelas Arsjad dilansir dari Disway.
"Karena bicaranya itu adalah pengusaha, apalagi yang padat karya. Padat karya khusus yang tua, itu pasti berat. Ada juga ada perusahaan yang sehat dan yang tidak. Jadi ini yang memang berbeda-beda," tambahnya.
Arsjad juga menyerankan agar pekerja dan pengusaha bisa duduk bersama dan saling bicara terkait hal tersebut.
Agar efeknya tidak terjadi hal yang tak diinginkan seperti pemutusan hubungan kerja.
"Makanya saya selalu mengatakan, kita tidak terpisahkan antara pengusaha dan pekerja. Makanya selalu harus duduk, harus bicara, dan saling terbuka. Mulai ya, kepercayaan, trust," imbuhnya.
"Semuanya bisa saja (PHK). Namun balik tadi kan, akan berbeda setiap sektor," terangnya.
"Nah jadi ini kita harus melihatnya gak bisa di-generalisasi. Tapi harus ada kepercayaan antara pekerja dan buruh. Supaya bisa mendisusikan solusi. Karena dua-duanya sama kok, pekerja ingin bekerja, si pengusaha ingin ada pekerja,"tandas Arsjad.
Komentar