Jubir Anies: Gerakan Coblos Semua Dilihat Sebagai Perjuangan Aspirasi

Sabtu, 14/09/2024 09:26 WIB
Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan), capres nomor urut dua Prabowo Subianto (kiri), dan capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo beradu gagasan dalam debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Debat kali ini bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri. Robinsar Nainggolan

Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan), capres nomor urut dua Prabowo Subianto (kiri), dan capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo beradu gagasan dalam debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Debat kali ini bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Gerakan untuk mencoblos tiga paslon di Pilgub Jakarta belakangan ini semakin mencuat. Juru bicara Anies Baswedan, Sahrin Hamid, memandang bahwa gerakan itu adalah upaya untuk melawan keputusan elite yang tidak sesuai dengan keinginan masyarakat.

"Gerakan coblos semua tak bisa dipandang hanya dari kacamata sah atau tidak sahnya pemilu, tapi harus dilihat sebagai sebuah gerakan yang melawan keputusan elite yang dianggap tidak aspiratif, tidak sesuai dengan apa yang menjadi preferensi warga terkait pemilihan kepala daerah," ujar Sahrin kepada wartawan, Jumat 13 September 2024.

"Tentunya hal ini harus dilihat dalam kacamata politik sebagai gerakan memperjuangkan aspirasi," tambahnya.

Kemudian, Sahrin menyebut Anies selalu mengimbau masyarakat untuk selalu melihat rekam jejak serta gagasan para calon pemimpin. Dia juga menyebut masyarakat juga harus paham mana yang sekadar janji dan mana yang benar terealisasikan.

"Dalam konteks Pilkada, Mas Anies selalu menyampaikan bahwa dalam memilih pemimpin harus dilihat adalah rekam jejak dari pasangan calon dan apa yang direncanakan oleh calon dalam waktu 5 tahun ke depan," ujarnya dilansir Detik.

"Dari situ kita dapat membandingkan satu dengan lainnya. Mana, yang janjinya tertunaikan dan mana yang janjinya hanya sebatas janji. Hal ini tentunya yang bisa dilihat adalah dari rekam jejak. Maka, melihat rekam jejak calon itu penting, agar tidak terpaku pada janjinya. Tapi sejauh mana janjinya itu dapat ditepati dengan baik," sambungnya.

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta menanggapi munculnya gerakan golput dan coblos semua pasangan calon Pilgub Jakarta. KPU menilai gerakan itu tak punya makna dalam pemilu.

Mulanya, Kepala Divisi Teknis KPU DKI Dody Wijaya menjelaskan jika dalam perspektif tata kelola pemilu, untuk menentukan pemenang ialah berdasarkan suara sah. Dody mengatakan aksi golput tidak akan dihitung ke suara sah.

"Jadi kalau orang tidak hadir ke TPS suaranya juga tidak dihitung sebagai pemenang pemilu," kata Dody di kantor KPU DKI Jakarta, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat 13 September 2024.

Dody lalu mencontohkan, jika dalam sebuah TPS terdapat 100 warga, di mana 50 warga di antaranya memilih golput dan 50 warga lagi hadir ke TPS. Kemudian, dari 50 warga yang hadir ke TPS itu, jumlah suara sah ialah sebanyak 30 suara, maka kemenangan akan ditentukan oleh 30 warga tersebut.

"Kalau (kemenangan) di Jakarta ditambah 50% plus satu dari total suara sah. Artinya gerakan golput atau gerakan coblos semua ini tidak punya makna dalam pemilu," ujarnya.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar