Di Sekitar Mafia Judol Komdigi, Berjejaring dengan Kekuasaan

Sabtu, 09/11/2024 18:31 WIB
Polda Metro Jaya menggeledah kantor Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) pada Jumat (1/11/2024). (Dok. Istimewa)

Polda Metro Jaya menggeledah kantor Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) pada Jumat (1/11/2024). (Dok. Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Bareskrim Polri tiba-tiba menyatakan sedang memeriksa dua orang pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) pada Kamis (31/10/2024). Pemeriksaan dilakukan secara gabungan, yang melibatkan penyidik Polda Metro Jaya. Dua pegawai disebut-sebut berstatus pejabat di kementerian yang sebelumnya dipimpin Budi Arie Setiadi itu. Mereka diduga menyalahgunakan kewenangan untuk mengatur judi online demi kepentingan pribadi.

Sehari berselang, Polda Metro Jaya melakukan penggeledahan di sebuah ruko yang berlokasi di Kota Bekasi, Jawa Barat. Ruko berlantai tiga itu disebut kepolisian sebagai ‘kantor satelit’ karena diduga mengatur segala aktivitas judi online di bawah pengawasan Komdigi atau Kominfo selama ini. Tampak depan ruko itu dibiarkan tidak beridentitas layaknya tempat usaha.

Namun, begitu melongok ke dalam, tepatnya di lantai dua, tampak menyerupai ruang rapat. Di lantai paling atas ruko ini terdapat banyak perangkat komputer yang digunakan admin dan operator mengatur situs judi online. Sedangkan, di lantai dasar, tak tampak ada ruangan atau perangkat khusus. Dua pegawai yang diduga diperiksa hari sebelumnya ikut dibawa ke ruko tersebut.

Merujuk kesaksian dua orang itu, kepolisian mengatakan ‘kantor satelit’ itu diisi oleh 12 orang. Sebanyak 8 orang bertugas sebagai operator dan sisanya berstatus admin. Mereka mengumpulkan daftar situs yang terindikasi judi online dan mengkondisikannya. Mulanya mereka mengendalikan situs judi online dengan bermarkas di Tomang, sebelum akhirnya pindah pada Januari 2024.

Dari penggeledahan dan keterangan dua orang yang dijadikan tersangka sebelumnya, penyidik Polda Metro Jaya mengemukakan 15 orang sebagai tersangka. Dari jumlah itu, 11 tersangka berstatus pegawai Komdigi, dan sisanya orang luar. “Sebagian besar sudah kami amankan,” kaat Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam saat dihubungi Law-justice, Rabu (6/11/2024). Kata dia, pengaturan akses judi online ini didalangi oleh tiga tersangka utama, yaitu berinisial AK, AJ, dan A.

Dari tangan AK, kata Ary, bisa ditentukan mana saja situs judi online yang akan diblokir. Melalui perintahnya pula, AK disebut bisa memilih situs judi online yang berpotensi mendatangkan cuan. Adapun AJ dan A berperan sebagai perpanjangan tangan AK. Mereka berdua menyortir situs judi online yang hendak diblokir dan diperdayakan melalui akses AK di aplikasi Telegram. Setelah disortir, tersangka berinisial R ditugasi melakukan pemblokiran.

Dari kesaksian tersangka, Ary bilang mereka meminta Rp8,5 juta untuk setiap situs judi online yang tidak diblokir. Total, ada 5.000 situs judi online yang diawasi pegawai Komdigi melalui ‘kantor satelit’ itu, tapi hanya 4.000 yang diblokir, dan sisanya dimanfaatkan. Jika situs judi online dipatok sekian juta dan dikalikan seribu dalam satu kali pembayaran per bulan, maka uang yang didapat mafia judi online Komdigi ini mencapai Rp8,5 miliar. “Karyawan di kantor satelit itu digaji 5 juta tiap bulan,” kata Ary.

Tersangka berinisial AK diduga merujuk pada nama Adhi Kismanto. Dia awalnya melamar posisi tenaga teknis di Komdigi, tapi gagal lolos seleksi. Budi Arie sempat menepis relasi dengan AK saat ditanyai awak media, sebelum akhirnya mengakui mengenal mantan anak buahnya itu setelah beredar foto pernikahan Adhi Kismanto yang dihadiri Budi Arie. Keberadaan AK di Komdigi diduga karena peran Zulkarnaen Apriliantony.

Adapun Zulkarnaen berstatus mantan komisaris PT Hotel Indonesia Natour, yang merupakan bagian usaha dari BUMN Injourney. Akun X @PartaiSocmed menyebut, dia telah ditangkap terkait kasus judi online ini. Zulkarnaen disebut-sebut sebagai penghubung bandar judi online ke kementerian sekaligus tangan kanan Budi Arie semasa menjabat Menteri Kominfo. Pihak Polda Metro Jaya belum memberikan respons soal status Zulkarnaen dalam kasus ini. “Orang ini link-nya kemana-mana, kita harap banyak petinggi yang bakal kena," cuit akun @PartaiSocmed dikutip, Rabu.

Selain Zulkarnaen, akun X itu mengungkap dua pegawai Komdigi lainnya yang terlibat. Mereka adalah Denden Imadudin Soleh, yang menjabat Ketua Tim Keamanan Informasi Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika, dan Fakhri Dzulfiqar yang berstaus pegawai PSE Komdigi. Keduanya disebut menjadi bagian dari 11 tersangka yang telah ditangkap. Adapun Denden tercatat pernah mendaftar sebagai calon Bupati Sumedang melalui partai Gerindra, tapi kandas lantaran tak dapat restu partai. Dalam unggahan di akun Instagram-nya pula, tampak unggahan Denden satu foto dengan Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Hashim Djojohadikusumo saat masa pendaftaran Pilkada 2024.

Meski sudah menangkap sejumlah tersangka, Polda Metro Jaya menyatakan masih memburu dua buron. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Ade Ary belum membeberkan status dua buron itu masuk klaster pegawai Komdigi atau pihak luar. “Polisi mengungkap saat ini tengah melakukan pengejaran terhadap dua orang DPO terkait mafia akses judol ini. Keduanya adalah A dan M. “Sebagai DPO berinisial A dan penyidik (juga) telah identifikasi DPO lain dengan inisial M," ujarnya.

Teranyar, penyidik kepolisian memblokir 47 rekening milik para tersangka. Dari puluhan rekening itu, disita sebanyak Rp 73 miliar yang terbagi dalam beberapa mata uang asing. Uang disetor dari bandar ke AK dkk. melalui uang tunai dan memanfaatkan sejumlah tempat penukaran mata uang asing. Dari sejumlah penggeledahan, polisi juga menyita alat operasional pemblokiran judi online, ratusan gram logam mulia hingga senjata api.  

Roy Shakti mengatakan pengungkapan judi online di lingkaran Komdigi mesti dilihat secara detail. Sejumlah pegawai Komdigi yang ditangkap diduga memiliki relasi dengan Budi Arie semasa menjabat Menteri Kominfo. Terlebih, program pemberantasan judi online mulai dilakukan sejak masa Budi Arie, termasuk membentuk satgas. “Sulit tidak mengaitkan keterlibatan pegawai Komdigi ini dengan sosok menteri sebelumnya,” kata konsultan keuangan sekaligus pegiat anti-judi online tersebut saat dihubungi, Rabu.

Untuk membuktikan relasi Budi Arie dengan belasan pegawai Komdigi yang menjadi tersangka, maka perlu ada pemeriksaan oleh kepolisian. Roy menduga aliran dana juga sampai ke Budi Arie. Di sisi lain, otoritas Budi sebagai menteri bisa menjadi preseden buruk untuk menjeratnya, jika pun dirinya tidak terbukti menerima aliran dana judi online. “Jangan berhenti di pegawai atau bawahan, menteri sebelumnya juga harus diminta kesaksiannya,” ujarnya.

Menurutnya, bandar judi online yang kedapatan menyetor ke mafia di Komdigi tidak merepresentasikan keseluruhan kejahatan. Penyidikan mesti menyasar ke aktor utama yang mengendalikan judi online secara masif. Di samping itu, kepolisian semestinya bisa mengaitkan relasi antara bandar besar itu dengan pemangku kepentingan. “Pemain besar harus dibongkar dan siapa yang membantu pemain itu juga harus diungkap agar berantas sampai ke akarnya,” tuturnya.

Nama Tommy Hermawan Lo tidak bisa terlepas dari entitas bisnis perjudian. Dia merupakan anak dari bos JHL Group, yakni Jerry Hermawan Lo. Tommy dikenal melakoni bisnis perhotelan dan perjudian di Kamboja bernama Kompong Dewa Casino and Resort sejak 2016, yang dinaungi Lionhart Group. Di Indonesia, Tommy juga merambah bisnis olahraga sebagai pemilik klub sepakbola Dewa United FC dan klub bola basket dengan nama serupa. Tommy pun kedapatan berkongsi dengan selebritas Raffi Ahmad dan Rudy Salim saat mendirikan PT Prestisius Rans Moon pada 2023, yang bergerak di sektor hiburan (kelab malam) hingga properti.

Kami sudah meminta konfirmasi Raffi Ahmad dan Tomy Hermawan melalui pesan di akun Instagram resminya, tetapi tidak kunjung mendapat respons.

Sebelum ramai-ramai terbongkar kasus mafia judi online di Komdigi, pemerintah melihat potensi penerimaan pajak dari bisnis haram ini. Wakil Menteri Keuangan III Anggito Abimanyu menyampaikan data dari Komdigi perihal nilai transaksi judi online melalui dompet digital telah melebihi Rp 5,6 triliun. “Sudah nggak kena denda, dianggap tidak haram, nggak bayar pajak lagi. Padahal kan dia menang itu. Kalau dia dapat winning itu kan nambah PPh (pajak penghasilan),” katanya pada Senin (28/10/2024).

Ekonom dan Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda menentang pernyataan Anggito Abimanyu yang menyiratkan bakal menerapkan pajak baru dari judi online. Huda menekankan pengenaan pajak judi online bukan cara yang beretika dan sekaligus salah untuk menambah pemasukan negara. Yang bakal terjadi, justru sebaliknya. Pemberantasan judi online terhambat, dan dampak bagi perekonomian negara tidak kelihatan.

Huda mewanti-wanti pengenaan pajak judi bakal menjadi preseden halalnya judi online. Walhasil, penjudi bakal menguras uangnya untuk bertaruh tanpa takut regulasi. Sementara itu, daya beli untuk menekan pertumbuhan ekonomi justru melemah lantaran uang pejudi diputar di ekosistem judi online, termasuk pinjaman online yang dikelola bandar. “Mereka (penjudi) terjebak dalam lingkar setan sehingga tidak dapat apa-apa dari judi dan tidak berdampak apa-apa bagi perekonomian negara. Pola pikir pajak dari judi online ini sangat keliru,” katanya saat dihubungi, Kamis (7/10).

 

Catatan redaksi: Tulisan ini merupakan bagian dari artikel bertajuk "Pagar Makan Tanaman" Jaringan Judol di Komdigi, Setoran Milyaran". Tulisan dimuat terpisah untuk penekanan konteks dan narasumber tertentu. 

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar