20 Tahun Kasus Munir, Jokowi Didesak Menetapkan Pelanggaran HAM Berat
Setiap Kamis sore beberapa orang dengan mengenakan baju hitam dan berpayung hitam berdiri di depan Istana Merdeka. Mereka sudah di sana sejak tahun 2007 hingga sekarang. Tuntutan mereka tetap sama yakni mencari keadilan dan keluarganya yang hilang sejak Orde Baru. Aksi Kamisan ke 830 juga untuk memperingati kematian Munir Said Thalib. Robinsar Nainggolan
Jakarta, law-justice.co - Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) mendesak agar pemerintah Joko Widodo dapat segera bertanggungjawab dan menyelesaikan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
Tim Pencari Fakta (TPF) sekaligus Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengingatkan bahwa kasus pembunuhan Munir telah terjadi 20 tahun yang lalu.
Akan tetapi, kata dia, sampai saat ini tidak ada lagi inisiatif formal dari pemerintah termasuk mengambil langkah hukum membuka kembali kasus pembunuhan tersebut.
"Kita tahu, pembunuhan terhadap Munir menjadi simbol simbol dari problem struktural di Indonesia," ujarnya dalam konferensi pers: 20 Tahun Pembunuhan Munir, di YLBHI, Jakarta, Kamis (5/9).
"Munir banyak mengadvokasikan pelanggaran hak asasi manusia, karena itu pembunuhannya bisa diartikan sebagai tindakan menghentikan perjuangan para korban pelanggaran hak asasi manusia," imbuhnya dilansir dari CNN Indonesia.
Usman menegaskan dari hasil temuan yang didapat oleh TPF diketahui secara jelas apabila pembunuhan Munir memang terjadi secara sistematis.
Karenanya, ia mengatakan aksi pembunuhan Munir bukanlah kasus pembunuhan yang berawal dari cekcok semata. Melainkan akibat keberanian Munir yang pada akhir hidupnya mengkritik kebijakan pemerintah.
"Beberapa kebijakan terakhir yang disoroti Munir adalah RUU TNI 2004 dan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tahun 2004, dua UU itu disahkan tidak jauh setelah Munir meninggal," tuturnya.
"Pembunuhan itu juga bisa diartikan sebagai usaha untuk membunuh partisipasi warga dalam melahirkan kebijakan yang adil. Kebijakan pembangunan, keamanan, atau kebijakan penyelesaian masalah HAM di masa lalu," imbuhnya.
Ia lantas menyayangkan putusan pengadilan yang ada masih belum membongkar keterlibatan dalang utama pembunuhan Munir.
Menurutnya, sistem peradilan pidana yang ada selama ini tidak mampu mengungkap dugaan-dugaan tersebut meskipun telah terdapat sejumlah temuan dari TPF.
Oleh sebab itu, Usman mendesak agar pemerintah segera menetapkan kasus Munir itu sebagai pelanggaran HAM Berat dan bukan kasus pembunuhan biasa.
"Karena dalam lensa UU HAM, pembunuhan Munir bisa dilihat sebagai pembunuhan di luar hukum, atau extra judicial killing. Dalam lensa pengadilan, kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu serangan yang ditujukan kepada penduduk sipil yang mengandung unsur sistematis dalam pembunuhan tersebut," pungkasnya.***
Komentar