Dukung Gerakan Cuti Massal, Binsar Gultom: Gaji-Pensiunan Hakim Kecil

Rabu, 02/10/2024 19:00 WIB
Ilustrasi Palu Hakim (Net)

Ilustrasi Palu Hakim (Net)

Jakarta, law-justice.co - Hakim Binsar M. Gultom mendukung gerakan cuti massal ribuan hakim yang menuntut hak kesejahteraan pada 7-11 Oktober 2024. Binsar menyebut gaji, tunjangan, dan pensiunan hakim masih memprihatinkan dan terabaikan.

"Setuju dan sangat mengapresiasi rencana cuti massal ribuan hakim tertanggal 7 sampai dengan 11 Oktober 2024 demi untuk menuntut hak kesejahteraannya melalui gaji, tunjangan dan gaji pokok serta pensiunan hakim yang selama ini begitu sangat memprihatinkan dan terkesan terabaikan selaku pejabat pemegang Kekuasaan Kehakiman," kata Binsar Gultom dalam keterangannya, Rabu (2/10/2024)

Binsar mengatakan ada sisi positif dari rencana gerakan cuti massal hakim tersebut. Menurutnya, aksi ini merupakan salah satu cara untuk menyampaikan keresahan tentang kesejahteraan hakim.

"Ada hikmat positif di balik rencana aksi cuti massal hakim tersebut, kalau tidak demikian caranya, pemerintah tidak akan pernah memenuhi hak-hak hakim yang terkesan terabaikan selama ini," jelas hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ini seperti dilansir dari Detik.

Dia mengatakan Komisi Yudisial (KY) memiliki dasar hukum yang kuat untuk memperjuangkan dan mengupayakan peningkatan kapasitas serta kesejahteraan hakim. Dia menyebutkan hal itu diatur dalam Pasal 20 ayat 2 UU No 18 Tahun 2011 tentang KY.

"Jika Komisi Yudisial berencana menginisiasi forum pertemuan antar-lembaga MA, Bappenas, Kemenkeu terkait tuntutan para hakim mengenai kesejahteraan para hakim seluruh Indonesia yang tidak pernah dinaikkan pemerintah selama 12 tahun ini sudah tepat," ucapnya.

Dia juga menyinggung pelaksanaan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No 94 Tahun 2012 yang mengatur tentang gaji pokok, tunjangan jabatan, rumah negara, fasilitas transportasi, jaminan kesehatan, keamanan hingga penghasilan pensiun hakim. Dia menyebut rumah dinas dan keamanan untuk hakim tingkat pertama dan banding tidak ada.

"Namun pelaksanaannya di lapangan seperti rumah dinas, keamanan bagi hakim tingkat pertama dan tingkat banding itu tidak ada, namun hanya diganti dengan uang kontrak/sewa kamar per bulan untuk Jakarta Rp 2.500 per bulan dipotong PPN dengan transportasi hanya Rp 59 ribu per hari cukup naik ojek, jika pakai mobil pakai bensin dan tol? Mana cukup. Sementara kontrak/sewa 1 kamar di Jakarta berkisar Rp 4 juta sampai dengan Rp 5 juta per bulan," ujarnya.

Dia juga menyoroti pensiunan hakim tinggi yang nilainya sekitar Rp 4 juta/bulan. Menurutnya, dana pensiunan itu tak cukup untuk kebutuhan pengobatan dan kesejahteraan suami istri.

"Yang menarik dalam melaksanakan tugasnya hakim dituntut untuk menjaga integritas dan independensi. Belum lagi, jika hakim tinggi misalnya setelah pensiun hanya mendapat gaji Rp 4 jutaan per bulan. Bayangkan untuk biaya perobatan saja jika sudah berusia purnabakti 67 tahun mana cukup untuk kesejahteraan suami istri, belum biaya makan, listrik dan lain-lain. Begitu lah nasib sang Pengadil selama ini," kata hakim yang pernah mengadili kasus pelanggaran HAM berat Timor Timur dan Tanjung Priok ini.

Diketahui, ribuan hakim di Indonesia menyerukan cuti massal dan bahkan turun ke jalan. Hal ini dipicu oleh gaji dan tunjangan yang menurut mereka tidak sesuai.

Mereka mengancam akan cuti mulai 7 hingga 11 Oktober 2024. Gerakan ini bertema `Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia`.

Aksi rencananya akan terpusat di Jakarta nanti. Lembaga atau tokoh terkait juga akan diajak diskusi oleh para hakim nantinya.

Keresahan ini katanya sudah terbendung sejak lama. Ada 11 data yang dipaparkannya yakni; gaji dan tunjangan yang tidak memadai, inflasi yang terus meningkat, tunjangan kinerja hilang sejak 2012, tunjangan kemahalan yang tidak merata, beban kerja dan jumlah hakim yang tidak proporsional, kesehatan mental, harapan hidup hakim menurun, rumah dinas dan fasilitas transportasi yang tidak memadai.

"Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia ini akan dilaksanakan secara serentak oleh ribuan hakim mulai tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024. Sebagian dari kami juga akan berangkat ke Jakarta untuk melakukan aksi simbolik sebagai bentuk protes terhadap kondisi kesejahteraan dan independensi hakim yang telah terabaikan selama bertahun-tahun," ujar Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia Fauzan Arrasyid dalam keterangan yang diterima, Jumat (27/9/2024).

"Akibat tunjangan yang tidak mengalami penyesuaian selama 12 tahun, kini banyak hakim yang tidak mampu membawa keluarganya ke daerah penempatan kerja. Jika harus membawa seluruh anggota keluarga, hakim memerlukan biaya yang cukup besar, yang tidak dapat ditanggung dengan penghasilan mereka saat ini," tambahnya.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar