Nawaitu Redaksi

Menguak Agenda Tersembunyi Dibalik Pro Kontra Pansus Haji

Sabtu, 03/08/2024 12:10 WIB
Sejumlah jamaah melakukan ibadah haji di Mekah. Foto: Kemenag

Sejumlah jamaah melakukan ibadah haji di Mekah. Foto: Kemenag

Jakarta, law-justice.co - Seperti diketahui, DPR RI dalam sidang paripurna ke-21 masa persidangan V, Selasa, 9 Juli 2024 yang lalu, telah menyetujui pembentukan panitia khusus angket pengawasan haji atau pansus haji. Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar mengetok palu tanda setuju pembentukan Pansus Haji setelah menanyakan ke peserta sidang yang dihadiri oleh 9 fraksi di DPR RI.

Perwakilan anggota DPR pengusul hak angket pengawasan haji, Selly Andriany Gantina, menjelaskan sedikitnya 3 alasan mengapa DPR pada akhirnya menyetujui pembentukan Pansus Haji. Pertama, soal pembagian dan penetapan kuota haji tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi tidak sesuai dengan UU No.8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

Kedua, ada indikasi penyalahgunaan kuota haji. Ketiga, pelayanan jemaah haji Indonesia di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) seperti tenda yang tidak sesuai dengan daya tampung, fasilitas kamar mandi tidak layak, padahal biaya tambahan sudah dilakukan untuk katering, pemondokan dan transportasi.

Pembentukan Pansus haji telah menuai pro kontra. Ada yang setuju ada juga yang menolaknya. Seperti apa  kira kira pro kontra -nya ?. Benarkah ada agenda tersembunyi dibalik pembentukan Pansus Haji kali ini ?. Karena sarat kontroversi apakah sebaiknya kerja kerja Pansus segera diakhiri ?

Menuai Pro -Kontra

Penyelenggaraan haji 2024 memicu banyak perdebatan, terutama setelah DPR membentuk Pansus Haji. Keputusan ini menuai berbagai pendapat pro dan kontra. Mari kita simak argumen dari kedua belah pihak yang pro maupun yang kontra.

Terhadap mereka yang sepakat dibentuk Pansus Haji menyampaikan argumentasi dimana diantaranya adalah sebagai berikut :

Pertama, Demi untuk Perbaikan dan Transparansi. Pendukung Pansus haji  berharap kebijakan Kementerian Agama terkait kuota haji dapat dikoreksi dan potensi pelanggaran undang-undang bisa diselidiki. Mereka ingin memastikan hak-hak jamaah haji terpenuhi dan tidak ada diskriminasi dalam prosesnya. Adanya Pansus Haji penting penting untuk mengevaluasi pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus yang dinilai melanggar undang-undang. Diduga ada pelanggaran terhadap Undang-Undang Penyelenggaraan Haji yaitu mengenai pengalihan kuota yang seharusnya menjadi kuota haji reguler, namun dialihkan ke kuota haji khusus.

Kedua, Sebagai bagian Pelaksanaan  Fungsi Check and Balances DPR. Pembentukan Pansus haji dilihat sebagai bagian dari tugas DPR dalam mengawasi kinerja pemerintah. Ini dianggap penting untuk memastikan pemerintah bertindak sesuai aturan dan tidak menyalahgunakan kuota tambahan haji. Pendukung Pansus Haji  percaya bahwa Pansus akan membantu menjalankan fungsi check and balances yang efektif.

Ketiga, Untuk mencegah atau mengurangi  kesalahan manajemen pelaksanaan haji yang selalu terulang setiap tahunnya. Dengan adanya Pansus Haji diharapkan ke depan akan adanya peningkatan pelayanan haji tentunya jika pansus bisa menjalankan tugasnya dengan sebaik baiknya. Jangan sampai kesalahan kesalahan yang selama ini terjadi terulang kembali ke depannya. Potensi kesalahan akan selalu berulang karena fungsi pengawasan dari lembaga terkait dalam hal ini kurang optimal dijalankan.Adanya Pansus Haji salah satunya adalah untuk meminimalkan kemungkinan ini terjadi lagi nantinya.

Sementara itu mereka yang kontra atau menentang pembentukan Pansus haji juga menyampaikan argumentasinya diantaranya :

Pertama, Karena diragukan efektifitasnya. Karena Pansus Haji di bentuk di ujung berakhirnya masa jabatan DPR yang sebentar lagi akan tiba. Waktu yang terbatas hanya 60 hari kerja dikuatirkan tidak akan bisa maksimal hasilnya. Mengapa tidak diselesaikan melaui rapat kerja atau Panja saja sehingga lebih simpel kerjanya.

Kedua,  Dinilai Prematur dan Kurangnya Bukti: Penentang juga mengkritik bahwa pengawasan DPR selama ini kurang komprehensif. Mereka percaya bahwa pengawasan seharusnya dilakukan sebelum puncak haji, bukan setelahnya, untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai penyelenggaraan haji. Kritik ini menunjukkan bahwa Pansus dianggap kurang efektif dan hanya akan mengulangi masalah yang sama di masa yang akan datang

Ketiga, Pelaksanaan Ibadah Haji 2024 relatif telah berjalan lancar tanpa kendala berarti. Dibawah kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut/Gusmen),berbagai inovasi (fast track, murur, smartcard) dan skema layanan prima telah dilakukannya. Berbagai tragedi yang kerap dialami dalam penyelenggaran haji di tahun-tahun sebelumnya juga dapat dihindari. Angka kematian jamaah haji asal Indonesia juga turun 40 persen dibanding tahun sebelumnya. Tagline Haji Ramah Lansia dipertahankan secara konsisten dan diterapkan di lapangan secara faktual melalui tangan-tangan terampil petugas haji. Sehingga tidak sepantasnya di bentuk Pansus haji karena relevansinya dianggap tidak ada lagi.

Ke empat, Pembentukan Pansus Haji hanya dijadikan alasan untuk kepentingan pihak tertentu. Seperti dinyatkaan oleh Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya yang menuding urusan Pansus Angket Haji 2024 adalah untuk menyerang PBNU. Dia mengatakan keputusan pembentukan Pansus Angket Haji DPR perihal pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji 2024 memiliki keterkaitan dengan posisi adiknya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, serta masalah lain yang sebetulnya tidak terkait dengan ibadah haji.

Ke lima, Pansus Haji dinilai sebagai alat pengalihan isu saja. Mereka yang tidak setuju pansus haji juga beralasan karena adanya pansus dimaksudkan hanya untuk mengubur capaian keberhasilan penyelenggaraan haji di tahun 2024 serta untuk mengalihkan perhatian orang pada pembentukan Pansus lain yang lebih urgen misalnya Pansus Judi Online atau Pansus perlindungan data pribadi atau Pansus Pinjol yang bersifat mendesak dan sangat erat dengan urusan rakyat kecil

Ke enam, Pembentukan pansus haji dinilai sebagai suatu keanehan. Karena belum banyak catatan dalam sejarah tata kelola kenegaraan, urusan ibadah didekati lewat salah satu alat kelengkapan lembaga legislatif, yaitu penggunaan hak angket dengan membentuk Pansus.

Sejumlah pembangunan rumah ibadah yang sering menimbulkan ketegangan, belum pernah diselesaikan lewat hak angket atau Pansus. Demikian juga kasus keagamaan lain.Bahkan, perbedaan penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal, yang membelah secara diametral posisi pemerintah dengan umat Islam, tidak pernah menggerakkan hati para anggota dewan untuk menggunakan hak bertanya atau penyelidikannya.

Bahkan dalam kasus penetapan angka minimum zakat fitrah pun, para pihak menyerahkan kepada otoritas pranata sosial keagamaan menyelesaikannya. Ketika pecah konflik komunal di Ambon beberapa tahun lalu, juga tak ada hak angket untuk menyoal UU Keamanan, misalnya, dan kerja pemerintah saat itu.

Demikian juga saat terjadi peristiwa Haratul Lisan alias tragedi Terowongan Mina, 1990, sejumlah jemaah haji asal Indonesia jadi korban, dan terbesar dibanding negara lain. Tapi tak ada Pansus Haji saat itu.

Peristiwa lain tragedi jatuhnya crane atau derek di Masjidil Haram, Makkah, menewaskan sekitar 108 jemaah haji - termasuk 12 jemaah Indonesia. Peristiwa itu terjadi pada Jumat, 11 September 2015 saat hujan badai terjadi. Selain yang mati syahid, tak kurang 248 jemaah haji mengalami luka-luka. Menag saat itu, Lukman Hakim Saifuddin tidak dipansus. Oleh karena itu adanya pansus haji kali ini dinilai sebagai sebuah keanehan.

Ada Agenda Tersembunyi ?

Pansus Haji menggelinding kencang dengan cepatnya. Bahkan disaat DPR reses, mereka sebenarnya ingin tetap melaksanakan sidang di Gedung Senayan, Jakarta. Pansus ini getol diperjuangkan oleh Cak Imin yang sekarang menduduki jabatan sebagai wakil Ketua DPR.

Cak Imin memang bukan sembarangan, di balik isu panas seputar Pansus Haji ini. Selain labelnya sebagai ketua tim pengawas haji DPR, Cak Imin adalah penggerak utama, bahkan bisa dimafhumi inisiator atas lahirnya Pansus haji.

Sebagai aktor sentral, wajar jika Cak Imin sebegitu ngotot plus memiliki target besar. Sejak tanggal 17 Juli 2024 yang lalu,  Ketua Umum PKB ini bahkan mangajak para anggota Pansus Haji yang terdiri dari delapan fraksi langsung gaspol dengan menyusun peta jalan (road map). Bagi Cak Imin, Pansus harus tetap bisa aktif meski masa reses telah mulai 12 Juli lalu dan baru rampung 15 Agustus mendatang.

Strategi Cak Imin ini pun diamini para anggota pansus seperti Wisnu Wijaya dari Fraksi PKS. Sesuai Peraturan DPR tentang Tata Tertib di Pasal 189, masa kerja pansus dibatasi 60 hari. Meski tergolong mepet, para penggerak pansus itu optimistis masa dua bulan cukup untuk bekerja.

 Lantas apa target utama dibuatnya Pansus Haji hingga para anggota DPR melakukan hal tak lazim, sehingga sampai merencanakan  untuk ngantor disaat reses meskipun akhirnya urung dilakoni ?. Ditilik dari cara kerjanya yang seolah kejar tayang ini, sangat mungkin dugaan penyimpangan penyelenggaran haji di bawah komando Kementerian Agama dinilai sangat gawat dan harus segera dicarikan solusinya. Pembahasannyapun  terkesan begitu  mendesak  meski pemulangan seluruh jemaah haji Indonesia baru benar-benar berakhir pada 23 Juli yang lalu.

Gerak cepat kerja Pansus haji yang seolah oleh dikejar target itu tak urung memunculkan kecurigaan adanya misi tersembunyi yang ingin dicapainya. Ada dugaan syahwat besar Cak Imin yang berniat menjadi Ketua Umum PBNU pada 2027 mendatang dengan cara memenggal kekuasaan Menag Yaqut. Bahkan muncul pula dugaan target Cak Imin yang ingin memasukkan kader pilihannya untuk mengisi kursi menteri agama di masa pemerintahan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka

Dengan mengusung Pansus, meski diyakini sejak awal musykil untuk tuntas, namun setidaknya telah berhasil menggerus prestasi dan kredibilitas Menag Yaqut. Jika sinyalemen ‘menggergaji’ menteri di ujung tugas itu benar, fenomena tersebut hampir mirip ketika Pansus Haji digulirkan di era Menag Maftuh Basyuni tahun 2009 yang lalu.

Kala itu, Maftuh diserang dengan pembentukan Panitia Angket untuk mengevaluasi dugaan pelanggaran penyelenggaran haji 2006 (kasus kelaparan) dan 2008 (kasus transportasi dan pemondokan). Ujungnya, Maftuh tak di-reshuflle, namun tak yang bersangkutan tidak dipakai lagi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di periode berikutnya.

Di luar soal isu kursi dan motif pribadi, ada pula dugaan Pansus Haji ini sekadar alat untuk menekan pihak tertentu untuk tujuan mendapatkan uang . Pengusung kelompok ini adalah mereka-mereka yang gagal terpilih lagi menjadi anggota DPR pada periode 2024-2029.

Mereka ini sejatinya tidak  terlalu peduli dengan isi dan misi pansus. Bagi kelompok ini, yang terpenting adalah Pansus bisa memberikan keuntungan finansial bagi mereka di ujung masa jabatannya yang sebentar lagi akan berakhir. Apakah fenomena ini yang menjadi misi tersembunyi dibalik pro kontra pansus haji yang saat ini sedang bergulir di DPR RI ?.

Mengkaji Kerja Pansus

Pansus sebenarnya bukan hal aneh karena ia merupakan instrument yang dimiliki oleh DPR dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap eksekutif termasuk kementerian agama. Merujuk regulasinya, pansus menjadi hak DPR untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang atau kebijakan eksekutif yang dianggap keliru.

 Sistem kontrol ini menjadi keniscayaan dalam negara demokrasi, terutama untuk mewujudkan keadilan bersama. Dibentuknya Pansus haji oleh DPR karena wakil rakyat menganggap ada sederet masalah krusial dalam penyelengaraan haji tahun ini. Di antara yang paling merugikan jemaah haji adalah soal alokasi kuota tambahan 20.000 dari Arab Saudi, sempitnya tempat tidur di Mina, layanan katering hingga kebijakan visa ziarah yang membuat banyak jemaah umrah belum kembali ke Indonesia.

Bahkan sebagian kalangan DPR mensinyalir, ada praktik korupsi di balik kebijakan Kemenag yang memberikan separuh kuota tambahan kepada jemaah haji khusus. Sebab merujuk pasal 64 UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, jatah jemaah haji khusus hanya dipatok 8%. Atas dugaan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun telah menggaransi siap mendampingi kerja-kerja penyelidikan pansus jika diminta.

Oleh karena itu terlepas dari pro kontra yang terjadi serta adanya kemungkinan misi tersembunyi yang diusung oleh pihak pihak tertentu , bagaimana keberadaan Pansus Haji perlu di dukung jika wakil wakil rakyat itu serius untuk mengungkap adanya penyimpangan dalam pelaksanaan haji.

Karena kepentingan publik dalam hal ini adalah bagaiman manajemen pelaksanaan haji bisa dijalankan secara transparan tanpa adanya penyimpangan penyimpangan sebagaimana yang di duga terjadi selama penyelenggaraan ibadah haji.Dalam konteks demokrasi, fenomena ini adalah bagian dari proses yang harus dilalui sebagai upaya untuk menjernihkan masalah penyelenggaraan haji sebagaimana yang sering diduga terjadi selama ini

Dengan demikian tidak perlu juga kemudian muncul dugaan dugaan yang aneh aneh seperti kecurigaan dari Ketua PBNU yang menilai bahwa Pansus haji dibentuk karena adanya masalah pribadi. Yaitu masalah pribadi antara dirinya dengan Muhaimin Iskandar Ketua PKB  yang getol memperjuangkan Pansus Haji.Prinispnya kalau memang merasa bersih mengapa harus risih ?

Perlu diingat bahwa PKB bukan fraksi yang memiliki jumlah kursi moyoritas di DPR. Rasanya sangat mustahil bila PKB bisa mempengaruhi seluruh fraksi hanya demi membalaskan dendam pribadi Gus Imin terhadap Ketua PBNU atau Menteri Agama yang merupakan adiknya. Mencurigai pembentukan Pansus Haji sebagai misi pribadi tentunya akan bermakna meremehkan semua fraksi DPR RI yang mengusulkan, dan menyetujui Pansus Haji.

 Publik sangat menunggu Pansus Haji ini berjalan dengan transparan dan optimal sehingga jelas hasilnya. Sebagai sebuah lembaga yang mempunyai kewenangan menyelidiki dan mengawasi, sudah seharusnya Pansus Haji tetap mengedepankan cara-cara yang bijak bestari. Hindari pola-pola penggiringan opini, termasuk menghakimi pihak lain yang hanya berdasarkan asumsi.

Karena sejatinya lewat Pansus Haji ini, sesungguhnya para anggota DPR justru tengah diuji. Benarkah pengawasan yang berujung temuan temuan sudah murni berangkat dari hati nurani plus berbasis data lapangan seperti dengan datang, melihat, bertanya dan meresapi benar-benar apa yang sedang terjadi ?.  Benarkah isu penyalahgunaan kuota haji sebagaimana yang di duga terjadi selama ini telah didapatkan berdasarkan data yang valid sesuai fakta dan saksi ?

Yang jelas kehadiran Pansus Haji terlepas dari pro kontra dan dan adanya misi pribadi, perlu dilanjutkan dengan lebih memfokuskan diri pada penyelesaian yang sifatnya substansi. DPR sebaiknya melepaskan diri dari muatan politik dan focus ke substansi seperti  masalah krusial yang selama ini terjadi termasuk isu-isu yang dihadapi oleh penyelenggaraan haji dari tahun ke tahun yang tak kunjung usai.

Bagaimanapun DPR telah dibekali perangkat oleh Undang Undang dimana salah satunya adalah hak angket penyelidikan ataupun Pansus untuk menilai kinerja eksekutif termasuk Kementerian Agama dalam penyelenggaraan manajemen haji. Oleh karena itu sudah sepantasnya kalau perangkat pengawasan itu dimanfaatkan oleh wakil rakyat dengan sebaik baiknya supaya tidak terbengkalai. Karena kalau DPR punya kewenangan tapi  tidak dipakai maka hal ini menjadi indikasi kalau DPR memang sedang letoy atau tak ada nyali !!.

 

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar