Putusan MK Tolak Gugatan Novel Baswedan Diwarnai Dissenting Opinion

Kamis, 12/09/2024 17:07 WIB
Resmi, Arsul Sani Dilantik Jadi Hakim Konstitusi Gantikan Wahiduddin. (Tangkap layar YouTube Sekretariat Presiden)

Resmi, Arsul Sani Dilantik Jadi Hakim Konstitusi Gantikan Wahiduddin. (Tangkap layar YouTube Sekretariat Presiden)

Jakarta, law-justice.co - Arsul Sani menjadi satu-satunya hakim konstitusi yang memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan MK yang menolak gugatan Novel Baswedan dkk terkait syarat minimal capim KPK.

"Terhadap putusan Mahkamah, terdapat pendapat berbeda dari satu orang hakim konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Arsul Sani," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo pada akhir sidang pengucapan Putusan Nomor 68/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (12/9).

Mengutip dari situs MK, pada intinya Arsul Sani berpendapat seharusnya Mahkamah mengabulkan permohonan ini meskipun untuk sebagian.

Menurut Arsul, seharusnya Mahkamah menafsirkan norma Pasal 29 huruf e menjadi, "e. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK atau berpengalaman sebagai Pegawai KPK yang bekerja di bidang pencegahan atau penindakan (penegakan hukum) tindak pidana korupsi sekurang-kurangnya selama 10 (sepuluh) tahun secara berturut-turut atau paling tinggi berusia 65 (enam puluh lima) tahun".

Menurut Arsul, jika mengacu pada prinsip rasionalitas, MK seyogianya juga perlu memberikan ruang pengecualian kepada pegawai yang bekerja di KPK untuk menjadi calon pimpinan KPK, meski dengan syarat tertentu.

Dilansir dari CNN Indonesia, syarat tertentu yang dimaksud Arsul mencakup dua hal, yakni pegawai KPK yang bersangkutan setidaknya telah bekerja selama 10 tahun berturut-turut, serta bekerja di bidang pencegahan korupsi dan/atau penindakan (penegakan hukum) tindak pidana korupsi.

"Menurut saya, dalil para pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian dan permohonan para pemohon patut dikabulkan sebagian, meskipun tidak sebagaimana yang dimohonkan oleh pemohon," ujar Arsul membacakan dissenting opinion-nya, seperti dikutip dari Antara.

Sebelumnya Novel Baswedan, Praswad Nugraha dan sejumlah orang lainnya yang pernah menjadi pegawai KPK mengajukan uji materi UU KPK ke MK.

Mereka--yang pernah menjadi pegawai KPK--mengajukan gugatan itu karena mengaku mengalami kerugian konstitusionalitas setelah dinyatakan tidak dapat mengikuti seleksi pemilihan pimpinan KPK periode tahun 2024 sampai dengan 2028 berdasarkan penafsiran ketentuan Pasal 29 huruf e UU KPK.

Selain itu, di dalam provisinya, mereka meminta MK memerintahkan penghentian sementara proses seleksi capim KPK yang saat ini sedang berlangsung.

MK akhirnya menolak permohonan Novel Baswedn dkk tersebut. Para hakim konstitusi juga menolak provisi Novel, dkk., dalam Perkara Nomor 68/PUU-XXII/2024 yang memohon untuk menghentikan sementara proses seleksi calon pimpinan (capim) KPK periode 2024 - 2029.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, Mahkamah menilai materi permohonan provisi terutama pada permintaan/permohonan para Pemohon agar Mahkamah memerintahkan Panitia Seleksi memberikan kesempatan kepada para Pemohon untuk melakukan pendaftaran dan mengikuti rangkaian proses seleksi capim KPK 2024 - 2029 adalah salah satu materi atau substansi yang telah menjadi substansi pokok permohonan.

"Mahkamah berpendapat permohonan putusan provisi para Pemohon tidak relevan untuk dipertimbangkan lebih lanjut dan oleh karena itu haruslah dinyatak tidak beralasan menurut hukum," ujar Arief dalam sidang pengucapan putusan yang dihadiri sembilan hakim konstitusi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

Mengutip dari situs MK, perkara ini diputus tanpa meminta keterangan pihak-pihak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 54 UU MK karena Mahkamah berpendapat tidak terdapat urgensi dan relevansinya.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar