Soal Hakim PN Surabaya,

MA: Putusan KY Tidak Bisa Anulir Vonis Bebas Ronald Tannur

Rabu, 28/08/2024 07:42 WIB
Respons PN Surabaya soal KY Pecat 3 Hakim Pembebas Ronald Tannur. (Kolase dari berbagai sumber).

Respons PN Surabaya soal KY Pecat 3 Hakim Pembebas Ronald Tannur. (Kolase dari berbagai sumber).

Jakarta, law-justice.co - Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA), Prim Hariyadi menegaskan bahwa putusan Komisi Yudisial (KY) terkait tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya tidak menganulir vonis bebas Ronald Tannur.

Diketahui, terdakwa Gregorius Ronald Tannur (31), anak dari seorang anggota DPR RI yang divonis bebas majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait perkara penganiayaan hingga menewaskan perempuan sekaligus pacarnya, Dini Sera Afriyanti (29).

Prim mengatakan, dalam hal membatalkan putusan pengadilan, harus melalui mekanisme hukum yang berlaku.

Adapun dia menjelaskan, putusan hakim bisa dianulir dengan menerbitkan putusan lembaga peradilan juga. Misalnya, melalui Majelis Kehormatan Hakim (MKH).

"Kalau mekanisme batal (putusan) itu kan harus ada mekanisme yuridisnya. Ada upaya hukumnya. Enggak bisa dengan serta merta statement KY itu bisa menganulir putusan, enggak bisa," kata Prim, kepada wartawan di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, di Bogor, Jawa Barat, Senin (26/8/2024) malam.

Prim kemudian menanggapi rekomendasi KY kepada MA mengusulkan pembentukan Majelis Kehormatan Hakim sebagai tindak lanjut sanksi yang direkomendasikan Komisi Yudisial.

Dia mengatakan, tim pengawasan dari Mahkamah Agung sudah turun untuk mendalami laporan terhadap ketiga hakim PN Surabaya tersebut.

Namun, dia mengaku masih menunggu hasil pemeriksaan dari tim pengawasan di MA.

"Namanya MKH itu kan ada mekanisme. Dan itu kan sudah arahnya, kalau MKH itu kan sudah pemberhentian, kalau terbukti ya," katanya.

"Jadi saya pikir kalau memang MKH itu sudah final itu ya. Karena sanksi itu kan ada ringan, sedang, berat. Nanti kita lihat bersama lah setelah pemeriksaan dari pengawasan," imbuh Prim.

Sebelumnya, Komisi Yudisial (KY) menjatuhi sanksi pemberhentian terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait vonis bebas Ronald Tannur.

Diketahui, terdakwa Gregorius Ronald Tannur (31), anak dari seorang anggota DPR RI yang divonis bebas majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait perkara penganiayaan hingga menewaskan perempuan sekaligus pacarnya, Dini Sera Afriyanti (29).

Ketiga hakim selaku para Terlapor, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindio, dan Mangapul.

"Para Terlapor terbukti melanggar KEPPH (kode etik dan pedoman perilaku hakim), dengan klasifikasi tingkat pelanggaran berat," ucap Kabid Waskim dan Investigasi KY Joko Sasmita dalam rapat konsultasi dengan Komisi III DPR RI, Jakarta, Senin (26/8/2024).

Joko mengatakan, petikan putusan KY itu dibacakan dalam rapat setelah sidang pleno, yang diselenggarakan pada hari Senin, 26 Agustus 2024 pada pukul 09.30 WIB.

Sidang pleno dihadiri lengkap oleh tujuh Anggota KY dan dibantu seorang Sekretaris Pengganti.

Dalam putusannya, KY menemukan bahwa Para Terlapor telah membacakan fakta-fakta hukum yang berbeda antara yang dibacakan di persidangan dengan fakta-fakta hukum yang tercantum dalam salinan putusan perkara Nomor 454/ Pid.B/2024/ PN.Sby.

"Para Terlapor telah membacakan pertimbangan hukum terkait unsur-unsur pasal dakwaan yang berbeda antara yang dibacakan di persidangan dengan pertimbangan hukum yang terdapat dalam salinan putusan perkara Nomor 454/ Pid.B/ 2024/ PN.Sby," jelas Joko.

Selanjutnya, dia menambahkan, Para Hakim Terlapor juga telah membacakan pertimbangan hukum tentang penyebab kematian korban Dini Sera Afrianti yang berbeda dengan hasil visum et repertum dan keterangan Ahli dr. Renny Sumino, dari RSUD Dr. Soetomo yang disampaikan di persidangan serta berbeda juga dengan yang tercantum dalam salinan putusan.

Dia menuturkan, Para Terlapor dalam sidang pembacaan putusan tidak pernah mempertimbangkan, menyinggung dan/ atau memberikan penilaian tentang barang bukti berupa CCTV di area parkir basement Lenmarc Mall yang diajukan oleh Penuntut Umum, tetapi pertimbangan bukti berupa CCTV dimaksud muncul dalam pertimbangan hukum Terlapor.

"Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis Sidang Pleno berpendapat pelanggaran yang dilakukan oleh Para Terlapor masuk dalam klasifikasi pelanggaran berat dan Majelis Sidang Pleno Komisi Yudisial RI telah bermusyawarah dan sepakat menjatuhkan sanksi berat oleh karena itu terhadap Para Terlapor," ucap Joko.

Lebih lanjut, Joko mengatakan, Komisi Yudisial akan mengirimkan surat kepada Ketua Mahkamah Agung RI, perihal Usul Pembentukan Majelis Kehormatan Hakim, yang ditembuskan kepada Presiden, Ketua DPR-RI, Ketua Komisi III DPR-RI, dan Para Terlapor.

"Komisi Yudisial juga akan memonitor usul penjatuhan sanksi MKH yang telah diusulkan kepada Mahkamah Agung," tuturnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar