Pengamat Sebut Pilkada 2024 Bakal Langgengkan Dinasti Politik

Minggu, 23/06/2024 17:43 WIB
Dinasti Politik Jokowi. (www.democrazy.id).

Dinasti Politik Jokowi. (www.democrazy.id).

Jakarta, law-justice.co - Kontestasi Pilkada 2024 diduga kuat bakal menjadi pintu masuk bagi berkembangnya nepotisme dan dinasti politik. Pendapat dari Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti ini merujuk dari peristiwa politik-hukum yang terjadi dalam Pilpres 2024. Ditambah, sederet isu soal pengusungan keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilkada, seperti Bobby Nasution di Pilkada Sumut dan Kaesang Pangarep.  

Menurut Ray, manuver politik belakangan ini menunjukkan ada daerah-daerah tertentu di Pilkada 2024 yang dikapling oleh dinasti. “Dengan begitu nanti keluarga tertentu saja yang memerintah di daerah-daerah tertentu secara terus-menerus. Jadi, apakah Pemilu dan Pilkada 2024 sekadar untuk melegalisasi nepotisme?” ujar Ray dalam keterangannya, dikutip Minggu (23/6/2024).

Ia mengatakan pengusungan putra Jokowi, Kaesang Pangarep di ajang Pilkada 2024 bisa terealisasi melalui instrumen kekuasaan yang mengerahkan institusi negara. Seperti realitas politik di Pilpres, yang menghalalkan segala cara untuk kepentingan dinasti politik, Ray bilang realitas yang sama bakal terjadi di Pilkada. Dia bilang bahwa Pemilu 2024 merupakan Pemilu terburuk sepanjang sejarah Reformasi, baik dari sisi substantif maupun teknis.

Ray meyakini politisasi bantuan sosial hingga politik uang, yang dianggap tak terbukti secara hukum oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kembali terjadi di proses Pilkada 2024. “Karena sampai kapan pun tidak akan terbukti karena memang buktinya tak konkret, tak berbentuk fisik,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyebut Jokowi bakal mempengaruhi jalannya Pilkada 2024. Meski begitu, peranan Jokowi tidak akan terlalu siginifikan seperti dalam Pemilu 2024. Hal ini wajar terjadi, mengingat Jokowi akan lengser pada Oktober 2024, sementara gelaran pilkada berlangsung pada November.

Adi menganalisa, hal ini dapat membuat preferensi politik pemilih bisa berubah total. Figur sentral nantinya bukan lagi Jokowi melainkan Prabowo. "Per Tanggal 20 Oktober suksesi kepemimpinan berubah. Prabowo yang dilantik jadi presiden. Sementara tanggal pencoblosan pilkada serentak itu 27 November. Itu artinya, sebulan jelang pilkada preferensi politik pemilih bisa berubah total dan yang jadi figur sentral adalah Prabowo Subianto di pilkada, bukan lagi Jokowi," kata Adi, dikutip Minggu.

Menurutnya, pemilih nantinya akan condong pada calon yang terasosiasi oleh Prabowo. Sehingga menurut Adi, Prabowo effect justru yang akan lebih dominan. "Bisa dibuktikan, seminggu atau dua minggu setelah Prabowo dilantik, saya meyakini pemilih akan condong akan memilih calon yang terasosiasi atau didukung ke Prabowo. Jadi, saat pencoblosan pilkada justru Prabowo effect yang lebih dominan," tuturnya.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar