Soal Sentul City Gusur Warga, Gatot: Saya Bukan Anjingnya Swie Teng!
Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo. (Liputan6)
Jakarta, law-justice.co - Sebagai informasi, penggusuran paksa tanah rakyat di era rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus berlangsung hingga saat ini.
Paling anyar terjadi di daerah Babakan Madang, Bogor yang diincar pengembang Sentul City untuk memperluas kekuasaannya.
Peristiwa ini ramai setelah media sosial memviralkan rumah-rumah masyarakat yang terkruang dan terisolasi lantaran menolak menjual kepada pengembang Sentul City.
Akibatnya masyarakat harus mencari akses yang lebih jauh untuk mencapai jalan yang biasa dilalui. Bahkan pemindahan makam warga yang dilakukan pengembang dinilai masyarakat tidak layak. Hal ini diungkap mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam kanal YouTube pribainya, Kamis, (12/9/2024).
Yang juga bikin hati miris kata Gatot adalah ada masyarakat yang dipolisikan karena mencabut kunci escavator yang menyerobot paksa masuk ke lahannya untuk menggusur dan membersihkan lahan.
Anehnya, pemilik lahan dengan bukti surat kepemilikan leter C akhirnya dibebaskan polisi tetapi terpaksa menjual lahannya seluas 1 ha hanya senilai Rp.100 juta atau tanahnya dihargai hanya Rp.10ribu per meter.
Warga yang memiliki surat kepemilikan sah atas tanah mereka dan telah tinggal di situ kurang lebih 30 tahun menolak penggusuran Sentul City. Tetapi aksi penolakan mereka justru tidak didukung oleh Lurah yang sudah dipilih oleh warga.
Menghilangnya Lurah dalam aksi penolakan menyebabkan warga desa mendatangi kediaman Gatot Nurmantyo yang juga menjadi tetangga mereka pada Rabu 11 September 2024.
Di hadapan masyarakat Babakan Medang, Gatot Nurmantyo dengan tegas mengatakan, "Jangan ragu-ragu menyampaikan keluhan, saya bukan anjingnya Swie Teng. Emangnya Swie Teng pemilik Republik ini? Sebagai tetangga saya harus bela masyarakat. Saya gak mau bisa tidur enak, tapi tetangga nangis susah. Saya rela nyawa saya untuk bela warga yang mengalami kayak gitu."
"Ganti rugi harus iklas bagi yang punya rumah, jangan dikendalikan (pengembang). Mau pindah ke mana warga kalo ganti ruginya cuma Rp20juta."
Gatot Nurmantyo menjelaskan bahwa warga yang sudah tinggal lama di situ, punya akta jual beli yang diketahui kepala desa, serta bayar PBB seharusnya tidak bisa digusur pengembang. Gatot juga menyarankan warga yang telah menerima uang dengan terpaksa dari pengembang segera mengembalikannya kepada pengembang.
Komentar