KPK Kalah di Praperadilan, Kecerobohan Penyidikan atau Intervensi?

Menelisik Latar Paman Birin yang Bikin Tumbang KPK

Sabtu, 16/11/2024 16:15 WIB
Ilustrasi: Mantan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor. (Jurnalkalimantan)

Ilustrasi: Mantan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor. (Jurnalkalimantan)

law-justice.co - Eks Gubernur kalimantan Selatan Sahbirin Noor lebih akrab disapa Paman Birin sukses mempecudangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sempat menetapkan status tersangka. PN Jakarta Selatan meluluskan gugatan praperadilan terhadap status tersangkanya. Sosok ini menjadi menarik, sebab dia seolah meledek KPK dengan memimpin upacara sehari sebelum putusan Praperadilan. Padahal, KPK menyatakan Paman Birin `raib` dan tidak bisa ditemukan. Apakah ada sosok kuat yang menjadi backingnya?

Sahbirin Noor alias Paman Birin adalah tersangka kasus suap dan gratifikasi yang ditetapkan KPK. Diduga, ia terlibat pengaturan sejumlah proyek di Dinas PUPR yang berasal dari dana APBD Pemprov Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2024. KPK menetapkan Sahbirin Noor sebagai tersangka dalam kasus korupsi tiga proyek pembanngunan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Penetapan tersangka paman Birin--sapaan bekennya, dilakukan usai KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di sejumlah tempat di Banjarbaru, Kalimatan Selatan pada 6 Oktober 2024. Kala itu, Sahbirin masih berstatus sebagai Gubernur Kalimantan Selatan, sebelum akhirnya mengundurkan diri pada 13 November 2024. 

 

Dalam OTT itu, Sahbirin tidak ada di tempat. KPK hanya menangkap 17 orang yang sebagian besar merupakan anak buah Sahbirin di pemerintahannya. Namun, hanya enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Pemprov Kalsel Ahmad Solhan; Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Pemprov Kalsel Yulianti Erlynah; pelaksana tugas Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel, Agustya Febry Andrean; bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, Ahmad; serta dua pihak dari swasta, Andi Susanto dan Sugeng Wahyudi. 

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan OTT itu bermula ketika pihaknya memperoleh informasi bahwa ada pengkondisian tiga proyek pembangunan di Dinas PUPR Kalsel. Pengkondisian itu berupa penentuan siapa pemenang tender. Asep bilang Ahmad Solhan memerintahkan Yulianti Erlynah untuk mengatur hanya perusahaan milik Andi Susanto dan Sugeng Wahyudi yang bisa mengajukan penawaran di e-katalog Pemprov Kalsel. Solhan dan Yulianti disebut mengatur sedemikian rupa syarat pengajuan bagi perusahaan dan memberi tahu harga perkiraan sendiri kepada Andi dan Sugeng. Dari patgulipat itu, ada uang yang mengalir dari hasil proyek.  "Terpilihnya perusahaan Andi dan Sugeng, mereka memberi fee 2,5 persen untuk PPK dan 5 persen untuk Sahbirin Noor," kata Asep kepada Law-justice, Kamis (14/11/2024). 

Asep mengatakan bahwa KPK mulanya menangkap Ahmad dan Yulianti ketika penyerangan uang. Dari penangkapan itu, penyidik berhasil menyita sebuah kardus kuning dengan foto wajah Sahbirin. Kotak kardus itu berisi uang sebanyak Rp 800 juta dan catatan tangan bertuliskan "logistik paman: 200 juta, logistik terdahulu: 100 juta, logistik BPK: 0,5 persen.  Selepas penangkapan dua pejabat PUPR itu, barulah KPK menangkap 15 orang lain dengan tangan menenteng sejumlah koper dan kardus yang penuh uang. Dari OTT belasan orang, KPK mendapati uang Rp12,11 miliar dan US$500. Lain itu, disita pula dokumen dan telepon genggam. 

Asep menekankan peranan Sahbirin dalam kasus ini mulai jelas terlihat ketika penyidik mendapat keterangan dari 17 orang yang terjading OTT itu. Sehingga penetapan tersangka, katanya, tidak asal lantaran merujuk pada sejumlah bukti dan kesaksian pihak yang terlibat sebagai tersangka juga. "Kami menetapkan tersangka (terhadap Sahbirin Noor) bukan tanpa alasan," ujar Asep. 

Adapun Asep menjelaskan penetapan Sahbirin sebagai tersangka seusai KPK melakukan gelar perkara pada Minggu malam, 6 Oktober 2024. Dalam rapat yang dihadiri penyidik dan pimpinan KPK itu, disimpulkan Sahbirin terlibat korupsi berdasarkan barang bukti permulaan yang cukup.  Dalam rapat gelar perkara itu pula, terungkap ada aliran dana Rp 12 miliar, yang sedang diselidiki muasalnya. Uang belasan miliar itu diduga beda kaitannya dari proyek PUPR. "Ini yang masih kami dalami," tutur Asep. 

Jika menilik tiga proyek yang menjadi bancakan, total nilai proyek tembus puluhan miliar. Mulai dari pembangunan lapangan sepak bola di kawasan olahraga terintegrasi Provinsi Kalimatan Selatan senilai Rp23,24 miliar. Perusahaan yang menang proyek itu adalah PT Wiswani Kharya Mandiri. Lalu, ada proyek pembangunan Samsat Terpadu yang nilai pekerjaan proyeknya sebesar Rp22,26 miliar. Proyek ini digarap oleh PT Haryadi Indo Utama. Dan ada proyek pembangunan kolam renang di kawasan olahraga terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan yang digarap CV Bangun Banua Bersama, dengan total dana Rp9,17 miliar.

KPK Kandas di Praperadilan

Berselang empat hari setelah ditetapkan sebagai tersangka, Sahbirin lantas melawan dengan mengajukan praperadilan. Penetapan tersangka atas Paman Birin ini kandas usai gugatan praperadilan pihak Sahbirin dimenangkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 12 November 2024. Tim kuasa hukum, Sahbirin Noor, menekankan penetapan tersangka atas kliennya bersifat cacat hukum lantaran KPK tidak pernah memeriksa Sahbirin sekalipun dalam kasus korupsi ini. “Surat perintah penyidikan KPK terhadap klien saya tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum. Apa yang dilakukan KPK sudah tidak sesuai prosedur sehingga pantas hakim mengabulkan gugatan kami,” kata kuasa hukum Sahbirin Noor, Soesilo Aribowo usai sidang praperadilan, Selasa (12/11/2024).

Adapun hakim tunggal Afrizal Hady dalam putusannya menyatakan penetapan Sahbirin Noor sebagai tersangka merupakan perbuatan yang sewenang-wenang karena bertentangan dengan hukum. Hakim itu juga mempertanyakan keabsahan surat perintah penyidikan KPK atas Sahbirin Noor karena lagi-lagi dianggap tidak sesuai prosedur hukum. “Menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat Penetapan Tersangka terhadap Pemohon (Sahbirin Noor) oleh Termohon (KPK),” begitu ucap Afrizal dalam sidang putusan, Selasa (12/11/2024).

KPK kalah praperadilan bukan kali ini. Penyelenggara negara yang berstatus Wamenkumham semasa rezim Presiden Joko Widodo, yakni Edward Omar Sharif Hiariej pernah lolos dari jerat penetapan tersangka dalam kasus suap atau gratifikasi terkait kepemilikan perusahaan tambang nikel di Sulawesi Selatan. Pada awal Desember 2023, komisi antirasuah menetapakan Eddy sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. Suap senilai Rp 8 miliar itu diduga untuk memuluskan Helmut sebagai pemilk sah PT CLM, di tengah kisruh kepemilikan perusahaan.

Tapi toh, Eddy bisa lolos melalui gugatan praperadilan pada awal 2024. Persamaan kasus Eddy dan Sahbirin terletak pada satu nama yang terlibat dalam pusaran kasus, yaitu Andi Syamsuddin Arsyad atau beken dikenal Haji Isam. Dalam kasus Eddy, diduga Haji Isam berada di belakang Helmut Hermawan yang melakukan suap. Sedangkan di kasus Sahbirin, Haji Isam adalah kerabat dari eks Gubernur Kalsel itu.

Persisnya, Sahbirin merupakan paman dari Haji Isam. Terlebih, paman Birin pernah menjabat sebagai direktur utama PT Jhonlin Sasangga Banua, perusahaan yang berkaitan dengan Grup Jhonlin—milik Haji Isam. Sahbirin duduk sebagai orang nomor satu di perusahan tambang batu bara itu sebelum terjun di dunia politik pada 2016. Selain bergerak di tambang batu bara, korporasi itu juga memiliki lini bisnis penyediaan tenaga keamanan bernama Jhonlin Security Services, yang sudah menjadi rekanan Pemprov Kalsel.

Kuasa hukum Sahbirin Noor, Soesilo Aribowo membantah adanya kelindan Haji Isam dalam kasus kliennya. Putusan hakim yang memenangkan gugatan praperadilan Sahbirin Noor dinilai murni karena demi hukum. “Tidak ada komunikasi antara Haji Isam dengan klien saya,” ujar Soesilo.

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) juga menegaskan hubungan antara sahbirin dan Haji Isam.  Menurut Boyamin Saiman, koordinator MAKI, hubungan kedekatan antara Paman Birin dengan Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam sudah terbuka diketahui publik, karena memiliki hubungan keluarga oleh publik yakni antara Paman dan Ponakannya. "Ya itu masyarakat bisa nilailah," tutupnya.

Infografis: Relasi Sahbirin Noor Eks Gubernur Kalimantan Selatan. (Tim Investigasi)

Boyamin juga menegaskan dengan dikabulkannya gugatan dan dibatalkannya status tersangka Paman Birin, bukan akhir dari segalanya. KPK bisa saja memulai penyidikan baru. "Ya meskipun ini bukan kiamat bagi KPK. KPK bisa menerbitkan Sprindik baru, terus kemudian memanggil Paman Birin diperiksa sebagai saksi dulu, baru nanti dilanjutkan penetapan tersangka, masih bisa," ujar Boyamin ketika dikonfirmasi, Jumat (15/11/2024).

Boyamin menambahkan, hal ini perlu dilakukan karena KPK kadung malu sudah kalah dalam gugatan praperadilan.  "Jadi supaya tidak malu-malu banget gitu, seperti yang katakan bahwa KPK mempermalukan dirinya sendiri, masih bisa dikejar meskipun sudah nggak ketolong itu malunya ini," imbuhnya.

Tapi, Boyamin menekankan, KPK perlu melakukan serangkaian penyidikan lebih dulu sebelum menetapkan Paman Birin sebagai tersangka.

Sebab, salah satu faktor yang membuat gugatannya dikabulkan adalah karena Paman Birin belum pernah diperiksa sebagai saksi sebelum ditetapkan tersangka. "KPK memang harus menerbitkan surat perintah penyidikan baru dan memeriksa saksi-saksi termasuk Paman Birin dulu. Jangan kemudian langsung menetapkan tersangka lagi, pasti kalah lagi," ungkapnya.

Tali-temali antara Haji Isam dan Paman Birin diyakini oleh Jaringan Tambang sebagai sebuah keniscayaan. Farhat Kasman mengatakan keterlibatan Sahbirin dalam perusahaan Haji Isam meruapakan pintu masuk menelusuri konflik kepentingan dalam kasus korupsi ini. Kata Kepala Divisi Kampanye Jatam itu, KPK tidak bisa menihilkan relasi antara paman dan keponakan itu untuk menarik garis besar bancakan yang terjadi. 

“Kasusnya memang korupsi di PUPR, tetapi mesti dilihat keseluruhan bahwa Haji Isam dan Paman Birin ini adalah keluarga. Siapa yang bisa menjamin tidak ada tekanan, jika salah satunya beperkara hukum,” ujar Farhat kepada Law-justice, Rabu (13/11). 

Kekuatan Haji Isam, kata dia, begitu besar di Kalimantan dengan kepemilikan bisnis batu baranya. Aliran bancakan bisa saja untuk kepentingan bisnis. Farhat mendasari dugaannya dari sejumlah kasus korupsi kepala daerah yang berkelindan dengan bisnis tambang. Apalagi, jika kepala daerah kentara sebagai pemain tambang. “Kasus Abdul Ghani Kasuba bisa jadi contoh konkretnya bagaimana kelindan pemangku kepentingan dengan pebisnis tambang,” ujarnya. 

Dia lantas tak heran ketika Sahbirin Noor menang praperadilan. Kekuatan Haji Isam dalam politik nasional dinilainya cukup berpengaruh. Melalui Jhonlin Group, Haji Isam menyokong dana bagi Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024. Berdekatan dengan hasil Pilpres, tepatnya pada September 2024, Haji Isam menggarap proyek cetak sawah di Merauke, Papua. Belakangan, proyek ini mendapat dukungan dari Kementerian Pertanian lantaran dianggap sejalan dengan program swasembada pangan. “Sebagai bohir Prabowo di Pilpres, Haji Isam dan kroninya pasti akan dijaga. Kasus korupsi Sahbirin Noor ini bisa jadi salah satu kasus yang dijaga,” kata dia. 

Kekalahan yang Memalukan 

Mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap menilai kandasnya KPK di praperadilan paman Birin ini memalukan dan tamparan keras bagi lembaga antirasuah. Sebab, sejak penetapan tersangka, Paman Birin tak kunjung ditangkap. Dia menyoroti KPK yang mengklaim tak menemukan Paman Birin dan menganggapnya kabur. Namun, sehari jelang putusan praperadilan, Paman Birin justru muncul di publik.  Ia langsung memimpin apel ASN Pemprov Kalsel di halaman kantornya di Banjarbaru, Senin (11/11/2024). Namun, saat itu KPK juga tak langsung meringkus Paman Birin.

 "Sebagai penegak hukum dengan kewenangan luas, tentu ini memalukan dan tamparan keras bagi KPK. Jika saja KPK cepat menerbitkan DPO tentu yang bersangkutan tidak akan bisa mempraperadilankan," ujar Yudi ketika dikonfirmasi, Kamis (14/11/2024).

Menurutnya, KPK tidak serius dalam menangani kasus ini, termasuk untuk menangkap Paman Birin. Yudi menilai, KPK mestinya bisa menerbitkan surat penetapan daftar pencarian orang (DPO) untuk Paman Birin seketika tak ditemukan sejak awal pencarian. "Ada pertanyaan besar mengapa sudah menetapkan status tersangka bagi Paman Birin, kemudian sudah ada surat perintah penangkapan, tapi tidak menerbitkan DPO ketika KPK gagal menemukan tempat persembunyiannya," ujarnya.

Yudi pun menilai langkah yang dilakukan KPK aneh. Padahal, lanjutnya, KPK punya waktu yang cukup untuk menerbitkan DPO. Ia juga menyinggung Paman Birin yang tak pernah diperiksa oleh KPK namun sudah ditetapkan sebagai tersangka. "Aneh memang, apalagi KPK punya waktu cukup menerbitkan DPO. Sementara, gugatan praperadilan pun hanya sebatas penetapan tersangka saat OTT dan belum pernah diperiksa sebelum ditetapkan sebagai tersangka," kata dia.

"Artinya, ini masih debatable dan akhirnya hakim memenangkan Paman Birin dan menggugurkan status tersangkanya," sambungnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menyoroti kemenangan mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (Paman Birin) dalam proses praperadilan terkait penetapan status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rudianto menganggap hal ini sebagai koreksi bagi aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa setiap alat bukti dalam penetapan tersangka sudah lengkap.  "Itu menjadi koreksi, supaya dalam menetapkan orang tersangka, betul-betul dua alat bukti itu sudah terpenuhi. Nah itu koreksi, kira-kira begitu," ujar Rudianto kepada Wartawan di Gedung DPR RI, Rabu (13/11/2024). 

Politisi Partai Nasdem tersebut menyebut aparat penegak hukum seharusnya sudah mempersiapkan alat bukti yang cukup selama proses penyelidikan hingga penyidikan.  Dia juga menekankan perlunya perbaikan pendekatan hukum dalam menangani perkara korupsi. Hal tersebut menurutnya harus menjadi koreksi bersama. "Ya itu koreksi bersama, koreksi pendekatan hukum. Itu yang saya katakan tadi, koreksi pendekatan hukum ketika dia kalah di pengadilan," ujarnya.

"Harusnya proses penyelidikan sampai penyidikan pas ditetapkan seorang tersangka betul-betul punya dua alat bukti yang kuat. Supaya ketika diprapradilankan statusnya, tidak kalah kira-kira begitu," sambungnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menyebut bila Komisi III DPR RI berencana untuk memanggil KPK untuk meminta keterangan lebih lanjut. Menurutnya, Nasir berencana mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pimpinan KPK membahas kasus Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor. RDP bakal digelar sebelum masa reses. “Dalam kasus ini penting bagi KPK untuk mengevaluasi hal-hal seperti ini dalam RDP. Kami harap RDP bisa dijadwalkan sebelum masa sidang tahun ini berakhir,” kata Nasir kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/11/2024).

Nasir akan meminta penjelasan dari pimpinan KPK soal status Paman Birin dan bagaimana mekanisme kerja di KPK dalam menetapkan Paman Birin Sebagai tersangka. “Kami akan mengkonfirmasi (KPK) berbagai pertanyaan masyarakat terkait proses hukum terhadap Sahbirin Noor,” ujarnya.

Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha, mewanti-wanti hasil putusan praperadilan kasus Sahbirin Noor sarat dengan beking politik. Preseden buruk soal KPK kalah di praperadilan selama ini, termasuk di zamannya tak terlepas dari eskposur kekuatan politik. “Penetapan tersangka oleh KPK terhadap Sahbirin sudah sesuai prosedur. Jika pengadilan memutus itu cacat hukum, maka perlu dipertanyakan motifnya,” ujar Praswad kepada Law-justice, Kamis (14/11/2024).

Menurutnya, KPK memiliki kultur menetapkan tersangka setelah dilakukan OTT. Terlebih, penetapan tersangka terhadap Sahbirin sudah melalui proses gelar perkara atau tidak tiba-tiba. Pertimbangan KPK bergerak cepat menetapkan seorang menjadi tersangka demi meminimalisir potensi mengaburkan diri. Terlebih, bukti dan keterangan yang didapat usai OTT sudah cukup meyakini keterlibatan Sahbirin. “Sprindik yang dikeluarkan KPK sudah sesuai hukum yang berlaku,” katanya. 

Praswad masih ingat betul ada tersangka yang mengaburkan diri usai koleganya terjaring OTT. Di saat bersamaan, KPK saat itu belum mengeluarkan sprindik untuk tersangka yang tidak ditangkap di lokasi. Dia enggan menyebutkan kasusnya, tapi poinnya adalah penetapan tersangka dalam waktu yang cepat merupakan diskresi hukum yang bisa diambil KPK, bahkan sebelum pemeriksaan pihak terkait. 

“Hakim seperlunya tahu soal itu (diskersi KPK). Apa yang melatarbelakangi putusan praperadilan kembali menjadi preseden buruk pembarantasan korupsi. KPK mesti keluarkan sprindik lagi untuk menjerat tersangka (Sahbirin),” kata dia. 

Katakanlah kekalahan KPK di praperadilan adalah akibat kecerobohan, maka kecerobohan ini tak boleh dimaafkan. KPK mesti menyadari adanya kesalahan prosedur dalam penanganan perkara ini. Tetapi, ini bukanlah kiamat ataupun akhir dari segalanya. Putusan praperadilan hanya mensyaratkan prosedur pemeriksaan yang mesti dijalani oleh Sagbirin sebelum diteteapkan sebagai tersangka.

KPK harus gerak cepat untuk melalui prosedur yang disyaratkan oleh hakim praperadilan, lantas kembali menetapkan statsu tersangka terhadap Sahbirin. Jangan sampai preseden kasus Eddy Hiariej lantas ter jadi lagi. Hingga saat ini, status Eddy masih menggantung, KPK belum ada tanda-tanda untuk menetapkan lagi status tersangka. Hingga dia kembali dilantik menjadi wakil menteri oleh Presiden Prabowo Subianto. 

 

Rohman Wibowo
Ghivary Apriman

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar