Dugaan Kasus Gratifikasi IPO di BEI, Siapa Saja yang Terlibat?

Minggu, 08/09/2024 07:09 WIB
Bursa Efek Indonesia (fIVOOX.id)

Bursa Efek Indonesia (fIVOOX.id)

Jakarta, law-justice.co - Adanya kasus beberapa oknum pegawai Bursa Efek Indonesia (BEI) yang meminta imbalan atau gratifikasi jasa penerimaan emiten dalam melakukan penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) bermula dari adanya sepucuk surat kaleng.

Adapun isi surat tersebut mengungkapkan adanya gratifikasi yang melibatkan lima orang staf Bursa Efek Indonesia (BEI), pada akhir bulan lalu. Terjadinya kasus itu berbuntut pada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lima oknum karyawan BEI. PHK dilakukan pada rentang Juli-Agustus 2024. Pihak BEI pun mengakui adanya dugaan skandal tersebut.

"Memang telah terjadi pelanggaran etika yang melibatkan oknum karyawan PT Bursa Efek Indonesia," kata Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad dalam siaran persnya.

Sementara itu, menurut Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, proses perjalanan IPO perusahaan di BEI memang dilakukan secara bertahap dan berjenjang. Adapun modus gratifikasi IPO tersebut, kata Nyoman, dilakukan oleh oknum di jajaran level staf atau staf tingkat bawah yang ada di BEI.

“Apa yang dilakukan oleh oknum staf kami adalah pelanggaran etika itu (gratifikasi). Di Bursa sendiri, tim yang ada untuk melakukan evaluasi [IPO] itu berjenjang," ujar Nyoman, Jumat kemarin.

Sedangakan Anggota DPR Komisi XI, Said Abdullah mendesak dan meminta BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengungkap kemungkinan pihak-pihak lain yang terlibat dalam gratifikasi tersebut.

Menurutnya, langkah itu perlu dilakukan sebagai bentuk `penebusan dosa` agar BEI kembali mendapat kepercayaan publik, terutama para investor, sebagai salah satu penopang roda perekonomian.

"Harus diungkap sebenar-benarnya skandal tersebut (gratifikasi IPO), jangan ada yang ditutupi. Usut, siapapun yang terlibat harus dibawa ke ranah hukum. Langkah itu sebagai penebusan dosa agar BEI tetap bisa dipercaya oleh publik," lanjutnya.

 

Menyikapi kasus tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memastikan akan terus mengusut dan tak berhenti hanya di pegawai BEI saja. Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan, skandal tersebut boleh dikecualikan atau dilindungi pihak lain maupun pejabat bursa yang terlibat dalam kasus ini.

"Hal ini menunjukkan tak ada tempat untuk orang yang merusak integritas bursa yang memicu risiko sangan besar. Kami akan melakukan langkah-langkah lebih lanjut untuk mendalami hal ini," lanjut Mahendra.

Selain BEI, Mahendra juga memastikan akan turut mencari oknum internal OJK, yang diduga turut bersekongkol dan bekerja sama oleh para oknum tersebut. Itu dilakukan dengan melakukan audit internal.

Meski demikian, hingga saat ini, otoritasnya masih belum menemukan bukti aliran uang gratifikasi.  Namun, dia memastikan proses audit tidak berhenti sampai di situ. Pasalnya, bisa saja, meski gratifikasi tidak dalam bentuk uang, tapi melainkan dalam bentuk yang lain.

"Kami sedang mendalaminya dan melakukan audit terhadap kemungkinan itu [gratifikasi]," katanya. Hal Ini yang terus pihaknya lakukan di segala lini. Jika ada hal yang tidak tepat dan terbukti jadi pelanggaran, maka pihaknya akan sampaikan secara terbuka dan transparan kepada publik untuk menjaga akuntabilitas dan kredibilitas.

Ditengah skandal gratifikasi IPO, pipeline aksi penghimpunan dana itu mendadak berkurang. Penurunan pipeline ini terjadi di tengah skandal gratifikasi IPO yang melibatkan sejumlah oknum tersebut.

Sejak awal tahun hingga akhir Agustus 2024, BEI mencatat terdapat 23 calon emiten yang kini berada dalam antrean IPO. Angka itu berkurang lims dari catatan BEI pada awal Agustus lalu yang menyatakan terdapat 28 pipeline IPO.

Meski demikian, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan penyebab hal itu merupakan keputusan internal perusahaan untuk menunda, maupun berdasarkan evaluasi Bursa yang memang belum dapat memberikan persetujuan.

Nyoman membantah jika berkurangnya pipeline IPO ada kaitannya dengan skandal gratifikasi. "Semua proses evaluasi dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan yg berlaku, tidak ada kaitannya dengan isu lain," tegas Nyoman.

Informasi yang telah beredar di kalangan pasar modal, ke lima karyawan pada Divisi Penilaian Perusahaan BEl, yaitu divisi yang bertanggung jawab terhadap penerimaan calon emiten, telah meminta sejumlah imbalan uang dan gratifikasi atas jasa analisa kelayakan calon Emiten untuk dapat tercatat sahamnya di BEI.

Atas imbalan uang yang diterima tersebut, oknum karyawan BEI membantu memutuskan proses penerimaan calon emiten untuk dapat listing dan diperdagangkan sahamnya di bursa. 

Praktek oleh oknum karyawan penilaian perusahaan tersebut dikabarkan telah berjalan beberapa tahun dan melibatkan beberapa emiten yang saat ini telah tercatat sahamnya di bursa, dengan nilai uang imbalan berkisar ratusan juta sampai satu miliaran rupiah per emiten.

Melalui praktek terorganisir ini, bahkan para oknum tersebut kabarnya membentuk suatu perusahaan (jasa penasehat) yang pada saat dilakukan pemerikasaan ditemukan sejumlah akumulasi dana sekitar Rp20 miliar.

Proses penerimaan emiten untuk dapat masuk bursa ini, disinyalir juga melibatkan oknum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki kewenangan untuk menyatakan apakah sebuah perusahaan layak melakukan penawaran umum atau IPO saham, dan selanjutnya mencatatkan sahamnya di bursa.

Bahkan keterlibatan oknum OJK ini, kabarnya melibatkan sampai dengan level kepala departemen. Sejauh ini dari informasi yang beredar, pihak BEl telah melakukan PHK terhadap oknum karyawan tersebut. 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar