BPOM Bantah Vaksin Polio nOPV2 Berbahaya, Ini Alasannya
Petugas kesehatan memberikan vaksin polio kepada seorang anak pada Pekan Imuniasasi Nasional (PIN) Polio di RPTRA Kenanga, Cideng, Jakarta, Selasa (23/7/2024). Kegiatan yang diikuti 100 murid PAUD di sekitar Kecamatan Gambir itu bertujuan untuk melindungi anak dari penyakit polio sekaligus dalam rangka merayakan Hari Anak Nasional. Robinsar Nainggolan
Jakarta, law-justice.co - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membantah rumor yang menyebutkan bahwa vaksin Novel Oral Poliomyelitis Vaccine Type 2 (nOPV2) atau vaksin polio berbahaya.
Vaksin nOPV2 yang diproduksi PT Bio Farma telah melalui uji klinik fase 1, 2, dan 3 serta dievaluasi oleh BPOM bersama Komite Nasional (Komnas) Penilai Obat.
Anggota Komnas Penilai Obat merupakan para pakar dengan berbagai bidang keahlian yang berasal dari perguruan tinggi, rumah sakit, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Indonesia Technical Advisory Group of Immunization (ITAGI), dan asosiasi klinisi lainnya.
"Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, Vaksin Polio telah memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu, serta diberikan persetujuan izin edar pada Desember 2023. Dengan demikian vaksin ini aman digunakan dalam program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio," kata BPOM dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (3/8).
BPOM mengklaim vaksin ini juga telah memenuhi standar prequalification (PQ) WHO dalam hal mutu, keamanan, dan efektivitas, termasuk memenuhi standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB).
"Saat ini, vaksin nOPV2 produksi PT Bio Farma merupakan satu-satunya vaksin nOPV2 di dunia dan telah digunakan di banyak negara," jelasnya dilansir dari CNN Indonesia.
BPOM bersama Kementerian Kesehatan, dan Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (Komnas PP KIPI) mengaku terus memantau keamanan vaksin yang digunakan di Indonesia dan menindaklanjuti setiap isu KIPI.
"BPOM mengimbau kepada masyarakat untuk melaporkan efek samping yang timbul setelah penggunaan vaksin dalam program imunisasi kepada tenaga kesehatan sebagai bagian dari pemantauan farmakovigilans," ucap dia.
Selain mengklarifikasi isu tersebut. BPOM juga menegaskan tidak ada dokumen yang bocor mengenai vaksin tersebut.
Hal itu diungkapkan BPOm untuk membantah informasi tentang dokumen rahasia BPOM bocor, yang dimuat dalam pemberitaan pada portal informasi Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN).
"Informasi yang tidak benar. Tautan dokumen yang dicantumkan dalam pemberitaan tersebut merupakan informasi publik yang dapat diakses masyarakat dan bukan merupakan dokumen rahasia sehingga tidak terjadi kebocoran dokumen rahasia," ujarnya.
Sebelumnya, diisukan dokumen rahasia BPOM terkait vaksin polio bocor. Dalam dokumen itu, disebutkan sejumlah efek samping dari vaksinasi polio.
Dalam dokumen itu disebut-sebut berdasarkan studi klinik M4a menunjukkan 40% subyek mengalami severe adverse events (SAE) seperti peningkatan kadar kreatinin fosfokinase darah, peningkatan aspartate aminotransferase, dan sakit kepala.
Studi M4 juga dikatakan telah mengungkapan bahwa kelompok yang menerima vaksin nOPV2 melaporkan efek samping yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol historis Sabin OPV, seperti sakit kepala, kelelahan, diare, dan nyeri perut.
Komentar