Ini Respons Bank Dunia Soal Niat Prabowo Pisahkan Pajak dari Kemenkeu
Bank Dunia (Foto: CIO)
Jakarta, law-justice.co - Presiden terpilih Prabowo berencana untuk membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN), yang akan menyatukan penerimaan pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak lewat satu institusi.
World Bank atau Bank Dunia menyebut pendirian badan tersebut akan membutuhkan waktu.
World Bank Lead Economist for Indonesia and Timor-Leste Habib Rab menilai, rencana ini akan tergantung dari masing-masing institusi. Meskipun ia mengakui belum mengkaji lebih lanjut rencana ini.
"Menurut saya, apa yang kami lihat adalah, Anda tahu ada permasalahan-permasalahan tertentu yang mengikat dalam pemungutan pajak. Baik permasalahan tersebut diselesaikan melalui Direktorat Jenderal Pajak yang ada atau melalui administrasi baru," ujar Rab Peluncuran Indonesia Economic Prospects 2024, Senin (24/6/2024).
Dia juga meyakini bahwa pemerintahan baru akan tetap menetapkan tingkat defisit APBN di bawah 3% dari produk domestic bruto (PDB). Lantas, rencana ini berdampak positif bagi sumber daya manusia.
"Namun semua itu sesuai dengan aturan fiskal yang berlaku saat ini. Jadi kita akan melihat rincian dengan anggaran baru segera setelah pemerintahan baru masuk," ucap Rab dilansir dari CNBC.
Dia mengatakan pihaknya mendapat banyak sinyal bahwa kebijakan itu akan diterapkan sesuai peraturan fiskal yang ada di Badan Penerimaan.
Untuk diketahui, Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memasukkan program pembentukan BPN yang diusung Prabowo Subianto selama masa kampanye Pilpres 2024. Badan itu akan memisahkan Direktorat Jenderal Pajak maupun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dari Kementerian Keuangan.
Dalam dokumen Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025, yang disusun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, BPN diberi nama sebagai Badan Otorita Penerimaan Negara. Badan itu dibentuk untuk meningkatkan rasio penerimaan perpajakan menjadi sebesar 10-12% terhadap PDB 2025.
Komentar