Resesi Seks di Korut, Kim Jong Un Hukum Penjara Dokter Praktik Aborsi
70% Warga Korut Ketahuan Nonton Drakor, Ini Hukuman Berat Kim Jong Un! (Kompas.com).
Jakarta, law-justice.co - Pemerintah Korea Utara (Korut) menyatakan bahwa bakal menjatuhkan hukuman penjara kepada dokter yang kedapatan melayani praktik aborsi, di tengah penurunan tingkat kelahiran belakangan ini.
Otoritas Korut juga menyita segala bentuk produk kontrasepsi yang dijual bebas di pasaran.
Radio Free Asia (RFA) melaporkan dua dokter di Korut dibui setelah ketahuan melakukan praktik aborsi diam-diam. Hal itu berdasarkan keterangan seorang warga yang bekerja di sektor medis di Provinsi Ryanggang.
Warga itu mengatakan bahwa kepala departemen kebidanan dan ginekologi di Rumah Sakit Paegam County dijatuhi hukuman lima tahun penjara, usai disidang pada 28 Agustus di ruang konferensi sebuah rumah sakit universitas.
Dokter lain dari Rumah Sakit Unhung County juga dijatuhi hukuman tiga tahun penjara karena pasiennya meninggal saat melakukan aborsi di rumahnya pada Juni lalu.
"Biasanya, dokter obgyn pergi ke rumah perempuan hamil untuk melakukan aborsi agar tidak meninggalkan jejak. Tapi kedua dokter ini melayani praktik aborsi di rumah mereka sendiri," kata warga tersebut seperti melansir cnnindonesia.com.
Aborsi merupakan tindakan ilegal di Korea Utara sejak dua juta orang tewas akibat kelaparan pada 1990-an silam.
Praktik ini juga semakin dilarang setelah Korea Utara dihantam badai resesi seks selama 10 tahun terakhir, di mana tingkat kelahiran bayi hanya sekitar 1,81 kelahiran per perempuan pada 2021. Jumlah kelahiran yang dibutuhkan untuk menstabilkan populasi yakni 2,1.
Kendati begitu, sejumlah dokter di Korut diam-diam tetap melayani praktik aborsi lantaran tak puas dengan gaji yang terlampau kecil dari pemerintah.
Menurut sumber RFA, para dokter mematok biaya sekitar 30.000 won atau Rp345 ribu untuk satu kali aborsi. Jumlah ini cukup untuk membeli 4,5 kilogram beras dan merupakan rata-rata gaji bulanan pekerja di Korut, yang bahkan tak cukup untuk membiayai hidup.
"Ada hari-hari ketika mereka melakukan hingga tiga operasi sehari," kata warga anonim tersebut.
Korut sudah berupaya meningkatkan gaji bulanan dokter hingga lebih dari 40 kali lipat menjadi 80.000 won (setara Rp920 ribu) sampai 180.000 won (setara Rp2 juta).
Namun, banyak dokter yang memilih tetap menjalankan praktik ilegal itu untuk menambah penghasilan.
Terkait resesi seks sendiri, pemerintahan pemimpin tertinggi Korut Kim Jong Un sebetulnya sudah mencoba mengatasinya dengan memberlakukan kebijakan yang memberikan bantuan bagi keluarga dengan banyak anak.
Bantuan itu di antaranya menyediakan makanan tambahan bagi keluarga dengan empat anak atau lebih, serta memberikan rumah baru untuk keluarga dengan enam anak atau lebih.
Namun demikian, resesi seks tetap terjadi selama 10 tahun terakhir, dan yang terparah yaitu selama pandemi. Oleh sebab itu, per 2023, penjualan pil dan alat-alat kontrasepsi dilarang oleh pemerintah Korut.
Penjual pil dan alat kontrasepsi disita dagangannya
Seorang penduduk Ryanggang lainnya juga mengatakan kepada RFA bahwa para pedagang kontrasepsi yang ketahuan menjual produk pencegah kehamilan tersebut "dihukum berbondong-bondong" oleh pemerintah.
"Pada tanggal 22 bulan lalu, tiga pedagang yang menjual alat kontrasepsi di pasar Hyesan disita kiosnya. Masing-masing juga didenda 300.000 won (setara Rp3,4 juta)," ujarnya.
"Pada akhir Juli, dua pedagang yang menjual kontrasepsi buatan China di pasar Hyesan juga disita kiosnya," lanjut dia.
Bukan cuma disita dan dikenakan denda, para pedagang itu juga dilarang untuk berjualan kembali ke pasar maupun membuka bisnis.
Komentar