Pemborosan Belanja di Daerah Tembus Rp141 Triliun

Kamis, 07/11/2024 15:19 WIB
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh. (BPKP)

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh. (BPKP)

law-justice.co - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengungkap jumlah anggaran belanja daerah yang tidak efektif dan efisien alias boros.

Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan total belanja daerah yang tidak efektif dan efisien itu mencapai Rp141 triliun.

"Ketidakefisienan ini cukup tinggi, rata-ratanya masih 53 persen. Ini senang enggak senang, saya harus sampaikan kepada teman-teman semua di daerah," katanya dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tahun 2024 di SICC, Bogor, Kamis (7/11).

Ia mengatakan BPKP sudah mengetahui biang kerok anggaran Rp141 triliun itu bisa dibelanjakan secara tidak efisien.

Biang kerok pertama, buruknya perencanaan penggunaan anggaran. Yusuf mengatakan banyak pemerintah daerah yang membuat perencanaan belanja tanpa disertai ukuran dan pedoman yang jelas.

Kedua, ketidakjelasan indikator kinerja pemerintahan daerah. Selama ini, organ di pemerintahan daerah kinerjanya selalu didasarkan pada jumlah dokumen dan laporan yang dihasilkan dari sebuah pelaksanaan kegiatan.

Tidak pernah katanya, indikator kinerja itu diukur dari hasil penggunaan anggaran.

"Indikator kinerjanya ini masih berulang sampai 20 tahun yang lalu orientasinya masih output dan sebagainya ukurannya masih jumlah dokumen jumlah laporan jumlah kegiatan tidak kepada masalah outcome. Sehingga tidak bisa dikaitkan logika program dengan pencapaian outcome yang ingin dicapai," bebernya dilansir dari CNN Indonesia.

Tak hanya buruk dalam hal belanja. BPKP kata Yusuf juga melihat kinerja daerah dalam mendorong kemandirian fiskal mereka juga buruk. BPKP menyebut kebijakan daerah dalam membuat pedoman dan penetapan pengembangan potensi pajak, termasuk pengelolaannya masih acakadul.

"Hasil perhitungan kami secara sampel ya, beberapa daerah sebenarnya kita melihat masih ada ruang untuk penetapan target yang lebih tinggi. Masih ada ruang potensi PAD yang bisa kita gali. Ini rata-rata di 2024 kita menghitung masih ada potensi 16,88 persen. Itu hanya pada beberapa PAD saja, tidak semua PAD," katanya.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar