Nawaitu Redaksi
Menelisik Parade "Karma" yang Kini Dipanen Rejim Penguasa

Ekonomi Makin Hancur, Rejim Pencitraan Hanya Bisa Utang dan Cari Kambing Hitam. (agt).
Jakarta, law-justice.co - Berangkat dari pencitraaan Jokowi sebagai sosok yang sederhana dengan kemeja putih yang dilipat di ujungnya, blusukan ke pasar-pasar rakyat, masuk gorong gorong dengan muka ndeso dan bicara teramat sederhana, telah menyihir (menipu) hampir seluruh rakyat Indonesia.
Penampilannya telah menghiptonis masyarakat mulai para jenderal, tokoh masyarakat, dan sebagian tokoh agama. Termasuk masyarakat terpelajar dari dunia kampus (walaupun pada akhirnya para guru besar menyesal karena merasa telah tertipu olehnya).
Bagaimanapun dengan segala ikhtiar politiknya, Jokowi telah berhasil menjadi orang pertama Indonesia dan memimpin negara ini hingga dua periode kekuasaannya. Selama dua periode berkuasa, dugaan pelanggaran-pelanggaran berat telah mewarnai perjalanan pemerintahannya. Mulai pelanggaran HAM, pelanggaran terhadap Undang Undang-konstitusi, pelanggaran moral dan etika, maraknya korupsi dan nepotisme, mencederai demokrasi, mengkhianati reformasi hingga utang yang terus membengkak sampai dengan dugaan pemilu curang yang telah mengantarkan anaknya menjadi orang kedua di Indonesia.
Semua bentuk “kejahatan” yang telah dilakukan itu perlahan-lahan telah melahirkan karma baginya. Karma itu nampaknya akan semakin nyata nanti setelah tidak lagi berkuasa yaitu ketika tidak lagi menjadi presiden Republik Indonesia. Saat ini saja, karma itu sudah muncul sebagai buah dari segala kebijakan dan laku politik yang merugikan rakyatnya.
Apa itu “karma” yang saat ini diduga sudah mulai dipanen oleh penguasa ?. Seperti apa pula contoh contoh karma yang berlangsung selama dua periode pemerintahan yang sekarang berkuasa ?
Fenomena Karma
Kata `Karma` secara harfiah merupakan bahasa sansekerta yang berarti perbuatan dan hasil yang akan di dapat dari perbuatan tersebut dinamakan karmaphala, sementara akibat yang ditimbulkan dari perbuatan disebut karma vipaka. Karma adalah konsep yang digunakan di kepercayaan Hindu dan Budha
Ketika seseorang berbuat entah itu perbuatan baik atau buruk, dipercaya akan ada imbasnya. Seperti kata pepatah, apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai nantinya. Sebagian orang berbuat baik karena dia tahu, timbal baliknya bahwa sesuatu kebaikan juga akan datang padanya meskipun tidak diketahui kapan datangnya. Sebaliknya ketika orang berbuat jahat, maupun menzalimi orang lain, pada saatnya kelak dia merasakan juga akibatnya. Ini menjadi sumber kata-kata fenomenal bahwa :" Karma itu nyata" adanya.
Ada dua jenis karma, karma baik dan karma buruk. Karma baik adalah hasil dari perbuatan baik. Itu terjadi jika perbuatan kita menyebabkan kebahagiaan orang lain, konstruktif, positif, dan baik. Karma buruk adalah imbas dari kejahatan yang disengaja.
Jika tindakan kita mengakibatkan rasa sakit dan penderitaan orang lain cukup lama, tindakan tersebut dianggap negatif, tidak baik, atau merusak (destruktif). Tindakan sekecil apapun bisa berdampak membuat orang lain bahagia atau sedih, bahkan mengubah hidup mereka.
Jika dilihat dari Istilahnya, agama Islam tidak mengenal yang namanya karma. Tetapi ajaran Islam menyepakati jika tingkah laku buruk akan mengakibatkan sebuah keburukan juga. Sehingga umat muslim diwajibkan untuk senantiasa berbuat baik kepada sesama.
Dalam Islam, tidak mengenal karma. Tapi ada namanya hukum dzarrah. Sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan akan ada pahalanya, begitu juga sekecil apapun perbuatan buruk yang kita lakukan, akan berimbas pada dosa.
Kesimpulan "Hati-hati dengan Karma, karena karma itu nyata. Karma bisa dibayar tunai", dan lain sebagainya adalah narasi media yang disematkan untuk mendukung adanya karma. Banyak kejadian di dunia ini bahkan yang tidak ada sebab-akibat namun dikaitkan dengan karma.
Terminologi karma memang sudah tidak ekslusif untuk kepercayaan tertentu, karena diluar itupun ada orang yang mempercayainya nya. Yang perlu kita pahami, sepantasnya kita berbuat baik dengan dunia dan masyarakat bukan karena kita mengharapkan balasan, tapi itu adalah panggilan jiwa kita.
Karma Bagi Rejim Penguasa
Terkait dengan karma yang kini sedang menimpa penguasa, menarik tulisan yang dimuat di https://freedomnews.id/freedomnews/opini/ tanggal 15 Januari 2024. Artikel opini yang ditulis oleh Sutoyo Abdi itu menceritakan lakon meditasi yang dilakukan oleh seorang abdi dalem Keraton Solo di Panggung Sanggabuwana.
Di tempat itulah seorang abdi dalem berinisial D (karena tidak mau disebut namanya) sebagai salah satu yang menerima tugas ikut mengawal, mengawasi, dan menjaga kraton tersebut, secara rutin melakukan meditasi pada hari-hari yang sudah ditentukan jadwalnya.
Diceritakan, pada sepertiga malam dalam meditasinya datanglah sosok yang mengaku Suharto (mantan presiden RI kedua) memberi tahu bahwa "Jokowi akan menerima "karmanya" karena akibat dalam mengelola negara telah keluar dari pakem seorang Raja Adil yang harus menciptakan keadilan, ketenangan, kerukunan, dan kemakmuran rakyatnya.
Diyakini yang menemuinya bukan Suharto yang telah meninggal dunia tetapi "Jin Qorin-nya" (entitas gaib yang merupakan bayangan tidak terlihat dari manusia yang didampinginya). Qorin dipercaya memiliki wujud, sifat, kepribadian, dan bahkan hobi serupa dengan manusia yang menjadi objeknya.
Kejadian tersebut cukup lama dirahasiakan karena kebenarannya hanya milik Allah SWT, dan karena tidak ingin info tersebut menjadi polemik di masyarakat yang harus tetap tenang dalam kehidupannya.Sekiranya info itu benar juga menjadi tanggung jawab Jokowi sendiri untuk menerima akibatnya saat akan mengakhiri jabatannya. Memang sangat terasa perilakunya keluar dan menyimpang pakem seorang raja yang adil mengayomi rakyatnya.Justru yang lebih kuat hanya ingin mempertahankan kekuasaannya dengan kekuatan dinastinya.
Karma yang terjadi pada pemerintah yang sekarang berkuasa, konon telah menampakkan tanda tandanya, diantaranya :
Pertama, Tragedi Penembakan Terhadap Jhosua Hutabarat. Kasus yang sempat menghebohkan dunia penegakan hukum di Indonesia melibatkan pentolan perwira tinggi polisi , Irjend. Ferdy Sambo namanya. Ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka penembak ajudannya.
Banyak yang menilai, munculnya kasus penembakan terhadap Brigader Jhosua di rumah Sambo merupakan buah dari karma yang terjadi karena peristiwa sebelumnya yaitu penembakan laskar FPI di Km. 50 dimana Sambo diduga adalah salah satu operatornya.
Habib Rizieq bahkan dengan tegas menyebut Allah telah membuka identitas pelaku penembakan 6 laskar FPI di KM 50 Jalan Tol Jakarta-Cikampek tahun 2020 silam melalui peristiwa yang menurutnya hampir mirip atau serupa, yakni pembunuhan terhadap Brigadir Jhosua.
"Serupa cara menghilangkan buktinya, membungkam saksinya, serupa cara-cara bohongnya, serupa cara-cara yaitu merekayasa dongeng kasusnya, Subhanallah," tuturnya."Jadi kalau kita yang melakukan pembalasan, belum tentu seindah itu, gak bakal mampu sehebat itu. Tapi kalau Allah SWT yang sudah melakukan pembalasan, kita akan lihat berapa banyak keajaiban yang akan terjadi," pungkasnya seperti dikutip media.
Kedua, Ketua KPU Hasyim Asy`ari Diberhentikan!. Seperti diberitakan media, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menjatuhkan putusan etik berupa sanksi pemberhentian tetap kepada Ketua KPU Hasyim Asy`ari. Hasyim terbukti bersalah dalam perkara tindak asusila terhadap salah seorang PPLN untuk wilayah Eropa.
Rentetan pelanggaran yang dilakukan oleh Hasyim yang berujung pada pemecatannya berpengaruh terhadap citra dan kredibilitas KPU selaku lembaga penyelenggara pemilu. Keputusan pemberhentian pucuk pimpinan KPU, merupakan keputusan yang sangat sensitif dan baru pertama kali terjadi di dalam sejarah KPU di Indonesia
Pada akhirnya publik akan mempertanyakan legitimasi hasil pemilu yang dilakukan oleh KPU beserta jajarannya. Meskipun, dalam beberapa kasus, kasus pelanggaran yang dilakukan oleh Hasyim dilakukan secara personal tapi berpengaruh pada kelembagaan KPU secara lembaga.
Publik akhirnya akan mengaitkan produk pemilu dengan integritas penyelenggara pemilunya. Hal ini menjadi sesuatu yang tidak terhindarkan bahwa proses pemilu diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu yang anggotanya tidak berintegritas alias banyak cacatnya.
Logikanya, bagaimana mungkin sapu kotor itu bisa menghasilkan hasil pemilu yang bersih, pasti akan kotor juga. Kalau penyelenggaranya busuk, penyelenggaranya kotor, otomatis hasil-hasil atau kerja-kerja yang dihasilkan juga akan menjadi pertanyaan bagi publik karena kemungkinan besar hasilnya akan kotor juga.Publik tentu akan semakin hilang kepercayaan atas ulah yang dilakukan oleh ketua KPU, baik itu terhadap pelaksanaan pemilu maupun hasilnya.
Pemecatan terhadap Ketua KPU, bisa jadi merupakan karma yang terjadi sebagai akibat proses pemilihan Komisioner KPU melalui Fit and proper test yang hanya sebatas prosedural belaka. Seperti diketahui, sebelum terpilih, para calon anggota KPU lebih dulu menjalani uji kelayakan dan kepatutan alias fit and proper test di di DPR yaitu Komisi II.
Saat itu kalangan LSM dan aktifis yang mengingatkan terkait transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilihan anggota KPU. Termasuk, soal pengecekan terhadap rekam jejak para calon untuk menilai integritasnya.
Saat itu banyak disorot uji kelayakan dan kepatutan anggota KPU yang dilakukan di DPR yang dicurigai sarat dengan potensi terjadinya transaksi kepentingan, termasuk politik yang menguntungkan penguasa. Nuansa politisasi dan sifat transaksional ketika proses pemilihan sangat terbuka disana.
Tetapi protes dan masukan yang berasal dari kalangan aktifis dan pengamat saat itu hanya dianggap sebagai angin lalu saja. Suaranya tidak pernah didengar penguasa yang merupakan kolaborasi antara DPR dan pemerintah yang memang mempunyai otoritas untuk menentukan siapa orang yang akan dipilihnya.
Oleh karena itu ketika orang yang dipilih ternyata bermasalah, bisa jadi merupakan salah satu bentuk karma yang harus diterima. Dimana dampaknya adalah publik semakin meragukan akan hasil pemilu yang telah dihasilkannya.
Ketiga, Pusat Data Nasional (PDN) Diretas Hacker. Kasus peretasan Pusat Data Nasional (PDN) saat ini telah menuai perhatian dari komunitas internasional.Media asing, turut meramaikan berita tentang peretasan Pusat Data Nasional (PDN) Indonesia oleh seorang hacker.Dalam judul beritanya, disebutkan Budi Arie sebagai Menteri Giveaway sedang menghadapi tekanan besar."Menteri `giveaway` Indonesia menghadapi tekanan yang semakin besar untuk mengundurkan diri setelah serangan siber terburuk dalam beberapa tahun terakhir," demikian judul berita CNA tersebut seperti dikutip Kilat.com Selasa, 2 Juli 2024.
Tak hanya itu dalam badan beritanya, CNA juga menyoroti adanya petisi online di Change.org yang menuntut agar Budi Arie mengundurkan diri sebagai Menkominfo di mana sudah diisi sebanyak 18 ribu tanda tangan.Adapun petisi tersebut diinisiasi oleh organisasi masyarakat sipil Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet).
Kasus peretasan memang telah membuat malu pemerimtah Indonesia di mata dunia. Yang menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia tidak becus bekerja melindungi kepentingan rakyatnya. Hal ini tentuya semakin mencoreng harga diri pemerintah Indonesia di mata dunia. Apalagi pejabat terkait yang seharusnya bertanggungjawab enggan mundur dari jabatannya.
Munculnya kasus peretasan disebut sebut sebagai bagian dari karma yang terjadi karena ulah penguasa yang diduga mengotak atik "data" suara KPU 2014, 2019 dan paling sadis Sirekap 2024 yang dikendalikan oleh operator dari mancanegara berpusat di Singapura.Sebelumnya Indonesia geger dengan kebocoran data yang diretas oleh hacker Bjorka. Otak atik data yang berbalas peretasan data.
Ke empat, Pabrik Tekstil Sritex Terancam Bangkrut. PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu raksasa tekstil di Indonesia, terancam bangkrut di tengah gempuran utang yang menumpuk. Ironisnya, emiten berkode saham SRIL ini pernah meraih kejayaan industri tekstil nasional.
Penurunan drastis kinerja Sritex dipicu oleh beberapa faktor, termasuk pandemi Covid-19 yang menghantam industri tekstil global. Persaingan ketat di pasar internasional dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga memperparah kondisi keuangan perusahaan.
Padahal Sritex sendiri merupakan salah satu contoh perusahaan tekstil yang mampu bersaing di kancah internasional. Pasalnya sejumlah produknya seperti seragam militer pernah mendapatkan orderan dari NATO.
Ada yang menyebut, bangkrutnya Sritex sebagai bagian dari karma karena pabrik itu pada kontestasi Pemilu 2024 lalu, para direksi dan karyawan Sritex kompak mendukung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
Kala itu Gibran didampingi istri Selvi Ananda mengunjungi pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex di Sukoharjo. Direksi dan ribuan karyawan antusias menyambut Gibran sejak di gerbang masuk pabriknya
Dalam kesempatan itu, Presiden Komisaris PT Sritex Iwan Setiawan mengajak Gibran menemui karyawan pabrik yang sudah berkumpul di luar ruangan. Di sini lebih spesial, karyawan PT Sritex yang berkumpul lebih banyak lagi. Panggung dengan backdrop kartun Prabowo-Gibran dan tulisan menang sekali putaran memenuhi seluruh ruangan
Kelima, Perseteruan antara Jokowi dan Megawati. Konflik Mega Jokowi di penghujung masa jabatan semakin serius. Jokowi "anak asuh" Mega sejak masih "bayi" ternyata berkhianat demi mensukseskan dinastinya. Diakui atau tidak kini PDIP menjadi musuh berat Jokowi yang masih menjadi kadernya.
Hari hari ini menjelang akhir masa jabatannya, Jokowi memang terlihat gundah gulana. Keberhasilannya mengantarkan Gibran menjadi orang kedua di Indonesia tidak menjamin keselamatan diri dan keluarganya. Bayang bayang masa kepemimpinannya akan dipersoalkan setelah ia tidak lagi berkuasa akan selalu menghantuinya.
Selain dianggap sebagai pengkhianat bangsa karena kebijakan kebijakan kontroverisalnya, Jokowi juga mendapatkan label pengkhianat dari partainya. Pasca Pilpres, nampaknya konflik antara Jokowi dengan partainya semakin meruncing saja.
Sejarah membuktikan bahwa tidak sedikit tokoh di internal PDIP yang berseberangan dengan Ketua Umum PDI-P, karier politiknya kandas di tengah jalan.Jika flashback dari perjalanan politik sejumlah kader PDI-P yang pernah berseberangan dengan Megawati seperti Roy Bb Jenis, kemudian Laksamana Sukardi, hingga Eros Djarot, perjalanan pokitiknya tidak mampu menandingi Megawati akhirnya kandas ditengah jalan
Dari sejumlah tokoh yang pernah bersitegang dengan Megawati khususnya dari kalangan internal PDI-P, tidak ada yang sukses. Meski membentuk partai sendiri, namun tidak pernah masuk parlemen. Ada yang menilai bahwa ini merupakan bentuk karma politik kader partai yang telah mengkhianati partai dan Ketua Umumnya. Lalu seperti apa kira kira bentuk karma yang akan diterima oleh Jokowi sebagai buah dari pengkhianatannya terhadap Ketua Umum partainya ?
Kalau di identifikasi dengan cara seksama, kiranya banyak peristiwa yang terjadi menjadikan bagian dari buah dari kebijakan dan ulah pemerintahan Jokowi selama berkuasa. Apa yang dipaparkan diatas hanya sekadar contohnya saja, tentu masih banyak yang lainnya.
Saat ini kalau kebetulan kita mengikuti konten-konten You Tube selama periode lima bulan terakhir, maka kita akan menemukan fakta jika Jokowi sedang memanen karmanya. Seluruh tingkatan masyarakat seakan sedang membongkar habis dan mengupas tuntas seluruh perbuatan Jokowi sejak menjadi Presiden 2014, bahkan sejak sebelumnya sampai ujung masa jabatannya.
Seakan tak ada perbuatan buruk Jokowi yang tak terungkapkan di sosial media. Bola Salju ini akan berguling terus semakin membesar, membawa serta salju-salju yang dilaluinya dan akan meledak hebat di ujung perhentiannya.
Tak akan ada yang mampu membendungnya. Bahkan mereka yang berusaha membendung akan ikut terseret sampai bola salju tersebut meledak menghancurkannya bersama Penumpang Utamanya. Waktunya akan tiba seiring dengan masa pemerintahan Jokowi yang akan segera berakhir dalam waktu yang tidak lama. Mari kita saksikan bersama.
Komentar