Ingatkan Masalah Buruk UU KPK, Muhammadiyah Soroti Revisi UU TNI-Polri

Diubah Jadi Masjid, Muhammadiyah Jatim Mau Beli Gereja Besar Spanyol. (muhammadiyah.or.id).
Jakarta, law-justice.co - Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Trisno Raharjo mendesak bahwa pembahasan revisi Undang-undang (RUU) TNI dan Polri tidak dibahas terburu-buru di akhir masa jabatan DPR periode 2019-2024 ini.
"Tidak perlu dilakukan secara terburu-buru, ada baiknya diserahkan kepada anggota DPR periode 2024-2029," kata Trisno dalam diskusi yang digelar MHH Muhammadiyah secara daring, Rabu (12/6).
Trisno menyoroti pengalaman buruk sempat terjadi ketika DPR masa jabatan 2014-2019 melakukan revisi UU KPK di ujung akhir masa jabatannya pada September 2019 lalu. Baginya, revisi UU KPK yang dilakukan DPR kala itu digelar singkat dengan minim partisipasi publik.
Karena itu, Trisno menilai seharusnya penyusunan RUU TNI dan RUU Polri dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat luas dengan baik.
"UU KPK yang membuat KPK jadi seperti sekarang karena dilakukan pada masa-masa akhir jabatan," kata Trisno.
Selain itu, Trisno juga memberikan beberapa catatan kritis terkait RUU Polri. Di antaranya mengusulkan supaya rencana pasal soal keadilan restoratif dalam RUU Polri dapat diatur dalam UU Hukum Acara Pidana.
Trisno juga mengkritisi Pasal 16 ayat (1) dalam draf RUU Polri terkait kewenangan tambahan Polri dapat melakukan pemblokiran ruang siber harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
"Untuk itu perlu untuk mendapatkan izin pengadilan," kata dia.
Trisno turut mengkritisi rencana Polri memiliki kewenangan penyadapan lantaran akan melanggar privasi warga. Baginya, rencana aturan ini tidak dapat dibenarkan. Ia lantas mengusulkan perlunya kewenangan pemberian izin penyadapan yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Hal ini memastikan penyadapan dilakukan dengan baik dan benar. prinsip-prinsip penyadapan, harus menghormati hak asasi manusia," kata dia.
Tak hanya RUU Polri, Trisno juga meminta RUU TNI yang salah satu rencana pasalnya membuka peluang prajurit aktif dapat menempati kementerian/lembaga negara untuk dihapus.
"Ini tentu menjadikan meluasnya jabatan yang dapat diisi oleh TNI, yang seharusnya lebih tepat dilaksanakan oleh pejabat sipil, untuk itu klausul perluasan tersebut sebaiknya dihapuskan," kata dia.
Sebelumnya Rapat Paripurna DPR yang digelar 27 Mei 2024 lalu telah mengesahkan RUU perubahan ketiga atas UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Polri dan RUU perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi usul inisiatif DPR.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno belum mengikuti perkembangan dan substansi dua RUU tersebut yang saat ini sedang bergulir di DPR RI.
"RUU TNI dan Polri aku belum ngikutin," kata Pratikno di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/6) lalu.
Komentar