Respons Bahlil soal Isu Ada Kerja Paksa di Industri Nikel Indonesia

Kamis, 10/10/2024 11:44 WIB
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. (Foto: Humas Setkab/Rahmat)

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. (Foto: Humas Setkab/Rahmat)

Jakarta, law-justice.co - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia membantah tudingan Amerika Serikat (AS) bahwa ada praktek kerja paksa di sektor industri nikel Indonesia.

"Nggak ada dong, saya kan Mantan Menteri Investasi. Mana ada sih kerja paksa," kata Bahlil di Jakarta, Senin (7/10) malam, dikutip dari CNBCIndonesia.com.

Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan terkait laporan tersebut. Setelah itu, baru akan mengecek sumber laporan yang digunakan Negeri Paman Sam itu.

"Kalau pekerja itu panglima kan di Kemenaker, jadi kita tunggu di sana. Nanti kita tunjukkan bukti-bukti mana untuk klasifikasi indikator yang mereka gunakan apa, laporannya seperti apa," ujar Aca sapaan akrabnya di Kementerian ESDM, Jumat (27/9).

Menurut Aca, monitor pelaksanaan serta pengawasan pemenuhan hak dan kewajiban antara pemberi kerja dan pekerja ada di Kemenaker. Namun, ia memastikan, sebagai pemberi kerja, ESDM memastikan semua hak pekerjanya terpenuhi.

"Kalau di ESDM kan ke pemberi kerja, di dalam pemberi kerja kita juga salah satunya sama-sama untuk memonitor pelaksanaan pemberi kerja terhadap pekerja, seperti apa sesuai dengan peraturan Kemenaker," jelasnya.

Ia memastikan koordinasi dengan Kemenaker rutin dilakukan dan sampai saat ini belum menerima adanya laporan kerja paksa di industri nikel Tanah Air.

"Belum, nanti saya cek lagi ya," pungkasnya.

Tudingan Negeri Paman Sam tersebut tertulis dalam laporan `Global State of Child and Forced Labour` yang dirilis oleh Departemen Tenaga Kerja AS pada 5 September 2024.

Kementerian Ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) menduga ada kerja paksa di industri nikel Indonesia.

Berdasarkan laporan itu, para korban kerja paksa merupakan warga negara asing (WNA) China. Mereka dipaksa bekerja di pabrik smelter nikel di Tanah Air.

"Kerja paksa mencemari rantai pasokan mineral penting lainnya, termasuk aluminium dan polisilikon dari Tiongkok, nikel dari Indonesia, dan lagi-lagi kobalt, tantalum, dan timah dari Kongo," kata Deputi Wakil Menteri Ketenagakerjaan AS Thea Lee.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar