Soal Putusan Perkara Korupsi, Hakim PN Bengkulu Beri Pertimbangan Aneh

Ilustrasi Palu Hakim (Net)
Jakarta, law-justice.co - Dalam Putusan Pengadilan Negeri Bengkulu nomor 52/pidsus_TPK/2023 dengan terdakwa seorang Pengacara Ibu Kota, Upa Labuhari, SH.,MH dinilai oleh beberapa saksi dalam persidangan sebagai putusan yang banyak menyimpang dari kesaksian mereka sehingga membuat terdakwa sangat dirugikan sampai ke tingkat Pengadilan Tinggi Bengkulu.
Ardiansyah Harahap yang menjadi saksi mahkota karena dia juga salah seorang terdakwa dalam perkara yang sama membebrkan sejumlah contoh terkait masalah tersebut.
Adriansyah mengaku tidak pernah mengatakan terhukum Upa Labuhari pernah hadir dalam pertemuan yang mereka gagas di Restoran Kalasan Bengkulu untuk menghentikan penyidikan kasus korupsi di Kaur.
Tapi anehnya dalam putusan pengadilan nomor 52 disebutkan bahwa sebagai saksi dia mengatakan, Upa labuhari hadir dalam pertemuan tersebut dalam rangka menghalangi dan merintangi penyidikan kasus korupsi di Kaur Bengkulu.
"Saya tidak pernah mengatakan terdakwa Upa Labuhari pernah hadir dalam pertemuan tersebut. Saya telah bersumpah di Pengadilan bahwa Upa Labuhari tidak pernah hadir dalam pertemuan-pertemuan di Bengkulu. Hanya tuduhan Jaksa saja yang mengatakan demikian, meski kenyataannya tidak demikian,” katanya seperti melansir suarapembaruan.
Kata dia, ini adalah suatu tindakan pembohongan yang dilakukan oleh majelis hakim karena saya tidak pernah mengatakan bahwa Upa Labuhari pernah hadir di dalam pertemuan di restoran kalasan untuk menggagas usaha menghalangi dan merintangi.
Saksi mengulangi pernyataannya, dirinya sudah bersumpah bahwa Upa Labuhari tidak pernah terlibat dalam menggagas usaha penghalangan pengusutan, penyidikan kasus korupsi di Bengkulu.
Upa Labuhari adalah seorang pengacara yang kami tidak pernah butuhkan tenaganya, cuma karena ada kawan kelompok yang mengikutsertakan maka ikutlah dia tapi tidak dalam rangka untuk menggagalkan penyidikan, Upa Labuhari hanya ikut dalam usaha untuk membela 16 Kepala Puskesmas dan 3 staf/Kepala Dinas Kesehatan.
“Jadi, saya heran kenapa bisa data yang tidak pernah terucapkan di pengadilan bisa menjadi landasan pengadilan untuk menghukum saudara Upa Labuhari dengan tuduhan menghalangi, merintangi penyidikan,” kata Harahap setelah keluar dari ruang persidangan, beberapa hari lalu.
Data yang digunakan Majelis Hakim dalam perkara ini benar-benar adalah satu pembohongan publik dan kriminalisasi terhadap pribadi seorang pengacara yang tidak tahu menahu adanya usaha untuk menghalangi atau merintangi, jelasnya.
"Kalau kami, betul berusaha untuk itu tapi hanya sekedar usaha bukan dalam kenyataan. Tidak ada penghalangan sedikitpun karena sejak pertengahan Juli 2023 pelaku korupsi empat orang sudah ditangkap oleh jaksa jadi sama sekali tidak ada penghalangan,” tambah saksi.
Hal serupa dikatakan oleh terhukum Paulina yang juga ikut sebagai terhukum dalam persidangan ini. Ia mengatakan bahwa adalah tidak benar Upa Labuhari pernah hadir dalam pertemuan di restoran Kalasan.
“Itu adalah data yang tidak benar dan membuat saya heran kenapa putusan pengadilan bisa memasukan data yang tidak pernah ada. Ini namanya kriminalisasi terhadap pengacara profesional yang dimulai dari Jaksa sampai Hakim," tuturnya seusai persidangan di Pengadilan Kaur Bengkulu.
Tidak Pernah Ikut Pertemuan
Sementara Bambang yang juga adalah terhukum dalam perkara ini mengatakan, memang saudara Upa Labuhari tidak pernah hadir dalam pertemuan-pertemuan di Bengkulu, kecuali ketika ia datang ke kantor Kajari dan cuma itu saja. Jadi bagaimana mungkin ia terlibat penghalangan penyidikan kasus korupsi di Kaur, tuturnya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh saksi mantan Kepala Dinas Kesehatan Kaur Darmawan yang mengatakan heran kalau saudara Upa Labuhari disebut-sebut sebagai hadir di dalam pertemuan di restoran Kalasan.
"Saya berulang kali menyatakan di persidangan bahwa saudara Upa tidak pernah hadir di dalam pertemuan di bengkulu dan Jakarta. tapi kenyataannya disebut hadir oleh majelis hakim dalam putusan nomor 52. Saya tidak mengenal sama sekali dengan saudara Upa Labuhari, tapi menjadi heran bahwa saya disebut di dalam putusan itu meminta tolong pada saudara yang bersangkut agar perkaranya bisa diurus untuk tidak sampai ke pengadilan. Saya sama sekali tidak kenal dengan saudara Upa Labuhari," tegasnya di PN Bengkulu.
Darmawasn merasa heran di dalam putusan pengadilan dirinya dinyatakan meminta bantuan kepada yang bersangkutan. Bagaimana saya bisa meminta bantuan pada orang yang saya tidak kenal.
Jadi pada intinya saya tidak kenal saudara Upa Labuhari, dia tidak pernah hadir dalam pertemuan untuk berupaya menghentikan penyidikan kasus korupsi di Kaur. Tapi kenapa dalam putusan disebutkan bahwa saya mengatakan beberapa kali saudara yang bersangkutan hadir di Bengkulu dalam acara pertemuan.
Sementara beberapa pengamat hukum menyebutkan, putusan ini perlu mendapat perhatian dari semua pihak pemangku masalah hukum di tanah air, terutama pihak Mahkamah Agung agar tidak jatuh lagi korban orang yang tidak berdosa tapi dinyatakan berdosa oleh pengadilan, lalu kemudian setelah dibawa ke Mahkamah Agung di lepas tapi korban sudah menderita meringkuk dalam tahanan selama beberapa lama.
Masalah ini serius untuk ditangani kata seorang pakar hukum sehingga tidak membawa korban pada orang lain bahwa ada kesaksian yang benar di dalam persidangan tetapi tidak dinyatakan sebagai bahan pertimbangan oleh Majelis Hakim untuk memutuskan perkara.
Majelis Hakim dinilai telah menggunakan pertimbangan data yang tidak pernah terungkap ataupun tidak pernah dibicarakan di persidangan.
Ini suatu hal yang sangat serius untuk ditangani oleh Mahkamah Agung dan kalau perlu majelis hakimnya diperiksa tentang putusannya yang kontroversial dengan data yang terungkap di pengadilan .
Bahkan jika diperlukan perkara ini dapat dibuka lagi dengan menampilkan seluruh saksi-saksi dalam perkara tersebut biar jelas bahwa terhukum Upa Labuhari tidak pernah berbuat menghalangi penyidik Kejaksaan untuk mengusut kasus korupsi di Bengkulu.
Komentar