Aufar Satria, Konsultan Manajemen Pemerintahan

ASEAN, Pemegang Kunci Atasi Chip War-Deadlock Semikonduktor

Kamis, 16/05/2024 23:37 WIB
Proyek mobil listrik RI (Net)

Proyek mobil listrik RI (Net)

Jakarta, law-justice.co - Ketegangan geopolitik, supply chain yang spesifik, hambatan dalam market entry, serta pandemi Covid-19 telah memicu kekurangan mikrochip atau semikonduktor global, yang secara signifikan mengganggu rantai nilai produk-produk penting mulai dari smartphone hingga mobil. Dampak kerugian global dari kekurangan mikrochip ini sangat besar antara lain produksi mobil turun hingga 26% dan penjualan smartphone berkurang hingga 6% di tahun 2021.

Proteksionisme China, AS, dan Uni Eropa adalah salah satu alasan utama yang memperburuk risiko hambatan supply pada tahun 2024. AS menerapkan kebijakan CHIPS and Science Act dengan insentif seperti kredit pajak investasi sebesar 25% untuk dapat melakukan "re-shoring" terhadap produksi semikonduktor.

Di sisi lain, dalam rangka mengatasi supply deadlock ini, dunia membutuhkan diversifikasi supply chain untuk mengatasi risiko geopolitik dan geoekonomi. Hanya sekedar "re-shifting" supply chain kembali ke negara produsen awal tidak akan cukup untuk menyelesaikan "Chip War."

Asia Tenggara dapat menjadi kunci untuk mengatasi "deadlock" semikonduktor global dengan memanfaatkan posisi geopolitiknya yang netral dan lingkungan yang cost competitive. Dari sisi biaya, misalnya, biaya manufaktur Indonesia, Thailand, dan Malaysia dapat ditekan 10%-15% lebih murah daripada China.

Oleh karena itu, sebagian besar negara di Asia Tenggara memiliki "right to win" beberapa bagian dari value chain semikonduktor. Bagian yang paling labor intensive, yaitu assembly, packaging, and testing atau "APT" dapat menjadi langkah awal Asia Tenggara untuk mulai menguasai footprint semikonduktor.

Indonesia dan Thailand merupakan contoh negara yang tepat untuk menguasai rantai nilai "APT" melalui lokasi strategisnya, tenaga kerjanya yang cost competitive, dan berbagai insentif fiskal. Indonesia dapat memanfaatkan 19 Kawasan Ekonomi Khusus (seperti di daerah Batam) yang memberikan manfaat pajak dan bea cukai.

Thailand juga sudah menawarkan insentif menarik termasuk pembebasan pajak selama 10 tahun untuk manufaktur berteknologi tinggi dan tax holiday selama 8 tahun untuk advanced integrated circuit industries. Kedua negara ini juga merupakan global demand center semikonduktor karena kedua negara ini berencana untuk menguasai industri manufaktur kendaraan listrik, perangkat elektronik, dan advanced manufacturing lainnya.

Negara-negara dengan manufaktur yang lebih maju seperti Singapura dan Malaysia bahkan dapat berkembang lebih dalam dalam rantai nilai semikonduktor, berekspansi dari footprint APT mereka yang sudah kuat.

Dengan memanfaatkan kemampuan R&D dan sumber daya manusianya yang maju, Singapura sudah menjadi bagian penting dari supply chain semikonduktor global. Dengan 11% ekspor semikonduktor global pada tahun 2019, Singapura dipercaya untuk menjadi regional hub semikonduktor di Asia Tenggara.

Saat ini, Singapura sedang membangun beberapa pabrik mikrochip, termasuk yang dimiliki oleh afiliasi TSMC dan produsen chip terbesar ketiga di dunia, United Microelectronics Corporation, melalui lingkungan bisnis plug-and-play yang kondusif yang didorong oleh berbagai insentif pemerintah.

Malaysia sudah memiliki 13% market share APT dunia sebagai salah satu "Silicon Valley" Asia. Footprint APT Malaysia telah didirikan sejak 30 tahun yang lalu, ditambah dengan berbagai fasilitas packaging state-of-the-art yang sedang direncanakan, seperti pabrik packaging 3D mikrochip Intel model terbaru.

Penang dan Kedah juga baru-baru ini menerima investasi dari beberapa pemimpin semikonduktor dunia. Dengan lebih dari 600 ribu tenaga kerja ahli di bidang elektronik, lebih dari 500 business park yang dikelilingi oleh infrastruktur dan teknologi modern, dan pemerintah dengan perlindungan intellectual property yang kuat, Malaysia memiliki ekosistem investasi yang siap untuk menarik investasi asing lebih banyak dan lebih dalam lagi terkait value chain semikonduktor.

Faktor kunci keberhasilan bagi Asia Tenggara adalah apakah negara-negara tersebut dapat dengan cepat menerapkan kebijakan untuk mempercepat foreign direct investment (FDI) dalam semikonduktor. Beberapa langkah utama bagi Asia Tenggara:

a. Menarik FDI untuk membangun fasilitas manufaktur `APT` melalui insentif pajak dan kawasan ekonomi khusus bagi negara-negara yang baru mau masuk ke sektor semikonduktor, seperti Indonesia dan Thailand.

b. Melakukan negosiasi trade collaboration produk semikonduktor dengan pasar ekspor utama-baik ASEAN sebagai kelompok maupun secara individu-untuk mempermudah ekspor-impor produk semikonduktor dan menurunkan trade barrier.

c. Menarik perusahaan top semikonduktor global melalui model "regional pairing"-kerja sama antarnegara Asia Tenggara; Berbagi tugas dalam value chain semikonduktor di dalam Asia Tenggara untuk memanfaatkan competitive edge masing-masing negara. Misalnya mengintegrasikan rantai nilai Indonesia yang cost competitiveness untuk APT dan technological prowess Singapura untuk chip design dan fabrication.

d. Meningkatkan keterampilan tenaga kerja khusus semikonduktor melalui "transfer of knowledge" dengan negara maju. Hal ini dapat dilaksanakan melalui pendanaan program upskilling (misalnya, program pertukaran pelatihan pekerja terampil secara global), visa khusus pekerja ahli dan diaspora, serta kerja sama intensif dan terfokus di bidang semikonduktor dengan universitas STEM asing.

Dengan "levelling-up" bersama-sama melalui kerja sama regional, setiap negara di Asia Tenggara dapat memanfaatkan competitiveness mereka masing-masing dalam rantai nilai semikonduktor.

Bayangkan: sebuah kondisi ekosistem semikonduktor Asia Tenggara yang efisien dan dinamis melalui teknologi canggih dan tenaga kerja advanced, perlindungan Intellectual Property yang kuat, dan ekosistem manufaktur canggih Singapura yang diintegrasikan dengan lingkungan proses APT dengan unit cost yang rendah dan proses labour-intensive yang efisien seperti di Indonesia atau Thailand.

Rantai nilai ASEAN yang terintegrasi, netralitas geopolitik Asia Tenggara, dan proses yang cost efficient menawarkan Asia Tenggara sebagai destinasi FDI yang kuat untuk sebagai diversifikasi untuk supply chain semikonduktor global.

Ini adalah "win-win for all": bagi the rest of the world, ini bisa berarti bahwa akhirnya kita dapat memenuhi meningkatnya mikrochip demand di samping meredakan ketegangan geopolitik; bagi AS, China, dan Taiwan, strategi ini dapat mendiversifikasi risiko suplai mikrochip; dan bagi negara-negara Asia Tenggara, ini bisa menjadi peluang pertumbuhan ekonomi yang ditunggu-tunggu. Saatnya Asia Tenggara menjadi pemain semikonduktor utama dunia.***

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar