Investasi Emas

Bergantung Hidup pada Investasi Emas

Minggu, 10/11/2024 23:52 WIB
Zulfa, perempuan lanjut usia yang berinvestasi emas sejak masa muda. Foto: Rohman/law-justice

Zulfa, perempuan lanjut usia yang berinvestasi emas sejak masa muda. Foto: Rohman/law-justice

Jakarta, law-justice.co - Zulfa tak kesulitan membuka kembali memori masa mudanya saat terbaring sakit parah. Kala itu, usianya masih 28 tahun, tapi penyakit membuat tubuhnya tak berdaya. Dia mencoba segala pengobatan, mulai dari ke rumah sakit hingga cara alternatif. Namun, kondisinya tak kunjung membaik dan dokter tidak mampu mendiagnosa sumber penyakitnya. Yang dirasakan betul oleh Zulfa adalah sekujur badannya lemas dan tak nafsu makan.

Perempuan lanjut usia (lansia) ini menguras banyak tabungannya untuk keperluan berobat. Maklum, saat itu, belum ada layanan kesehatan gratis yang dijamin pemerintah seperti sekarang. “Sekali berobat sempat sampai 5 juta rupiah,” kata nenek berusia 76 tahun ini saat ditemui di kediamannya pada Jumat (8/11/2024).

Ia berkata, tabungan yang dipakai untuk berobat bukan uang tunai yang dia miliki, melainkan hasil jual perhiasan emas yang dikumpulkan sejak menikah pada usia 23 tahun. Kala itu, dia menikah dengan seorang prajurit TNI golongan Tamtama. Kondisi keuangan rumah tangganya bisa dibilang berkecukupan. Sehari-hari Zulfa bisa mengumpulkan uang dari hasil berdagang sembako. Bermodal untung dua tahun berjualan dan ditambah penghasilan suaminya, dia memulai investasinya membeli perhiasan emas.

Mulanya, dia membeli satu gram perhiasan emas, lalu menjualnya kembali untuk mendapatkan emas yang lebih besar gramnya. Cara demikian terus dilakoninya bertahun-tahun hingga akhirnya terkumpul emas ratusan gram. Kemampuan investasi emas Zulfa terbilang cukup besar di tengah krisis ekonomi secara global saat itu. Ditambah, pendapatan per kapita di Indonesia pada medio 1970-an hanya US$ 70 dengan nilai tukar rupiah Rp 420 per 1 US$. Sementara harga emas per ons saat itu sebesar US$ 35, sebelum tembus US$ 850 per ons pada 1980.

“Saya itu sempat punya emas hampir 200 gram perhiasan. Saya punya uang, lalu beli emas yang gram kecil, ada duit lagi beli gram lebih besar. Sampai saya punya kalung hampir 100 gram, medali atau liontinnya ada 50 gram. Belum lagi kroncong (gelang) ada banyak. Sampai tetangga bilang, kalau saya keluar rumah itu seperti toko emas berjalan,” tuturnya sembari tersenyum.

Saat dia sakit, ratusan gram perhiasan emas itu yang menjadi harapan bergantung hidup. Biaya pengobatan dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain berasal dari gram demi gram perhiasan emasnya yang dilego. Dalam pikirannya saat menjual perhiasan emas hanya satu: sehat seperti sedia kala. “Masa kritis saat itu bikin badan saya habis. Suami saya juga enggak mengira saya bisa hidup sampai setua ini karena saya sakit parah waktu itu,” ujarnya.

Kala berat badan mulai ‘habis’ berkurang, saat itu pula emas miliknya tak tersisa satu gram pun untuk biaya berobat. “Cincin, gelang dan emas lainnya rontok (habis dijual) semua,” ucapnya.

Harapan sehat bagi Zulfa mulai tampak saat sisa tahun 1976. Kombinasi obat dari dokter dan pengobatan alternatif perlahan mengembalikan energinya. Rasa lemas tak bekesudahan, yang ditambah nyeri pada bagian kepala mulai mereda hingga akhirnya sembuh total. Setahun berselang, dia memulai kembali menabung demi investasi emas. Cuan dari usaha toko sembakonya disisihkan tiap hari.

Pada 1980-an, Zulfa membeli gram demi gram perhiasan emas. Butuh waktu sekira tiga tahun baginya untuk mengumpulkan puluhan gram perhiasan emas berbagai jenis. Kala itu, tidak ada keperluan mendesak sehingga perhiasan emas disimpan sebagian besarnya. Sisanya, ia pakai untuk merias diri. Naluri perempuan bersolek dengan emas menjadi alasannya membeli perhiasan, selain untuk investasi.

Hingga akhirnya pada awal 2021, puluhan gram emas yang masih tersimpan di lemari, ia putuskan untuk dilego. Kali ini bukan untuk keperluan berobat. Kesehatannya yang meski sudah menginjak usia ‘kepala tujuh’ saat itu masih terbilang stabil. Uang hasil lego perhiasan emas, lantas dia gunakan untuk membeli kendaraan roda empat secara tunai. Uang untuk melunasi mobil, hampir setengahnya berasal dari emas yang dia simpan selama lebih dari dua dekade. “Saya enggak sangka emas-emas yang saya simpan sejak masa muda bisa menambal keperluan beli mobil yang saya pingin dari dulu,” tutur dia.

Tak cemas investasi emas

Selama ini, cuan investasi di sektor properti dan pasar modal menjadi perspektif tertentu bagi publik dalam menginvestasikan uangnya. Harga tanah yang bersifat stabil dari tahun ke tahun menjadi parameternya. Begitu pula dengan pasar saham, yang dianggap bisa mendatangkan cuan karena aksi korporasi. Namun, investasi di sektor tersebut, rupanya bukan menjadi primadona investasi.

Menukil hasil survei Jakpat yang rilis pada Oktober 2024, perhiasan emas dan logam mulia menjadi investasi teratas pilihan masyarakat. Dari dua ribuan responden, sebanyak 36 persen memilih perhiasan emas sebagai barang investasi. Di posisi kedua atau sebanyak 27 persen, masyarakat menaruh kepercayaannya berinvestasi logam mulia. Sisanya, baru dipilih sektor properti, pasar modal hingga kripto.

Menariknya, Generasi Z atau mereka yang kelahiran 1997-2012, menjadi salah satu investor terbanyak di sektor investasi perhiasan emas maupun logam mulia. Namun, dua posisi teratas dalam investasi tersebut masih dipimpin kalangan generasi milenial dan generasi X. Kebanyakan mereka yang berinvestasi menuai hasil setelah menyimpan perhiasan emas dan logam mulia dalam jangka waktu 2-5 tahun.

Sangat sederhana yang menjadi alasan generasi milienial, Z dan X menginvestasikan uangnya untuk membeli perhiasan emas dan logam mulia. Yakni: mudah dijual dengan harga bagus dan tidak ribet memulai investasi. Faktor likuiditas yang menjadi pertimbangan investasi di sektor ini menuntun ke faktor selanjutnya, yaitu profit.

Masih merujuk hasil survei, pertimbangan cuan investasi perhiasan emas dan logam mulia dianggap lebih menguntungkan dibanding sektor deposito dan pasar modal. Bahkan, investasi sektor ini dinilai jauh lebih aman dibanding sektor properti meski tanah dan bangunan dibekali surat legal kepemilikan.

Sumber gambar dan grafik: Jakpat

Rista Zwestika sepakat dengan hasil survei Jakpat. Menurut perencana keuangan dari Finante ini emas atau logam mulia dikenal sebagai aset yang stabil dan tahan terhadap inflasi. Sebab, harga emas justru cenderung naik ketika inflasi meningkat dan daya beli uang menurun. Hasil survei yang menunjukkan investasi emas lebih gampang dilakukan dan cuan, juga menurut Rista sangat berdasar.

Dia berpandangan bahwa emas adalah aset likuid yang bisa dengan cepat dicairkan menjadi uang tunai tanpa proses yang rumit dibandingkan dengan investasi di properti atau saham yang memerlukan waktu dan prosedur tertentu. “Sehingga banyak investor melihatnya sebagai pilihan investasi jangka panjang yang menguntungkan. Apalagi ketika terjadi ketidakstabilan ekonomi global, harga emas seringkali melonjak, memberikan keuntungan tambahan bagi investor,” ujar Rista saat dihubungi pada Kamis (7/11/2024).

Apalagi, kata Rista, emas yang menjadi salah satu penanda kelas ekonomi telah menjadi kultur. Selain untuk mendulang cuan dari investasi, emas menjadi identitas diri. “Jadi, dengan kombinasi keamanan, likuiditas, aksesibilitas, dan budaya, emas menjadi pilihan utama investasi masyarakat di Indonesia,” tuturnya.

Harapan itu BCA Syariah

Euis Nuraisyah begitu cekatan menunjukkan tabel pembiayaan investasi emas (Emas iB) yang tersedia di BCA Syariah. Customer Service BCA Syariah cabang Kota Bogor itu menjelaskan satu per satu harga angsuran, sembari menjelaskan cuan investasi emas. Dia menyarankan investasi dengan tenor pendek demi mendulang lebih banyak untung.

“Ketika bapak mengambil (tenor) lama, maka marginnya mengikuti per tahun. Jadi, misalnya per tahun (margin) 600 ribu rupiah. Jika bapak ambil tenor 5 tahun, maka margin menjadi 3 juta,” kata Aisyah menjelaskan kepada saya pada Jumat (8/11).

Margin yang dia maksud adalah hasil jual-beli dengan prinsip murabahah. Angsuran yang dibayar per bulan oleh nasabah bersifat flat sehingga pihak bank hanya mengambil margin dari tenor yang berbasis syariah. Aisyah meyakinkan bahwa investasi emas minim risiko, selain mendatangkan untung sesuai besaran gram yang dimiliki. Selama dia memantau harga dasar emas, setidaknya turun-naik harga terbilang stabil. Bahkan dalam waktu tertentu, harga bisa naik cukup signifikan.

Apa yang disampaikan Aisyah betul adanya. Merujuk laman harga-emas, besaran harga jual kembali satu gram emas berkisar Rp 990 ribuan pada Oktober 2023. Harga cenderung terus naik sejak awal 2024 hingga kini.

Edukasi soal naiknya harga emas dan nilai likuiditas selalu disampaikan Aisyah kepada nasabah. Realitas untung berinvestasi emas pun dirasa oleh nasabah. Sehingga, nasabah tak cemas menggelontorkan dananya untuk menaikkan besaran gram dari tahun ke tahun. Adapun per 1 November 2024, harga buy back LM Antam mencapai Rp 1.396.000.

“Seperti nasabah saya kemarin ambil 50 gram tahun lalu. Awal invest saat itu harga dasar emas masih di bawah 1 juta. Saat cicilan nasabah saya sudah lunas, itu kan harganya naik mengikuti buy back yang berlaku, saat itu nasabah saya lunas pada Agustus 2024. Itu kalau ditaksir untungnya sekitar 10 juta dari 50 gram,” tutur Aisyah.

“Setelah tahu taksiran untung sebanyak itu, nasabah saya ambil lagi pembiayaan yang 100 gram. Karena dia pikir untung 10 juta dalam jangkan 1 tahun,” ia menambahkan.

Meski tenor yang diambil nasabahnya hanya satu sampai dua tahun, Aisyah bilang kebanyakan nasabah berinvestasi emas untuk masa depan. “Kalau di Bogor, rata-rata ibu yang investasi untuk kebutuhan anak sekolah. Jangka panjang semua prospeknya,” kata dia.

Direktur BCA Syariah Pranata (Kiri) berbincang dengan nasabah saat melakukan pembukaan rekening online di Booth BCA Syariah, BCA Expo 2023. Foto: Dok. BCA Syariah

Harapan investasi emas untuk masa depan, juga ditekankan oleh Direktur BCA Syariah, Pranata. Dia mengatakan persentase investasi emas hampir setengahnya berasal dari generasi milenial. Secara umum generasi milienial adalah mereka yang sudah berumah tangga. Sehingga, tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi juga merancang masa depan keuangan keluarga.

“(Sebanyak) 42 persen dari nasabah pembiayaan merupakan kaum milenial dengan ticket size pembiayaan sebesar Rp 21 juta dan jangka waktu pembiayaan yang paling diminati adalah 1 tahun,” kata Pranata dikutip dari laman resmi BCA Syariah.

Salah satu nasabah BCA Syariah dari kalangan anak muda adalah Joko Sentosa Chandra. Dia mengatakan minat awal berinventasi emas karena dorongan orang tua. Pria yang kini bekerja di salah satu instansi auditor keuangan ini menaruh kepercayaan bahwa investasi emas bakal prospektif dari tahun ke tahun. “BCA Syariah memberikan cicilan yang jangkauannya cukup lama sampai lima tahun. Untuk orang yang memulai karier, pasti beruntung banget karena cicilannya enggak terlalu mahal tiap bulan,” kata Joko dikutip dari media sosial BCA Syariah.

Harapan mendulang cuan dari investasi emas juga diutarakan Zulfa. Kelak, jika ada rezeki, dirinya bakal memulai investasi emas kembali. “Saya ingin sekali investasi emas lagi. Bisa jadi tabungan untuk keperluan mendadak,” tuturnya.

Kata Pranata, harapan publik terkait investasi emas ini bakal dijaga terus. Di samping itu, pihaknya bakal terus berinovasi dalam layanan dan produk investasi demi kepentingan nasabah. “Melalui pembiayaan Emas iB, kami ingin meningkatkan akses masyarakat terhadap produk investasi di bank syariah sekaligus membantu mengamankan masa depan finansial,” ujar Pranata.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar