Kepsek Rekrut Guru Honorer Tak Sesuai Aturan, Heru Tak Beri Sanksi
Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono (Tribun)
Jakarta, law-justice.co - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono menyatakan bahwa tidak akan menjatuhkan sanksi kepada kepala-kepala sekolah yang merekrut guru honorer tidak sesuai aturan sejak 2017.
Hal itu disampaikan Heru usai menghadiri pertemuan dengan kepala sekolah se-Jakarta di Jakarta International Velodrome, Jakarta Timur, Minggu (21/7).
"Gini-gini, kita bicara ke depan. Yang sudah terjadi ya sudah, itu kan kita harus bijak. Bijaknya kenapa? Ini kan hak asasi orang, dia perlu bekerja. Kalau sudah dia jadi guru, dia sudah punya anak, ya sudah setop," ujar Heru.
Heru mengaku dirinya tidak bicara perihal perekrutan guru dari 2017. Ia mengatakan yang jelas saat ini adalah menyelesaikan yang terbaik untuk ke depannya.
"Toh 4 ribu ini sudah menjadi guru kan. Prosesnya saya tidak ingin tahu bagaimana-bagaimana. Inilah yang kita perbaiki, kita berikan haknya mereka," kata Heru.
Rekomendasi data dapodik untuk 4 ribu guru honorer
Terdapat beberapa hal yang disampaikan Heru pada pertemuan dua ribu kepala sekolah se-Jakarta itu. Salah satunya terkait rekomendasi data dapodik untuk 4 ribu honorer.
"Sampaikan kepada guru bahwa 4.000 itu kita akan proses untuk direkomendasikan dapodik. Namun, data itu harus ada cut off date-nya," jelas Heru.
Dia menyebut para kepala sekolah telah sepakat bahwa tenggat waktu untuk cut off date-nya adalah Desember 2023. Adapun data 4 ribu guru honorer itu merupakan jumlah guru yang direkrut dari 2017 hingga Desember 2023.
Sebelumnya, Dinas Pendidikan DKI Jakarta membantah telah memecat ratusan guru honorer secara sepihak. Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Budi Awaluddin mengatakan pihaknya sedang melakukan penataan guru honorer.
"Jadi, bukan dipecat. Kami melakukan penataan dan penertiban dalam rangka agar para guru itu benar-benar tertib," tutur Budi di Balai Kota DKI, Rabu (17/7).
Budi mengatakan para guru honorer diangkat oleh kepala sekolah tanpa melalui proses seleksi yang jelas. Mereka digaji menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Padahal, lanjut Budi, Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah melarang satuan pendidikan untuk menerima guru honorer sejak 2017 lalu. Kendati demikian, beberapa sekolah tetap mengangkat guru honorer dan menggajinya dengan dana BOS.
Budi menjelaskan dalam Permendikbud Nomor 63 tahun 2022 disebutkan guru yang dapat diberikan honor dengan dana BOS harus memenuhi empat persyaratan. Empat syarat itu adalah berstatus bukan aparatur sipil negara, tercatat pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik), memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK), serta belum mendapatkan tunjangan profesi guru.
"Dari keempat tersebut ada dua yang tidak dimiliki yaitu mereka tidak terdata dalam Dapodik dan mereka tidak mempunyai NUPTK," kata Budi.
"Jadi apa yang dilakukan para kepala sekolah selama ini mengangkat para guru honorer tidak sepengetahuan dari Dinas Pendidikan dan tidak sesuai dengan kebutuhan, pengangkatannya tidak di-publish, dan pengangkatannya subjektivitas," imbuh dia.
Di sisi lain, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengungkapkan banyak guru honorer yang dipecat sepihak padahal mereka tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan mengantongi Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).
Hal itu membantah pernyataan Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang menyebut pemecatan dilakukan pada guru honorer yang tidak terdaftar di Dapodik dan tidak mengantongi NUPTK.
"Dinas Pendidikan ber-statement bahwa mereka menghitung ada 400 guru yang terdampak cleansing. Bahkan mengatakan bahwa yang terdampak itu hanya yang tidak punya NUPTK, tidak punya Dapodik," kata Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri dalam konferensi pers di kantor LBH Jakarta, Rabu (17/7).
"Padahal dari 107 laporan yang masuk ke P2G, 76 persen lebih dari setengahnya itu mengaku sudah memiliki dapodik. Jadi sekali lagi itu adalah kebohongan publik," imbuhnya.
Komentar