Nawaitu Redaksi

Donald Trump Menang, Apa Dampaknya Bagi Indonesia

Minggu, 10/11/2024 00:08 WIB
Presiden Baru Amerika Serikat Donald Trump (Foto: Istimewa)

Presiden Baru Amerika Serikat Donald Trump (Foto: Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Donald Trump berhasil memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat (AS)  setelah mengalahkan Wakil Presiden Kamala Harris. Trump berhasil meraih kemenangan di beberapa negara bagian penting seperti Pennsylvania dan Georgia, yang menjadi kunci bagi keberhasilannya.

Kemenangan Trump segera di sambut oleh pemimpin pemimpin dunia untuk mengucapkan selamat kepadanya. Tak terkecuali, Presiden Indonesia Prabowo Subianto menyampaikan ucapan selamat kepada presiden terpilih Donald Trump atas kemenangan telaknya

“Ucapan selamat yang tulus saya sampaikan kepada Bapak Donald Trump atas terpilihnya sebagai Presiden AS ke-47,” cuit Prabowo di X, Rabu (6/11), tak lama setelah proses penghitungan suara menunjukkan Trump unggul sementara meraih 295 electoral votes

Kemenangan Trump menjadi perhatian dunia karena sebagai negara adidaya kebijakan-kebijakan AS tentunya bedampak besar bagi dunia internasional, tak terkecuali Indonesia. Sehingga kemenangan Trump tidak hanya menjadi isu dalam negeri AS saja tetapi juga membawa dampak signifikan bagi Indonesia.

Seperti apa dampak kemenangan Trump terhadap sektor perdagangan, penguatan rupiah, Fiskal dan Moneter, dunia usaha Indonesia,  Stabilitas politik dan keamanan global, Pengurangan emisi dunia ?. Bagi Indonesia, apakah kemenangan Trump itu menguntungkan atau membuat buntung ?. Lalu bagaimana pemerintah Indonesia sebaiknya menyikapinya ?

Dampak Kemenangan Trump

Kemenangan Donald Trump dalam pemilu presiden Amerika Serikat membawa sejumlah implikasi bagi situasi  global, termasuk Indonesia. Dampak ini dapat dilihat dari berbagai kebijakan yang mungkin diambil Trump dalam menjalankan roda pemerintahannya

Beberapa sektor utama yang mungkin terdampak dengan kemenangan Trump antara lain adalah sebagai berikut :

Yang Pertama, Dampak Terhadap Dunia Perdagangan. Sejauh ini Trump dikenal dengan kebijakan proteksionismenya yang lebih mengutamakan produksi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor. Kebijakan proteksionisme ini mungkin mencakup tarif yang lebih tinggi atau pembatasan impor dari negara-negara tertentu khususnya China.

Trump memiliki keinginan kuat untuk melemahkan China, tidak hanya sekedar melakukan perang dagang AS-China atau hubungan bilateral kedua negara saja.Sehingga tidak bisa dipahami hanya sebatas konflik bilateral antar dua negara antara Amerika dengan China saja, tapi ada pola-pola konflik lain yang sangat mungkin digunakan untuk melemahkan China

Dampak langsung dari konflik bilateral antara AS-China tersebut terhadap Indonesia jika AS ingin melemahkan China, maka pihak-pihak yang ikut membesarkan China atau berafiliasi dengan China juga akan terdampak, seperti Indonesia yang dipersepsikan dalam investasinya lebih condong ke China.

Jika Trump kembali menerapkan tarif tinggi pada barang impor, terutama dari China, ini dapat memicu kenaikan biaya produksi secara global. Beberapa dampak yang mungkin terjadi antara lain adalah: (1). Kenaikan biaya produksi dan harga barang. Tarif tinggi akan menaikkan biaya impor untuk produk yang dipasok dari luar AS. Hal ini menyebabkan harga barang di pasar global meningkat, terutama untuk barang elektronik, otomotif, dan tekstil.

(2).Diversifikasi produksi. Banyak perusahaan besar mungkin akan berusaha menghindari tarif AS dengan memindahkan produksi mereka ke negara-negara Asia Tenggara, seperti Indonesia. Langkah ini diharapkan bisa menekan biaya tanpa harus terkena tarif tambahan.

(3). Ketidakpastian perdagangan internasional. Ketidakpastian dalam kebijakan perdagangan dapat memperlambat alur produksi dan distribusi, membuat perusahaan multinasional lebih berhati-hati dalam menentukan jalur rantai pasok.

Jika AS menerapkan tarif yang lebih tinggi pada produk China, produsen China kemungkinan akan mencari pasar alternatif, termasuk Indonesia, untuk menutupi kehilangan pasar di AS. Hal ini bisa berakibat pada "banjir barang" di pasar Indonesia.

Yang Kedua,  Dampak Terhadap Rupiah. Kebijakan ekonomi Trump seringkali mengarah pada penguatan mata uang dolar AS, baik melalui kebijakan moneter yang ketat maupun penarikan investasi dari negara berkembang ke AS. Jika dolar AS menguat signifikan, maka nilai tukar rupiah kemungkinan akan mengalami tekanan. 

Hal tersebut seperti dinyatakan oleh Kepala Ekonom BCA David Sumual yang mengatakan, dampak kemenangan Trump dalam pemilu AS terhadap rupiah diperkirakan akan cenderung memberikan tekanan dalam jangka pendek.

Menurutnya, dalam beberapa waktu ke depan, pergerakan dolar AS diperkirakan akan bullish atau menguat seiring dengan penantian pasar terhadap data-data ekonomi AS yang akan datang."Short term dollar bullish sambil menunggu katalis dari data-data ekonomi AS yang baru," ujar David kepada Kontan.co.id, Rabu (6/11).

Terkait proyeksi pergerakan rupiah hingga akhir tahun 2024, ia memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 15.600 hingga Rp 16.000 per dolar AS. Dalam jangka pendek, Rupiah diperkirakan akan mengalami depresiasi akibat adanya panic selling di pasar. Namun, dampak ini biasanya hanya bersifat sementara.

Yang Ketiga, Dampak Terhadap Fiskal dan Moneter. Kemenangan Trump bagi Indonesia potensi menyebabkan perubahan kebijakan fiskal dan moneter.Trump kemungkinan akan mendorong kebijakan ekonomi agresif seperti pemotongan pajak dan peningkatan pengeluaran infrastruktur.

Kebijakan tersebut diwaspadai menyebabkan Federal Reserve (The Fed) terpaksa menaikkan suku bunga demi mengendalikan laju inflasi AS.Kenaikan ini bisa menarik arus modal keluar dari Indonesia menuju aset di AS yang lebih aman dan imbal hasilnya lebih tinggi, melemahkan nilai tukar rupiah dan meningkatkan beban utang luar negeri Indonesia

Nilai tukar dolar AS juga diprediksi menguat apabila konflik dagang AS dan China kembali memanas akibat kebijakan yang ditempuh Trump. Hal ini juga dapat  memperbesar biaya cicilan utang dan biaya impor barang modal serta bahan baku.

Pada akhirnya, ini berpotensi memberikan dampak rambatan pada ekonomi RI, utamanya peningkatan inflasi impor yang dapat menekan daya beli masyarakat. Untuk mengatasi ini, maka pemerintah perlu memperbesar pemberian subsidi, yang pada akhirnya menyebabkan defisit fiskal melebar.

Jika berbagai risiko tersebut terjadi, maka otoritas moneter yakni Bank Indonesia (BI) harus menaikan suku bunga untuk menarik modal asing demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Namun, kebijakan tersebut diprediksi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi RI.

Yang Ke empat, Dampak Pada Dunia Usaha Indonesia. Kemenangan Trump dikhawatirkan akan berdampak pula pada dunia usaha di Indonesia. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, kemenangan Trump bisa memperkuat dollar AS terhadap rupiah, yang berpotensi menekan sektor bisnis di Tanah Air. Bob menambahkan, kenaikan suku bunga akan semakin membebani dunia usaha, yang ia gambarkan sebagai kondisi “tambah teler lagi.”  

Pernyataan Bob tersebut mencerminkan keprihatinan mendalam Apindo terhadap potensi kesulitan yang harus dihadapi pengusaha akibat kebijakan ekonomi yang akan berdampak langsung pada biaya operasional dan daya saing mereka. Namun, secara keseluruhan, Apindo menilai masih ada masa depan dunia usaha asal dikerjakan dengan kehati-hatian, menyusul berbagai tantangan yang mungkin terjadi akibat perubahan politik internasional.

Namun dibalik sikap pesimis, ada juga yang memandang optimis kemenangan Trump akan membawa harapan baru bagi pengusaha tertentu khususnya sawit. Janji Trump untuk menghentikan konflik di kawasan Timur Tengah dan Ukraina bisa memulihkan stabilitas rantai pasok global sehingga memungkin ekspor sawit bisa berjalan dengan baik.

Yang Kelima, Stabilitas politik dan Keamanan Global.Menangnya Trump juga akan berpotensi memantik ketegangan geopolitik dunia yang sampai saat ini masih terus meningkat imbas konflik timur tengah yang terus berlanjut.

Kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden AS 2024 diprediksi akan mengubah arah kebijakan luar negeri AS, khususnya terkait dengan Timur Tengah. Selama masa kepemimpinannya sebelumnya, Trump menunjukkan dukungan kuat terhadap Israel, seperti mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan mendukung ekspansi pemukiman di Tepi Barat. 

Kebijakan ini cenderung memperburuk ketegangan dengan Palestina dan negara-negara Arab yang mendukung penyelesaian konflik berbasis dua negara. Trump  kemungkinan akan melanjutkan kebijakan ini, memperkuat aliansinya dengan pemerintah Israel, yang lebih cenderung mendukung posisi sayap kanan yang menentang solusi dua negara.

Dibelahan dunia lain, khususnya kawasan Pasifik,rivalitas AS-Tiongkok, memberikan tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya dalam tatanan global.Baru-baru ini, TNI Angkatan Laut menggelar latihan militer bersama Rusia di Surabaya dan Laut Jawa. Latihan Bersama ORRUDA 2024, yang melibatkan kapal perang dan helikopter dari kedua negara, bertujuan memperkuat kemampuan operasional dan kerja sama strategis.

 Langkah ini mencerminkan upaya Indonesia untuk memperluas kerja sama pertahanan di tengah persaingan AS dan Tiongkok. Latihan ini dapat dilihat sebagai upaya Indonesia menjaga otonomi strategisnya dengan menjalin hubungan keamanan yang lebih beragam, mengurangi ketergantungan pada satu kekuatan besar saja.

Ke Enam, Komitmen Pengurangan Emisi Dunia. Kebijakan energi Trump yang kemungkinan kembali mendukung bahan bakar fosil dibandingkan dengan sumber energi terbarukan akan berimbas langsung pada upaya iklim global.

Prioritas terhadap ekstraksi batu bara dan minyak bukan hanya akan membentuk ulang pasar energi, tetapi juga dapat menghambat perjanjian iklim internasional, serta memperlambat pencapaian target emisi global.

Kebijakan ini berisiko memperburuk ketergantungan terhadap energi fosil dan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Selain itu, pendekatan yang lebih longgar terhadap regulasi lingkungan dapat menurunkan standar kualitas udara dan air, meningkatkan beban kesehatan masyarakat, dan mengurangi insentif bagi inovasi energi hijau.

Pendekatan Trump terhadap kebijakan lingkungan akan menjadi perubahan besar ke arah dalam negeri. Perjanjian Paris yang sebelumnya telah dimasuki kembali oleh Biden mungkin sekali lagi akan ditinggalkan atau dilemahkan di bawah Trump. Langkah ini bisa membuat negara-negara lain berjuang untuk mengisi kekosongan kepemimpinan AS.

Dalam jangka panjang, keputusan ini bisa menurunkan partisipasi global dalam aksi iklim, karena negara-negara lain bisa kehilangan insentif untuk memperkuat komitmen mereka jika AS, sebagai salah satu penghasil emisi terbesar, tidak berperan aktif.

Ini akan menimbulkan tantangan besar dalam membangun kembali kepercayaan dan solidaritas internasional yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi krisis iklim. Pengurangan regulasi lingkungan dalam negeri juga akan mempersulit mitra internasional untuk mencapai tujuan iklim bersama, merumitkan upaya untuk memerangi pemanasan global, serta mengurangi kepercayaan terhadap AS sebagai pemimpin dalam negosiasi lingkungan.

Kebijakan emisi yang lebih longgar tidak hanya berdampak pada kebijakan domestik, tetapi juga mengurangi daya tarik investasi dalam teknologi hijau, memperlambat inovasi, dan memberikan sinyal negatif bagi sektor swasta yang semestinya menjadi mitra utama dalam transisi menuju ekonomi rendah karbon.

Untung Apa Buntung ?

Kemenangan Trump ternyata dinilai berbeda oleh para pengamat.Ada yang menyatakan, kemenangan Trump sebagai sebuah keuntungan bagi Indonesia tapia da juga yang menilai sebaliknya.

Menurut Adhi Cahya Fahadayna yang merupakan Dosen Hubungan Internasional Universitas Brawijaya. Kemenangan Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat diprediksi akan menguntungkan bagi Pemerintah Indonesia. Bukan tanpa alasan, hal tersebut karena ada kedekatan terhadap gagasan yang diangkat oleh presiden terpilih dengan fokus pemerintah Indonesia sekarang.

Dengan kesamaan gagasan ini, sangat memungkinkan bahwa kepentingan strategis akan terbangun.  Hal tersebut disampaikan oleh Adhi Cahya Fahadayna yang merupakan Dosen Hubungan Internasional Universitas Brawijaya. “Kedekatan pemerintah sekarang dengan Presiden Terpilih Donald Trump bahkan sudah terjadi sejak 2015 lalu.

Salah satu elit Partai Gerindra bahkan pernah ramai dibahas karena bertemu dengan Presiden Terpilih Donald Trump pada saat proses kandidasi Trump pada 2015,” kata Dosen Hubungan Internasional Universitas Brawijaya, Adhi Cahya Fahadayna, Kamis (7/11/2024).

Secara idiosinkratik, kata dia, karakter kepemimpinan Presiden Prabowo dan Presiden Terpilih Donald Trump sangat mirip dan memungkinkan relasi strategis akan terbangun dari faktor idiosinkratis ini.  

“Baik Presiden Terpilih Trump maupun Presiden Prabowo sama-sama menjadi presiden di usia tuanya, dan lebih mengedapankan kebijakan-kebijakan konvensional dan konservatif,” paparnya. Alumni Northeastern University Amerika Serikat ini menilai ciri utama dari kepemimpinan Trump dan Prabowo adalah keperbihakan pada kalangan grass-root dan kelas pekerja atau petani.

 Menurutnya, keberpihakan mereka pada isu-isu konsvensional dan konservatif inilah yang akan mendorong intensitas hubungan strategis bagi Indonesia dan Amerika Serika. Hal ini kemudian didukung dengan rencana lawatan Presiden Prabowo Subianto ke luar negeri salah satunya ke Amerika Serikat.

“Sangat besar kemungkinan bagi Presiden Prabowo dan Presiden Terpilih Donald Trump akan bertemu pada kesempatan ini tentu dengan maksud untuk meningkatkan signifikansi kemitraan strategis Indonesia-Amerika Serikat,” ucapnya seperti dikutip media.

Nada optimis bahwa kemenangan Trump berdampak positif bagi Indonesia disampaikan juga oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani . Ia mengungkapkan, kemenangan Donald Trump bisa berdampak positif kepada Indonesia. Diharapkan kemenangan Trump bisa berdampak pada peningkatan perdagangan dan investasi RI.

"Pilpres AS most likely ya malah kayaknya sudah pasti presiden, Trump ya. Semoga dengan terpilihnya presiden Trump ini, hubungan kita diharapkan makin meningkat, utamanya di perdagangan dan investasi. Memang setiap ada pergantian ada dampaknya. Ini hal yang positif buat kita semua," kata Rosan di kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (6/11/2024).

Sementara itu ada juga pengamat yang menilai kemenangan Trump akan membuat buntung Indonesia. Terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS berpeluang memberi dampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Hal itu sudah terlihat dari pergerakan nilai tukar rupiah dan larinya investor di pasar uang dari negara berkembang seperti Indonesia.

“Trump effect juga membuat investor menarik dana dari pasar negara berkembang dan ini terlihat misalnya 6 November 2024, net sales atau penjualan bersih saham oleh investor asing itu tembus Rp1,5 triliun. Jadi artinya memang investor lebih banyak keluar dari pasar saham dan mereka mencari instrumen yang aman, salah satunya adalah dolar AS,” ujar Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira melalui keterangannya, Kamis (7/11).

Kebijakan proteksionisme Trump menuntun pada eskalasi perang dagang AS dengan Tiongkok. Hal itu berpeluang mendorong pelemahan harga dan permintaan barang dari Indonesia untuk ke AS dan Tiongkok. Bhima memprediksi, selama Trump menjabat, pelemahan permintaan dari berbagai jenis komoditas dan produk industri Indonesia akan melemah.

Berkaca dari periode pertama ketika Trump menjadi orang nomor satu di `Negeri Paman Sam`, Indonesia hampir tidak mendapatkan relokasi industri imbas perang dagang AS dan Tiongkok. Relokasi industri justru marak terjadi di Vietnam, Malaysia, Thailand, bahkan Kamboja yang ditandai dengan banyaknya pembangunan pabrik serta investasi di negara-negara tersebut.

“Artinya kemenangan Trump ini sinyal yang buruk bagi ekonomi Indonesia. Terutama karena memang Amerika masih jadi mitra perdagangan yang tradisional, masih tetap porsinya cukup besar. Meskipun sekarang nomor satu adalah ke Tiongkok produk-produk Indonesia ekspornya. Tapi Amerika punya peran kunci yang cukup penting,” tutur Bhima seperti dikutip media.

Terlepas dari penilaian untung atau buntung, yang jelas Indonesia perlu menyiapkan strategi untuk menghadapi perubahan ini. Dibidang ekonomi misalnya,  agar dapat menjaga pertumbuhan ekonominya dan melindungi industri dalam negeri, maka perlu dilakukan langkah langkah antisipasi seperti :

  1. Diversifikasi pasar ekspor. Dengan ketidakpastian di pasar AS, Indonesia perlu mencari pasar baru di Asia, Eropa, dan Afrika untuk produk ekspornya. Upaya ini bisa dilakukan melalui perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang memberikan akses pasar baru bagi Indonesia.
  2. Peningkatan daya saing produk domestik. Indonesia harus mendorong daya saing industri dalam negeri melalui inovasi, peningkatan kualitas, dan efisiensi produksi. Pemerintah juga bisa memberikan pelatihan serta insentif untuk memperkuat kapasitas produksi IKM.
  3. Penguatan regulasi impor. Untuk menghindari banjir barang murah dari China yang dapat merugikan industri dalam negeri, Indonesia dapat memberlakukan regulasi ketat terkait standar produk dan kualitas barang. Dengan regulasi yang tepat, Indonesia bisa menghindari risiko pasar dibanjiri produk murah berkualitas rendah.
  4. Menguatkan hubungan dengan WTO. Indonesia dapat memanfaatkan mekanisme WTO untuk melindungi kepentingan perdagangannya dan meminta keadilan jika kebijakan AS menghambat akses produk Indonesia. Kolaborasi ini bisa membantu Indonesia tetap bersaing dalam perdagangan internasional yang adil dan sebagainya.

Bagaimanapun kemenangan Trump dan kebijakan proteksionismenya dapat membawa tantangan besar bagi rantai pasok global, yang berdampak pada ketidakpastian pasar, kenaikan harga barang, dan banjir barang China di negara-negara lain termasuk Indonesia.

Dalam menghadapi kondisi ini, Indonesia perlu menyiapkan strategi untuk memperkuat industri lokal, memperluas pasar ekspor, dan menjaga stabilitas pasar domestik. Dengan kolaborasi di ranah perdagangan internasional dan peningkatan daya saing, Indonesia bisa memanfaatkan peluang dan mengurangi dampak negatif perubahan rantai pasok global.

Dididang politik dan keamanan global, menangnya Trump juga akan berpotensi memantik ketegangan geopolitik dunia yang sampai saat ini masih terus meningkat imbas konflik timur tengah yang terus berlanjut.

Demikian juga  ketegangan di kawasan Asia Pasifik bisa saja menunjukkan peningkatan eskalasi dengan munculnya titik "hotspot baru" perang di kawasan Asia Pasifik usai Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS.

Kita tentunya tidak ingin kawasan Asia Pasifik menjadi hotspot baru, medan tempur baru negara adidaya. Ketegangan domestik ini, tentu saja akan menyulitkan Indonesia ke depannya. Karena itu Indonesia harus mampu mengantisipasinya.

Rivalitas AS-Tiongkok, proteksionisme, dan dinamika Timur Tengah memberikan tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya dalam tatanan global. Dengan strategi diplomasi yang aktif dan kebijakan domestik yang responsif, kita yakin Indonesia dapat mengelola risiko sekaligus memanfaatkan peluang yang muncul di era baru kepemimpinan Prabowo Subianto. Semoga.

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar