Warga AS Mulai Ketakutan! Gempa 9R - Tsunami Mengancam, Ini Lokasinya

Senin, 17/06/2024 19:10 WIB
Ilustrasi Gempa Bumi (pixabay)

Ilustrasi Gempa Bumi (pixabay)

Jakarta, law-justice.co - Pada ilmuwan memperingatkan ada ancaman gempa bumi berskala besar mengancam wilayah di Amerika Serikat. Disebutkan, gempa bumi dan tsunami yang dahsyat tidak bisa dihindari di pesisir Pacific Northwest.

Disebutkan, ilmuwan mengetahui adanya patahan sepanjang 700 mil yang disebut Zona Subduksi Cascadia, 100 mil di lepas pantai California Utara yang membentang ke utara hingga Pulau Vancouver, dapat memicu gempa berkekuatan 9,0 skala Richter yang diikuti oleh tsunami, persis seperti yang terjadi di Jepang pada tahun 2011.

"30 atau 40 tahun yang lalu, kami bahkan tidak mengetahui bahwa gempa bumi besar mungkin terjadi di Pacific Northwest," kata Diego Melgar, ahli seismologi di Universitas Oregon, dikutip dari CNN International, Senin (17/6/2024).

Citra mendalam baru dari patahan tersebut baru-baru ini dilaporkan dalam Science Advance. Para ilmuwan mengatakan zona subduksi terpotong menjadi 3 hingga 5 segmen, yang masing-masing memiliki geologi uniknya sendiri.

Ketika bagian patahan di lepas pantai Washington pecah, hal tersebut mempunyai potensi terbesar untuk memicu gempa bumi dahsyat.

Tidak ada bangunan yang dibangun sebelum tahun 2005 yang dirancang untuk tahan terhadap gempa bumi yang panjang dan kuat yang akan dihasilkan Cascadia, menurut Corina Allen, kepala ahli geologi bahaya di Washington Geological Survey. Peraturan bangunan tsunami baru berlaku pada tahun 2016

"Kami memiliki jembatan, gedung, rumah sakit, sekolah, semua infrastruktur ini terletak di tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan tsunami," kata Allen.

Lantas bisakah fasilitas ini bertahan dari gempa bumi dan tsunami yang terjadi setelahnya? "Jawabannya adalah tidak."

"Apa yang membuat saya terjaga di malam hari adalah saya tahu bahwa kita tidak mengambil langkah-langkah yang perlu dilakukan, secepat yang seharusnya, untuk melindungi masyarakat kita," kata Yumei Wang, penasihat senior infrastruktur dan risiko di Portland Universitas Negeri.

Bangunan yang terbuat dari batu bata dan pasangan bata merupakan bangunan yang paling rentan terhadap gempa bumi. Wang mengatakan bangunan berbingkai kayu sangat rentan terhadap kekuatan tsunami.

Catatan geologis wilayah tersebut menunjukkan rata-rata gempa besar dan tsunami terjadi setiap 500 tahun. Tidak ada cara untuk memprediksi kapan hal ini akan terjadi selanjutnya, namun hal ini diperkirakan akan terjadi lagi dalam 200 tahun mendatang atau kurang dari itu.

Ini akan menjadi proses yang panjang dan menghabiskan banyak biaya miliaran dolar untuk memperbaiki kerusakan yang ada. Melgar yakin upaya ini tidak sia-sia.

Bagi mereka yang tinggal dan berlibur di sepanjang pesisir Pasifik Barat Laut, selamat dari tsunami yang terjadi 15 hingga 30 menit setelah gempa bumi bergantung pada seberapa cepat mereka dapat mencapai dataran tinggi. Namun mungkin tidak ada tempat yang aman untuk dikunjungi.

"Di Washington, kebanyakan orang yang tinggal di zona genangan tsunami tidak mempunyai tempat tinggi di dekatnya," kata Allen.

Dalam hal ini, struktur evakuasi vertikal yang dibangun di zona tsunami sangatlah penting. Struktur ini membantu menyelamatkan ribuan nyawa dalam tsunami tahun 2011 di Jepang.

Hanya tiga yang telah dibangun di Pacific Northwest, dan empat lagi direncanakan. Namun Allen memperkirakan bahwa 50 unit dibutuhkan di Washington saja. Masing-masing dari tiga bangunan yang ada dapat menampung 400 hingga 1.000 orang, tingginya mencapai 76 kaki, dan biayanya bervariasi. Yang paling mahal, senilai $62 juta, adalah Pusat Ilmu Kelautan di Oregon.

"Fondasinya lebih dalam dari tinggi bangunannya, seperti gunung es. Dan strukturnya sendiri agak mirip bemper mobil, sehingga puing-puing yang sangat berat dan besar dapat menimpanya," papar Wang.

"Kami cukup tahu tentang peraturan bangunan. Kita cukup mengetahui tentang peringatan dini. Kami cukup tahu tentang zona evakuasi tsunami sehingga kondisinya tidak seburuk itu," jelas Melgar.

Kendati demikian, yang kurang jelas adalah apakah masyarakat bersedia menginvestasikan miliaran dolar untuk mempersiapkan sesuatu yang mungkin tidak akan terjadi dalam 200 tahun.

"Ini adalah masalah yang mahal untuk diselesaikan. Mungkin kita punya lebih banyak waktu dan bisa menerapkan sistem yang kita perlukan untuk bertahan dalam peristiwa ini," ucap Allen.

(Tim Liputan News\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar