Menelisik Kepentingan Elit Di Balik Pergantian Ketum Golkar

Aroma Korupsi Di Balik Lengsernya Airlangga

Sabtu, 17/08/2024 17:21 WIB
Ilustrasi: Plt Ketua Umum Partai Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita bersama mantan Ketua umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. (BBC)

Ilustrasi: Plt Ketua Umum Partai Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita bersama mantan Ketua umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. (BBC)

law-justice.co - Jagat politik nasional tetiba terguncang. Tanpa isyarat, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengundurkan diri dari jabatannya selaku ketua Umum Partai berlambang beringin itu. Sontak, kejadian ini lantas dikaitkan dengan sejumlah kasus yang membelit Menko Perekonomian ini. Internal Partai Golkar menolak sinyal ini.

Wacana lengsernya Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar sebenarnya bukan hal baru. Beberapa kali wacana untuk melengserkan putera Menteri Perindustrian era orba ini mengemuka sepanjang kepemimpinannya. Namun, dia selalu lolos dari lubang  jarum. Lantas, apa yang menyebabkan Airlangga benar-benar mundur kali ini?

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengatakan alasan mundur Airlangga dari Partai Golkar sangat sederhana. “Karena tidak ada mundur jika tidak ada persoalan. Saya melihat airlangga ditekan untuk mundur. Mengingat munas resmi itu kan di desember. Di saat yang sama sebentar lagi Jokowi (Presiden Joko Widodo) akan selesai masa jabatannya. Ada pihak-pihak yang membegal atau mengkudeta halus Airlangga. Golkar ini ingin dikuasai oleh invisible hands yang melengserkan Airlangga, yaitu orang yang berkuasa saat ini,” katanya kepada Law-justice, Jumat (16/8/2024).

Dia meyakini hanya Golkar yang mampu menjawab kebutuhan politik Jokowi pasca lengser pada Oktober mendatang. “Golkar yang bisa jadi tempat berlindung. Bagaimana pun ketika Jokowi lengser, kan tidak punya kekuatan politik apapun. Sehingga Golkar mesti diambil untuk menjaga dirinya baik secara politik hukum maupun bisnis. Karena kalau orang tidak punya kekuasaan, pasti akan dikerjai. Pak SBY saja yang punya partai pasca lengser, partainya masih digoyang oleh kudeta Moeldoko,” ujar Ujang.

Gonjang-ganjing di Golkar, dinilainya juga harus memperlihatkan relasi Jokowi dan Prabowo. Sebab, bisa saja Jokowi sedang menyusun strategi perimbangan politik terhadap Prabowo untuk tahun ke depan. “Menurut saya pendulum kekuasaan itu ada di seorang presiden, Prabowo. Walaupun Jokowi kuasai Gokkar melalui proksi yaitu (Menteri) Bahlil, tetap saja tidak akan mengimbangi pengaruh Prabowo. (Tapi) Bahlil memang orang Jokowi, mungkin dia yang digunakan sebagai alat bagi Jokowi untuk kuasai Golkar,” katanya.

Sinyal ini lantas dibantah oleh Partai Golkar. Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia membantah alasan pengunduran diri Airlangga Hartarto dari Ketum Golkar karena masalah hukum, terkait adanya dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya pada 2021-2022 di Kejaksaan Agung (Kejagung). "Tidak lah, saya kira gini saya juga baru tahu ya, ternyata pengunduran dirinya itu tadi malam," kata Doli di DPP Golkar, Slipi Jakarta Barat, Selasa (13/08/2024) malam.

"Terus saya lagi di Pontianak, minggu pagi saya dapat telpon, suruh ke Jakarta, langsung ke rumah Pak Airlangga, langsung ya penjelasan dan langsung kemudian membuat video itu," sambungnya.

Doli menjelaskan selain alasan personal, Airlangga juga disebut ingin berfokus mengemban tugas sebagai Menko Perekonomian. Khususnya, kata Airlangga, di masa transisi pemerintahan dari Presiden Jokowi-Maruf Amin ke Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Dari apa yang saya dengar yang disampaikan oleh Pak Airlangga kepada saya dan beberapa teman ya ini lebih pada masalah pribadi Pak Airlangga," ucapnya.

"Beliau lebih memilih untuk berkonsentrasi sebagai Menko Perekonomian di dalam menjalankan atau melancarkan proses masa transisi dari pemerintahan Pak Jokowi-Maruf Amin kepada Pak Prabowo dan Pak Gibran," sambungnya.

Dengan demikian Doli menegaskan, mundurnya Airlangga Hartarto tak perlu dikaitkan dengan hal lain apalagi termasuk persoalan kasus hukum. Selanjutnya ia pun berharap semua pihak menghormati keputusan Airlangga Hartarto yang mundur dari Ketua Umum Partai Golkar itu.

"Jadi menurut saya kita tidak perlu lagi mengait-ngaitkan apa alasan," ujarnya.

"Saya kira Pak Airlangga sudah mengambil keputusan yang terbaik buat Pak Airlangga, buat Partai Golkar, buat bangsa dan negara, dengan mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar, itu kita hormati," imbuhnya.

Meski demikian, pendapat berbeda disampaikan Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam. Dia  mengakui bahwa pengunduran Airlangga Hartarto dari Ketum Partai Golkar, tidak dilakukan secara sukarela karena adanya desakan internal.

Dia mengatakan, selama memimpin Airlangga tidak menjalankan paradigma baru Partai Golkar. Bahkan ia mengakui bila seharusnya Airlangga sudah harus mundur sejak tahun lalu. "Karena paradigma baru Partai Golkar itu menjadi partai yang terbuka, partai yang demokratis. Partai yang mengedepankan apa namanya, dari bawah ke atas, mendengarkan aspirasi dari bawah ke atas," kata Ridwan saat dihubungi Law-Justice, Jumat (16/08/2024).

Politisi Senior Partai Golkar itu menyebutkan bahwa paradigma baru Golkar sebagai partai modern banyak yang tidak dilaksanakan oleh Airlangga. Ridwan menilai Airlangga tidak demokratis dan melakukan manajemen yang tertutup.  Maka dari itu, Ridwan menyatakan bila pada akhirnya Airlangga mundur dari Ketum Golkar tidak begitu kaget karena memang sejak awal sudah bermasalah.

"Ya akhirnya kader-kader di bawah banyak yang resahkan dengan kejadian-kejadian itu. Nah mungkin Pak Airlangga mungkin ya dia melihat situasi seperti ini maka dia mundur. Dia mungkin ada tekanan apa, atau ada masalah apa," ujarnya.

Ridwan blak-blakan bila penetapan Airlangga sebagai Ketua Umum pada 2019 lalu sudah bermasalah sejak awal. Ia menyatakan pada 2019 lalu ia sempat maju sebagai Ketua Umum Partai Golkar dan tidak pernah menyatakan mundur.

Namun, tiba-tiba saat itu Airlangga ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Golkar secara aklamasi dan menurutnya itu ditetapkan secara tiba-tiba. Ridwan menyatakan bila sejak awal penetapan Airlangga sebagai Ketua Umum sudah cacat prosedur sejak awal. Bila pada akhirnya, ia kalah dalam pemilihan kala itu tidak bermasalahan.

"Bagi saya kalah-menang itu biasa tapi ini tiba-tiba di-bypass pemilihan waktu itu (2019) dan saya tidak pernah menyatakan mundur," imbuhnya.

Menurutnya, mundurnya Airlangga Hartarto dari kursi Ketua Umum membuat situasi menjadi kacau. Ridwan justru mempertanyakan keputusan Airlangga yang baru dilakukan sekarang. Ia menyatakan bila sebagai Ketua Umum Partai Golkar seharusnya lebih berani dan tidak mencla-mencle namun harus berani ambil resiko.

“Saya gak usah jelasin contohnya apa. Banyak contoh-contohnya,” ucapnya.

Ia membandingkan kepemimpinan Airlangga dengan Mantan Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung, menurutnya Akbar telah melakukan keberanian menghadapi meski tersandera kasus Buloggate. Ridwan menyebut Akbar Tandjung berani terus sampai detik terakhir berani masuk pengadilan lalu mahkamah agung hingga di penjara. Hasilnya Golkar menang suara pemilu terbanyak Pemilu 2004. “Kalau separuh-separuh mbulet deh. Nah ini dia (Airlangga) kena santap sendiri. Dari proses kemandirian Partai Golkar. Paradigma baru Golkar ini, mas. Tidak asal-asal loh mas. Melalui proses meditasi loh mas. Jadi ojo wani-wani. Simbol Golkar itu jujur,” tuturnya.

Terkait pengganti Airlangga, Ridwan menegaskan bahwa Partai Golkar merupakan partai yang terbuka sehingga siapapun dipersilakan untuk memimpin partai Golkar asalkan mempunyai kemampuan dan rekam jejak yang baik. Ridwan mengklaim bila ia selalu menyuarakan kebenaran, dalam arti kebenaran partai yang sudah berubah dari partai orde baru menjadi partai yang memiliki paradigma baru di reformasi itu.  Berkaca dari Akbar Tanjung, Ridwan menyebutkan bila Ketua Umum Partai Golkar tidak boleh takut tersandera kasus hukum. “Kalau takut di penjara jangan jadi Ketua Umum,” imbuhnya.

Seperti diketahui, Munas Golkar akan dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus 2024 di Jakarta, namun sampai saat ini beredar nama Bahlil Lahadalia sebagai Calon Ketua Umum Partai Golkar. Ridwan menyebut bila Bahlil sama dengan Airlangga yakni sama-sama pembantu Presiden, untuk itu secara pribadi ia mengusulkan nama Jokowi untuk menjadi Ketua Umum Partai Golkar. "Ya apa bedanya Bahlil, Agus Gumiwang sama Airlangga inikan sama-sama pembantu presiden mending ambil bosnya (Jokowi) langsung aja," paparnya.

Namun, sampai saat ini memang Jokowi masih belum bisa menjadi Ketua Umum Partai Golkar karena terkendala dengan AD ART Partai Golkar. Meski begitu, ia menyatakan sebagai partai terbuka AD ART dalam partai bisa direvisi kapan saja dan revisi tersebut diusulkan dalam Forum Munas Partai Golkar. "Ya kalau saya melihat AD ART itu bisa direvisi dalam forum Munas," ucapnya.

 Aroma Korupsi di Sekitar Beringin

Lengsernya Airlangga dari singgasaana Partai Beirngin ini seoalh mengajak kita menilik kali pertama di amnejadi Ketua Umum. Airlangga didapuk menjadi Ketua Umum Partai Golkar melalui keputusan rapat pleno Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar pada Rabu (13/12/2017) Sementara, pengukuhannya akan dilakukan dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada 19-20 Desember 2017 di Jakarta.

Dalam hal lengsernya ini, Airlangga lebih beruntung, meskipun dia tanpa status tersangka. Setya Novanto dilengserkan dari posisi Ketua Umum Partai Golkar setelah dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Setya Novanto di rumah tahanan KPK pada 19 November 2017, tengah malam. Penahanan ini dilakukan setelah sebelumnya SN sempat dibantarkan (ditunda penahanannya) akibat kecelakaan yang dialami di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.

Selepas menjalani serangkaian pemeriksaan, tim dokter KPK, dokter RSCM, serta Ikatan Dokter Indonesia (IDI), menyatakan SN tidak memerlukan perawatan inap lagi. Sehingga pembantarannya dapat dihentikan.

Kini, meskipun tidak menjadi tersangka dalam kasus korupsi, namun aroma korupsi mengiringi lengsernya Airlangga. Sejumlah kasus dugaan korupsi membayangoi langkah Airlangga. Pertengahan tahun lalu, Airlangga pun sempat menyambangi penyidik Kejaksaan Agung. Penyidik pada Jampidsus melakukan pemeriksaan terhadap Airlangga sebagai saksi, Senin (24/7/2023).

Menurut Jampidsus Febrie Adriansyah, tim penyidik memeriksa Airlangga terkait tersangka korporasi. “Kalau Airlangga itu kan kemarin sudah diperiksa mengenai korporasi tersangka. Kebijakan dia ketika minyak goreng langka, arahan dia, ada tidak irisannya dengan perbuatan melawan hukum dari terpidana yang sudah diputuskan (pengadilan). Kalau ternyata dia (Airlangga) kerja sama, bisa (dikenakan Pasal KUHP) 55-56 dia. Karena memang ada kehendak dia,” kata Febrie sebagaimana dikutip Republika.id, di Gedung Pidana Khusus, Kejakgung, Jakarta, Kamis (27/7/2023).

Namun, pendulum bergerak lamban untuk penanganan kasus ini. Hal ini lantas menjadi alasan Koordinator Masyarakat Anti-korupsi (MAKI), Boyamin Saiman melayangkan gugatan praperadilan agar Kejaksaan Agung yang mengusut kasus korupsi ini menetapkan Airlangga sebagai tersangka. Airlangga Hartarto dinilai layak ditetapkan tersangka dalam kasus ekspor minyak sawit mentah atau CPO di Kementerian Perdagangan. Menteri Koordinator Perekonomian itu dianggap sebagai pemegang keputusan di balik sejumlah regulasi yang mengatur ekspor CPO dan produk olahan turunan periode 2021-2022 kepada sejumlah korporasi besar sawit.

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan tidak menerima gugatan praperadilan Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) melawan Kejaksaan Agung terkait dugaan penghentian pengusutaan kasus korupsi Crude Palm Oil (CPO) yang melibatkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. "Dalam pokok perkara satu menyatakan permohonan praperadilan para pemohon tidak dapat diterima," ujar Hakim Tunggal Ahmad Samuar dalam sidang di Ruang 7 Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (16/10/2023). Hakim mengatakan, PN Jakarta Selatan tidak berwenang memerintahkan Kejaksaan Agung (Kejagung) melanjutkan proses penyidikan Airlangga Hartarto dalam kasus korupsi minyak goreng.

Meski demikian ditemukan sejumlah fakta menarik dalam gugatan praperadilan yang diajukan pada September 2023 itu. gugatan tersebut menitikberatkan peranan Airlangga dalam setiap rapat pengambilan keputusan dengan Kementerian Perdagangan selaku kementerian yang di bawah supervisinya. Termasuk, saat Airlangga memimpin rapat di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang membahas jumlah selisih Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng yang disubsidi pemerintah melalui dana BPDPKS.

Bersatus sebagai Ketua Komite Pengarah pada BPDPKS, Airlangga dalam rapat pada pertengahan Maret 2023 menyatakan HET minyak goreng sawit curah sebesar Rp14.000. Pemerintah sanggup mensubsidi hampir setengah dari harga itu dengan total anggaran mencapai Rp7,28 triliun yang dikeluarkan untuk 202 juta liter/bulan selama enam bulan.

Dalam rapat yang dihadiri sejumlah menteri dan pimpinan BPDPKS, Airlangga memerintahkan Menteri Perdagangan saat itu, Muhammad Lutfi untuk merevisi regulasi soal HET minyak goreng dan mencabut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 soal ekspor CPO. Bagi Boyamin, dua instruksi Airlangga kepada Lutfi ini patut dipertanyakan motifnya. Sebab, dalam Permendag itu disyaratkan korporasi sawit yang hendak ekspor mesti melakukan pemenuhan kebutuhan dalam negeri atau DMO sebesar 20 persen.

Permufakatan jahat antara pemohon ijin dengan pemberi izin untuk fasilitas persetujuan ekspor, dimana persetujuan ekspor dikeluarkan kepada eksportir yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat. Yaitu, telah mendistribusikan CPO dan RBD Olein dengan harga tidak sesuai harga penjualan dalam negeri (DPO). Juga, tidak mendistribusikan 20 persen dari ekspor CPO dan RBD Olein ke pasar dalam negeri sesuai ketentuan DMO.

“Hal (ini) justru bertentangan dengan perintah presiden yang menaikkan DMO dari 20% menjadi 30%, yang menguntungkan tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group,” kata Boyamin dalam gugatannya.

Adanya diskresi dari Airlangga ini yang menurut Boyamin mesti diusut penyidik. Sebab, dalam tindak pidana korupsi, bisa saja Airlangga diuntungkan dalam penyesuaian aturan ekspor dan perubahan HET minyak goreng. Atau di sisi lain, pihak korporasi sawit yang diuntungkan karena diskresi dari Airlangga. Sehingga katanya, Menko Perekonomian itu diduga kuat menyelewengkan kekuasaannya. “Airlangga Hartarto tersebut seharusnya sudah memenuhi unsur untuk dapat ditetapkan sebagai tersangka,” kata Boyamin yang mengaku sudah layangkan surat desakan kepada Kejagung agar menjerat Airlangga sebagai tersangka.

Dalam catatan Law-justice, Airlangga Hartarto bukan cuma tersenggol di kasus dugaan korupsi ekspor CPO ini saja. Dalam kasus dugaan korupsi tata niaga garam, nama Airlangga sempat disebut. Mantan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti menyeret nama Airlangga Hartarto dalam kasus tata niaga garam.  Susi yang kala itu diperiksa sebagai saksi menekankan, informasi yang diberikannya bisa membantu Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengungkap kasus dugaan korupsi impor garam industri yang sedang disidik. "Dibutuhkan sebagai saksi ya kita datang. Sebagai warga negara ya harus ikuti aturan, kebetulan saat itu saya tahu. Kewajiban kami (saat itu) melindungi para petani garam," terang Susi kepada wartawan usai pemeriksaan, Jumat (7/10/2022).

Airlangga yang saat itu memimpin Kementerian Perindustrian menetapkan kuota impor garam sebesar 3,7 juta ton. Padahal kajian tekhnis yang diterbitkan Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya merekomendasikan sebesar 1,8 juta ton. Selain itu, nama Airlangga juga sempat muncul dalam kasus korupsi impor baja terkait dugaan adanya pemanfaatan program Pembangunan Strategis Nasional (PSN). Pemanfaatan program PSN dalam impor baja, dan besi tersebut dinilai merugikan negara, dan perekonomian negara. Impor baja dan besi tersebut dilakukan dengan modus operandi suap dan gratifikasi lewat pemanfaatan izin impor yang melebihi batas atas barang masuk oleh swasta. Modus dilakukan oleh swasta kepada sejumlah penyelenggara negara di tiga kementerian.

Selain diduga dilakukan di lingkungan Kemendag, modus tersebut juga disinyalir terjadi di Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan di Bea Cukai-Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dalam penyidikan korupsi impor baja dan besi tersebut, penyidikan Jampidsus, sudah pernah melakukan penggeledahan, dan penyitaan alat-alat bukti, dan uang jutaan rupiah, di kantor Kemendag, dan Kemenperin, serta di beberapa perusahaan importir komoditas keras tersebut.

Pengamat anti-korupsi dari Pukat UGM, Zaenur Rohman mengatakan, dugaan keterlibatan Airlangga Hartarto dalam kasus ini mesti disertakan alat bukti. Menurutnya, Airlangga sangat layak diperiksa karena selaku pengambil keputusan regulasi ekspor CPO dan penyediaan minyak goreng. Namun, dia mewanti-wanti penyidik yang saat ini tak kunjung memperjelas status Airlangga.

Sehingga, katanya, wajar jika kasus ini santer akan politisasi hukum. Sebab, kasus korupsi ini dicurigai dipakai untuk kepentingan politik pilpres, di mana Airlangga sempat diperiksa pada pertengahan 2023. “Apakah dalam kasus Airlangga ini ada tekanan politiknya. Bukti sampai saat ini belum ada, tapi patut dicurigai. Apakah sebenarnya ada tindak pidana korupsi yang dilakukan Airlangga, atau seolah dinaikan ke penyelidikan hingga penyidikan untuk menyandera,” kata Zaenur kepada Law-justice, Jumat (16/8/2024).

“Jika memang ada perkara dengan merujuk minimal satu alat bukti, tapi tidak diproses, itu disebut juga politisasi hukum. Ciri perkara ada muatan politik, itu juga bisa dilihat dari waktu pemeriksaan misal menjelang pemilihan umum, munas,” dia menambahkan.

Meski penyidik kejaksaan agung di bawah supervisi Jaksa Agung dan Jaksa Agung di bawah presiden, penyidik harus bersifat independen bahwa penyidikan hukum itu tidak boleh diintervensi kepentingan politik apapun.

Menurutnya, jika yang menjadi pemberat penyidik terhadap Airlangga adalah penyelewengan kekuasaan, maka penyidik bisa mengenakan Pasal 3 UU Tipikor. “Pertanggung jawabaan secara pidana atau tidak, bisa iya jika terbukti melawan hukum dan menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara sesuai pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor. Mana yang terpenuhi oleh Airlangga Hartarto, itu ranah penyidik,” ujarnya.

“Jika merujuk Pasal 3 kan intinya pejabat negara menyalahgunakan kewenangan yang berujung kerugian keuangan negara. Sehingga harus ditelusuri apa yang jadi peran Airlangga Hartarto. Apakah dia yang memutuskan sehingga korupsi itu bisa terjadi,” imbuhnya.

Kata Zaenur, apabila diskresi yang diduga dilakukan Airlangga menjadi bukti awal penyidik, maka sejumlah riwayat keputusan Airlangga seharusnya bisa memperkuat keterlibatannya.  “Apa alat buktinya, bisa melalui surat keputusan, risalah atau rekaman rapat. Karena sangat mungkin perbuatan melawan hukum itu tidak menguntungkan diri sendiri tapi menguntungkan orang lain. Dan pengambil kebijakan itu yang menguntungkan orang lain itu bisa dipidana,” tuturnya.

Pengganti Tak Sepenuhnya Bebas Masalah

Pasca lengsernya Airlangga Hartarto, pada 13 Agustus 2024, Agus Gumiwang Kartasasmita resmi ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Golkar. Penunjukan Agus Gumiwang sebagai Plt merupakan hasil rapat pleno Partai Golkar yang diadakan di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta. Dalam sambutannya, Agus Gumiwang menegaskan komitmennya untuk menjalankan tugas ini dengan sebaik-baiknya demi menjaga soliditas dan keberlanjutan Partai Golkar.

Rupanya, aroma korupsi pun sempat menghampiri sosok menteri perindustrian ini. Meskipun belum secara gamblang disebut terlibat, namun dalam masa kepemimpinannya sebagai Menteri Perindustrian terjadi skandal impor garam. Nama AGK smepat disebut oleh penyidik kejaksaan Agung. Di tahun 2022, penyidik Kejaksaan Agung menyidik kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas impor garam industri pada periode 2016 hingga 2020. 

Modus kasus ini adalah dengan merekayasa data data kebutuhan dan distribusi garam industri sehingga seolah-olah dibutuhkan impor garam sebesar 3.7 juta ton. Padahal, kebutuhan garam industri hanya 2,3 juta ton. Dalam kasus ini Mantan Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) M Khayam divonis 2 tahun penjara. Vonis dibacakan Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN), Jakarta Pusat, Rabu (6/3/2024). Hakim menyatakan M Khayam terbukti memperkaya PT Sumatraco Langgeng Makmur (SLM). Perusahaan ini milik terpidana Sanny Wikodhiono alias Sany Tan dan Yoni dengan keuntungan illegal berkisar Rp1 miliar.

 

 Selain AGK, spot light Partai Golkar kini juga mengarah ke Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Dia disebut-ebut sebagai bakal calon tunggal ketua umum Partai Golkar. Sesuai keputusan rapim, Munaslub Partai golkar akan digelar pekan ini, selasa (20/8/2024). Sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar rupanya Bahlil pun tersemai hawa kasus dugaan korupsi.

Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam melaporkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia ke Komisi Pemberantasan Korupsi terkait proses pencabutan ribuan izin tambang sejak 2021 hingga 2023 yang diduga penuh dengan praktik korupsi. Pimpinan KPK telah meminta bagian pengaduan masyarakat untuk menelaah laporan Jatam tersebut.

”Pimpinan sudah minta Dumas (Pengaduan Masyarakat) untuk melakukan telaahan atas informasi yang disampaikan masyarakat,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata melalui keterangan tertulis, Selasa (19/3/2024). Koordinator Jatam Melky Nahar saat di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, menyampaikan, Jatam melaporkan Bahlil ke KPK terkait proses pencabutan ribuan izin tambang sejak 2021 hingga 2023 yang diduga penuh dengan praktik korupsi. Menurut dia, laporan tersebut bertujuan untuk membuka pola yang digunakan para pejabat negara, terutama Bahlil, dalam proses pencabutan izin tambang yang menuai polemik. Melky menjelaskan, Jatam telah mempelajari landasan hukum Bahlil dalam mencabut izin. Dari penelusurannya, Presiden Joko Widodo mengeluarkan tiga regulasi yang memberikan kuasa besar kepada Bahlil. Namun, dalam enam bulan terakhir, proses pencabutan izin tersebut tidak sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan.
Dalam penelusuran law-justice, penanganan kasus ini masih belum ada perkembangan berarti. 
 
Badai politik yang menimpa partai Golkar tampaknya belum akan berkahir dalam waktu dekat. Meskipun, terlihat sudah mulai tenang menjelang Munaslub pekan depan. Faktanya, peraturangan di internal partai ini diprediksi bakal meruncing di Munaslub. Meskipun, ditengarai akan memmunculkan sosok calon tunggal, Partai Golkar kerap tampil dengan kejutan-kejutan politik.
 
Kejutan poltik ini tentunya tak bisa dilepaskan juga dari adanya potensi sandera-sandera politik yang ada di dalam partai. Meskipun, pihak-pihak yang bakal bertarung di Munaslub bekum ada yang nyata-nyata terlibat dan dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus korupsi. Namun, aroma korupsi yang ada bisa dijadikan amunisi oleh lawan politik. Jika, adegan saling sandera ini berubah menjadi perang terbuka antar kader dengan saling sandera dan membuka aib, justru akan mengancam eksistensi partai. Ini tentunya juga merupakan warning bagi partai untuk memilik kader yang benar-benar berntegritas dan jauh dai potensi disandera kasus hukum.   
 
Rohman Wibowo
Ghivary Apriman

 

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar