Ini Langkahnya, Jika Developer Menjaminkan Sertifikat Tanah Tanpa Izin

Jum'at, 18/10/2024 17:43 WIB
Penyaluran KPR Subsidi BTN. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk berhasil menyalurkan KPR FLPP mencapai 13.192 unit sampai akhir Januari 2022, atau jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 2.302 unit. BTN adalah ujung tombak pemerintah dalam program penyediaan rumah rakyat khususnya bagi kelompok masyarakat menengah bawah. Perumahan bersubsidi diantaranya ada didi kompleks perumahan subsidi Griya Srimahi Indah, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat dan Perumahan

Penyaluran KPR Subsidi BTN. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk berhasil menyalurkan KPR FLPP mencapai 13.192 unit sampai akhir Januari 2022, atau jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 2.302 unit. BTN adalah ujung tombak pemerintah dalam program penyediaan rumah rakyat khususnya bagi kelompok masyarakat menengah bawah. Perumahan bersubsidi diantaranya ada didi kompleks perumahan subsidi Griya Srimahi Indah, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat dan Perumahan

Jakarta, law-justice.co - Saya mau bertanya tentang hak tanggungan, namun sebelumnya saya akan menceritakan sedikit kronologi permasalahannya. PT A adalah pengembang dan menjual tanahnya kepada B namun keadaannya sertifikat rumah masih berupa sertifikat induk.

AJB sudah ditandatangani oleh para pihak pada saat itu. Di tengah perjalanan ketika sertifikat tersebut sudah selesai proses pemecahan, sertifikat yang seharusnya diserahkan kepada B diagunkan oleh PT A kepada Bank C dan telah dipasang hak tanggungan.

Pertanyaan saya, sejauh mana kekuatan AJB terhadap hak tanggungan? Apakah hak tanggungan peringkat pertama atas pelunasan utang tertentu dapat dibatalkan melalui gugatan di pengadilan dengan alat bukti AJB yang lebih dulu ditandatangani daripada APHT? Terima kasih.

Kami mengasumsikan bahwa telah dilakukan penandatanganan akta jual beli ("AJB") antara PT A sebagai penjual dan B sebagai pembeli sebelum sertifikat tanah tersebut diagunkan. Tetapi setelah AJB, proses balik nama sertifikat tanah belum dilaksanakan sehingga masih tercatat atas nama PT A selaku pemilik hak atas tanah sebelumnya. Kemudian, PT A mengagunkan sertifikat tanah tersebut kepada bank C dan telah dipasang hak tanggungan.

Seluk Beluk Hak Tanggungan

Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda, mari kita pahami terlebih dahulu mengenai hak tanggungan. Pengertian hak tanggungan dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 UU Hak Tanggungan yang berbunyi:

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

Sutan Remy Sjahdeini berpendapat bahwa ada beberapa unsur pokok dari definisi hak tanggungan, yaitu:

Hak tanggungan merupakan jaminan atas pelunasan suatu utang;

Objek dari hak tanggungan merupakan hak atas tanah sesuai dengan UU PA;

Hak tanggungan tidak hanya dapat dibebankan atas tanahnya saja, namun dapat dibebankan kepada benda-benda lain yang menjadi satu kesatuan dengan tanah;

Utang dalam hak tanggungan haruslah suatu utang tertentu; dan

Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya.

Pemberian hak tanggungan tersebut dilakukan dengan pembuatan akta pemberian hak tanggungan (“APHT”).[2] Adapun, yang dimaksud dengan APHT adalah akta PPAT yang berisi pemberian hak tanggungan kepada kreditur tertentu sebagai jaminan pelaksanaan utangnya.

Hak tanggungan tersebut selanjutnya wajib didaftarkan ke kantor pertahanan untuk diterbitkan sertifikat hak tanggungan (“SHT”) sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan.

SHT memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hipotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.

Selanjutnya, SHT tersebut diserahkan kepada pemegang hak tanggungan yaitu orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.

Kedudukan Akta Jual Beli Terhadap Hak Tanggungan

Secara hukum, hak atas tanah dapat dialihkan melalui suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah tersebut.Salah satu cara peralihan hak atas tanah tersebut adalah melalui jual beli.

Peralihan hak atas tanah melalui jual beli dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang.Artinya, dengan ditandatanganinya AJB tersebut, maka hak atas tanah sebenarnya telah beralih dari PT A kepada B.

Hal tersebut sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung dalam Putusan MA No. 992 K/SIP/1979 yang kaidah hukumnya menyatakan bahwa semenjak akta jual beli ditandatangani di depan PPAT, hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli.

Selain itu, Yurisprudensi MA No. 937 K/SIP/1970 juga menyatakan bahwa suatu akta perjanjian jual beli yang dilaksanakan di hadapan seorang pejabat akta tanah menurut UU 10/1961 dianggap sebagai bukti yang mempunyai kekuatan bukti yang sempurna.

Dengan demikian, karena AJB dilakukan lebih dahulu sebelum hak tanggungan, maka PT A tidak lagi berhak untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan dimana kewenangan itu harus ada pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan. Sehingga, AJB dapat dijadikan dasar untuk membatalkan hak tanggungan.

Perbuatan PT A yang memberikan hak tanggungan atas objek tanah yang juga menjadi objek jual beli berdasarkan AJB bertentangan dengan Pasal 8 ayat UU Hak Tanggungan, sebagai berikut:

Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.

Selain itu, karena hak atas tanah telah beralih kepada B setelah AJB, maka hak tanggungan yang diberikan oleh PT A pada dasarnya hapus karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf d UU Hak Tanggungan.

 

Upaya Hukum Jika Developer Menjaminkan Sertifikat Tanah Tanpa Izin

Dalam kasus ini kami berasumsi bahwa SHT atas tanah tersebut telah terbit. Oleh karena itu, upaya hukum yang dapat dilakukan oleh B adalah mengajukan gugatan pembatalan SHT.

Penerbitan SHT oleh kantor pertanahan tersebut patut diduga tidak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik ("AAUPB"). Mengacu pada Pasal 30 ayat (1) huruf d UU Administrasi Pemerintahan salah satu AAUPB adalah asas kecermatan yaitu asas yang mengandung arti bahwa suatu keputusan dan/atau tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan keputusan dan/atau tindakan sehingga keputusan dan/atau tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum keputusan dan/atau tindakan tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan.

Adapun, SHT dapat dikategorikan sebagai keputusan tata usaha negara (“KTUN”) yang merupakan objek gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (“PTUN”), sehingga Anda dapat mengajukan gugatan ke PTUN untuk menuntut pembatalan SHT.

Adapun yang dimaksud dengan KTUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Pengertian KTUN di atas harus dimaknai sebagai:

penetapan tertulis yang mencakup tindakan faktual;

keputusan badan dan/atau pejabat tata usaha negara di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya;

berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan AUPB;

bersifat final dalam arti lebih luas yaitu mencakup keputusan yang diambil alih oleh atasan pejabat yang berwenang;

keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum; dan/atau

keputusan yang berlaku bagi warga masyarakat.

Dalam hal ini SHT dapat dikategorikan sebagai KTUN karena alasan sebagai berikut:

SHT merupakan penetapan tertulis yang keluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara, yaitu kantor pertanahan.

Memenuhi sifat konkret, karena objek yang diputuskan dalam SHT adalah jelas yaitu pembebanan hak tanggungan terhadap tanah dari PT A.

Memenuhi sifat individual, karena SHT itu tidak ditujukan untuk umum, namun spesifik ditujukan terhadap suatu hal tertentu yaitu pembebanan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang piutang antara PT A dan bank C.

Memenuhi sifat final, karena SHT sudah definitif dan tidak perlu persetujuan dari instansi lainnya lagi yang merupakan kewenangan dari kantor pertanahan.***

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar