Pilkada Serentak 2024

Ongkos Politik Tinggi dan Minim Kader Penyebab Marak Kotak Kosong

Sabtu, 07/09/2024 23:50 WIB
Ahmad Doly Kurnia  Ketua Komisi II DPR RI. (Ghivary)

Ahmad Doly Kurnia Ketua Komisi II DPR RI. (Ghivary)

law-justice.co - Maraknya kotak kosong melawan paslon tinggal di laga pilkada memunculkan polemik. KPU mencatat ada 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah atau calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024 berdasarkan data per Rabu (4/9/2024) pukul 23.59 WIB. Adapun 41 daerah itu terdiri atas satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota. Fenomena ini menjadi pekerjaan rumah bagi partai politik untuk mencari solusi di masa depan. Dua faktor disebut sebagai penyebab utama.

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan ada dua faktor  yang menyebabkan suatu daerah sulit memunculkan tokoh-tokoh terbaiknya untuk kemudian merasa terpanggil memimpin daerah tersebut dan ikut berkompetisi pada pilkada. "Itu mungkin karena proses pembinaan situasi sosial politik memang belum memungkinkan untuk munculnya banyak tokoh, banyak figur. Nah, mungkin ke depan ini PR (pekerjaan rumah)-nya partai politik harus lebih banyak membangun atau membina kader-kader-nya," kata Doli di Jakarta, Sabtu (7/9/2024) sebagaimana dilansir Antaranews.

Selain pembinaan partai politik, dia menilai organisasi masyarakat (ormas) juga punya andil dalam memunculkan tokoh-tokoh terbaik daerah sehingga merasa terpanggil untuk memimpin daerah tersebut dan mengikuti kompetisi pilkada.

"Terus juga bagaimana didorong supaya muncul para birokrat yang memang kuat ketokohannya, dan ormas-ormas yang lain harus juga ikut menciptakan situasi agar munculnya banyak tokoh," ucapnya.

Faktor kedua, lanjut dia, adalah ongkos politik yang mahal di Indonesia, termasuk untuk mengikuti kontestasi pilkada, yang menjadi penyebab banyaknya kotak kosong muncul di sejumlah daerah pada Pilkada 2024.

"Kalau ada orang yang merasa mampu, mereka selama ini punya ketokohan yang baik, tapi begitu dihadapkan dengan realitas politik pemilu ini mahal, harus menyiapkan sekian besar logistik, ya mereka jadinya enggak siap, mundur akhirnya," tuturnya.

Untuk itu, dia meminta publik agar tak melulu memandang negatif terhadap fenomena munculnya kotak kosong pada pilkada. "Nah ini juga yang menyebabkan mungkin tidak banyak muncul tokoh sehingga munculnya hanya satu pasang saja. Jadi jangan kemudian selalu ditafsirkan kalau munculnya kotak kosong ini ini rekayasa gitu lho, enggak juga," kata dia.

Sebab, tambah dia, fenomena kotak kosong justru lahir sebagai hasil konsekuensi dari dinamika demokrasi terkait pilkada di Indonesia.

"Kan kita sudah memberikan kesempatan seluruh daerah ini untuk munculnya calon-calon, baik pakai mekanisme usulan partai politik atau gabungan partai politik, maupun juga dari calon perseorangan. Bahkan, terakhir kan ambang batasnya diturunkan oleh Mahkamah Konstitusi, walaupun waktunya cukup singkat sebelum pendaftaran (Pilkada 2024)," ucap dia.

 

(Bandot DM\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar